Quantcast
Channel: SOTeRI - Situs Teologia Reformed
Viewing all 157 articles
Browse latest View live

Alkitab Yang Terbuka dalam Aplikasi Android

$
0
0

Puji Tuhan! Masyarakat Kristen Indonesia semakin diberkati dengan adanya versi Alkitab yang baru, yaitu Alkitab Yang Terbuka (AYT). AYT memiliki sifat "SETIA, JELAS, dan RELEVAN":

read more


Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Injil yang utuh adalah Injil yang sepenuhnya diberitakan melalui kebenaran Alkitab, sumber utama bagi jiwa yang haus untuk dapat menemukan Kristus dan Roh Kudus, di luar itu tidak ada jalan lain. Dalam edisi kali ini, redaksi e-Reformed menyajikan sebuah artikel yang bertajuk tentang Alkitab dan Injil. Kita akan belajar dari Paulus, sang misionaris besar yang mengawali berdirinya banyak gereja dan gerakan penginjilan di Eropa. Kiranya kita boleh semakin terbeban untuk memberitakan Injil Kristus kepada setiap jiwa yang Tuhan percayakan untuk kita Injili. Soli Deo Gloria!

Ayub T.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 180/September 2016
Isi: 

Bagi banyak orang, kebenaran itu relatif, bergantung pada kepercayaan yang dimiliki dan kebenaran itu sering dianggap menjadi mutlak bagi para penganut kepercayaan tersebut. Inilah pengertian banyak orang. Untuk membuktikan apa Alkitab itu satu-satunya kebenaran mutlak, harus dibuktikan dari perkataan Alkitab itu sendiri. Biarlah Alkitab itu membela dirinya sendiri.

Alkitab dibelenggu

Salah satu bagian Alkitab yang sangat penting yang berkaitan dengan topik ini adalah Galatia 1:6-10, di mana Rasul Paulus menegaskan kemutlakan firman yang ia beritakan kepada umat Kristen di Galatia. Ia adalah pemberita firman Tuhan kepada umat Galatia. Mereka mengenal dan percaya kepada Kristus melalui pelayanannya dan tim yang bersama-sama dengannya. Ia dengan kuasa Roh Kudus berkhotbah kepada umat Galatia yang belum pernah mendengarkan siapa itu Yesus. Dan, melalui pemberitaan itu, mereka menerima kebenaran dan percaya serta menjadi pengikut Kristus.

Namun, tidak lama kemudian, Rasul Paulus harus meninggalkan daerah Galatia, dan di saat ketidakhadirannya, sekelompok penganut agama Yudaisme menyelusup masuk dan memengaruhi iman mereka yang masih muda, hingga mereka ingin berbalik kepada Yudaisme yang mengajarkan bahwa percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat itu tidak cukup, tetapi harus ditambah dengan ritual-ritual yang diajarkan Musa di Perjanjian Lama untuk menyempurnakan iman mereka. Mereka juga dipengaruhi mempertanyakan kerasulan yang dimiliki Paulus.

Mendengar apa yang terjadi di Galatia, Paulus merespons dengan menulis surat Galatia ini untuk mengingatkan mereka bahwa ia sungguh-sungguh rasul yang dipilih langsung oleh Kristus sendiri (Galatia 1:1). Namun, ia tidak berlama-lama membela kerasulannya, ia justru memfokuskan apa yang terjadi di gereja itu. Ia tidak mengawali tulisannya dengan ucapan syukur seperti biasa dilakukan dalam tulisannya kepada jemaat yang dirintisnya. Ia mengutarakan kekecewaannya dengan perkataan ini, "Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu dan mengikuti suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus" (Galatia 1:6-7).

Keheranan Rasul Paulus terdiri dari dua hal: pertama, ia heran karena begitu cepat mereka berbalik dari Kristus. Ketika ia ada di Galatia, mereka menunjukkan kesungguhan iman dan kesetiaan mereka pada Kristus. Mungkinkah karena iman mereka begitu muda sehingga begitu mudah diperdaya orang-orang yang sengaja ingin merusakkan iman mereka? Atau, mungkinkah karena sebagian mereka tidak sungguh-sungguh percaya pada Kristus, tetapi hanya merasa percaya pada Kristus? Sepertinya, kedua pertanyaan ini memiliki kemungkinan. Namun, pertanyaan pertama di atas memiliki pengaruh yang lebih besar, khususnya ketika orang-orang yang menyelusup tersebut menyerang kerasulan Paulus dan mempertanyakan statusnya sebagai Rasul Kristus. Jika jemaat Galatia sudah ragu akan kerasulan Paulus, mereka juga akan meragukan berita atau Injil yang diberitakannya. Namun, hal ini ditegaskannya mengenai siapa ia sesungguhnya dan apa Injil yang ia beritakan.

Keheranan Paulus yang kedua adalah mereka begitu cepat mengikuti "suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil". Apa sebenarnya "Injil itu"? Ia memberi jawabannya dalam 1 Korintus 15:3b-5, "Bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci."

Singkatnya, Injil itu adalah berita kehidupan, kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Berita dan Injil yang disampaikan Paulus kepada orang-orang Galatia bahwa Injil itu adalah segala sesuatunya yang berhubungan dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kristus telah mengorbankan diri-Nya sendiri untuk memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah. Kristus telah mati di kayu salib menggantikan manusia berdosa dan apa yang telah dilakukan-Nya dalam hidup-Nya, penyaliban-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya telah cukup bagi umat manusia untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga. Jika ada suatu ajaran, pandangan, dan pemikiran bahwa manusia tidak cukup percaya pada Kristus untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga, tetapi juga harus melakukan amal dan perbuatan baik, hal itu merupakan suatu injil lain yang harus ditolak sebagai kebenaran.

Paulus menegaskan bahwa injil lain tersebut adalah injil yang tidak sama dengan Injil Kristus meskipun memakai nama dan istilah yang sama. Kata "lain" dalam paduan kata "injil lain" adalah kata "heterogen" suatu Injil yang tidak sejenis dan sama. Dengan kata lain, orang-orang yang memengaruhi jemaat Galatia meninggalkan ajaran yang diajarkan Paulus adalah suatu ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran Paulus meskipun memakai nama dan istilah yang sama yaitu Injil, tetapi isi atau berita yang disampaikan sangat berbeda dan siapa yang mengikutinya tidak akan memperoleh hidup yang kekal.

Kebenaran di Luar Injil Kristus Bukanlah Kebenaran Mutlak

Alkitab dibelenggu

Rasul Paulus sangat kecewa dengan jemaat Galatia yang membelot kepada injil lain, yang menganggap injil lain lebih baik dari Injil yang diberitakannya. Tetapi kenyataannya, injil lain itu tidak memberikan hidup kekal. Masa sekarang, masa kebebasan berpendapat, namun ketika pendapat itu berkaitan dengan hidup manusia, kita dituntut bersikap hati-hati. Ketika kebebasan berpendapat menduduki mimbar-mimbar gereja, dan kebebasan itu merendahkan dan meremehkan Injil sebagai kebenaran mutlak, di saat seperti itulah umat percaya harus bertindak seperti Paulus, menegakkan kebenaran firman Allah.

Apa yang diajarkan Kristus dan para rasul adalah bahwa menjelang akhir zaman akan semakin banyak penyesat menyelusup masuk ke dalam gereja, yang memberitakan firman Allah sebagai sumber keuntungan, wibawa, dan hormat. Mereka tidak mengindahkan firman Allah, tetapi memperalatnya demi kepentingan pribadi. Bahkan, Yudas (bukan Yudas Iskariot) menuliskannya demikian, "Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus" (Yudas 4).

Siapakah mereka ini? Mereka bisa saja orang-orang yang sangat akrab dengan kita, para pemberita-pemberita firman dari mimbar, namun bukanlah pengikut Kristus. Mereka adalah para pemakai topeng, para serigala yang berbulu domba, yang telah lama ditetapkan Allah untuk dihukum. Mereka ini akan membelotkan firman Allah demi keuntungan pribadi dan merekalah yang menjadikan gereja sebagai ladang kekayaan dan kemakmuran.

Satu hal yang pasti bahwa menjelang akhir zaman Setan (Iblis) akan memakai Alkitab (firman Allah) untuk menipu dan memperdaya manusia, khususnya mereka yang ada di dalam gereja. Setan akan memutarbalikkan maksud dan arti firman Allah sama seperti yang ia lakukan ketika memperdaya Hawa di Taman Eden. Menjelang akhir zaman, Setan (Iblis) akan berjaya menipu dan memperdaya manusia dengan memutarbalikkan firman Allah. Di masa sekarang ini, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan. Ada banyak pengkhotbah yang mengklaim telah menerima wahyu dan firman Allah untuk diberitakan kepada jemaatnya. Ada begitu banyak orang yang mengklaim telah bertemu dengan Kristus dan bergandeng tangan dengan Kristus. Ada begitu banyak orang mengklaim bahwa ia telah pulang pergi dari surga dan membawa berita atau misi khusus dari Kristus. Mendengar berita sedemikian hebohnya, berbondong-bondong orang menghadiri pemberitaan itu. Mungkinkah apa yang diberitakan benar-benar firman Allah atau pembelotan firman Allah? Dari mana kita bisa mengetahui semua klaim itu benar atau tidak? Satu-satunya standar yang harus dipakai menguji setiap klaim kebenaran adalah Alkitab itu sendiri. Di luar dari Alkitab, tidak ada standar lain. firman Allah berkata, "Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong" (Roma 3:4).

Jika memang manusia adalah pembohong sekalipun sebagai orang percaya atau pemberita firman, maka perkataan mereka tidaklah mutlak sebagai kebenaran. Yang menjadi standar kebenaran adalah firman yang telah disampaikan Allah sendiri yaitu Alkitab, karena Allah tidak pernah berbohong dan Ia akan selalu benar karena Ia adalah Kebenaran. Umat Kristen harus berhati-hati terhadap setiap klaim yang menyatakan telah menerima wahyu atau kebenaran karena kebenaran satu-satunya yang tidak mengandung kesalahan hanyalah Alkitab. Jemaat Galatia telah dipengaruhi oleh pemberita-pemberita Injil palsu yang pada intinya bukanlah Injil Kristus. Mereka adalah penyesat umat Kristus.

Pemberita "Kebenaran" di Luar Injil Kristus, Terkutuk

Penyesat

Ketika Paulus mengetahui ada jemaat Galatia yang berbalik mengikuti "injil lain" yang sebenarnya bukan Injil, ia mengucapkan perkataan yang mungkin tak seorang pun suka mendengarnya. Dia berkata, "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia" (Galatia 1:8).

Dalam pelayanan, Paulus memiliki tim pelayan seperti Timotius, Silas, Titus, Lukas, dll.. Ia ingin memberitahukan bahwa jika seandainya salah satu dari tim ini memberitakan injil yang berbeda dari apa yang telah ia beritakan kepada jemaat Galatia, terkutuklah dia. Ia menganggap hal yang sangat serius tentang pemberitaan "injil lain", maka ia menegaskan jika seandainya ada malaikat dari surga datang dan memberitakan injil yang berbeda dari apa yang diberitakannya, malaikat itu juga terkutuk. Tentu tidak mungkin ada malaikat turun dari surga memberikan injil lain saat ini. Semua malaikat yang di surga adalah malaikat yang setia kepada Tuhan Yesus. Semua malaikat yang jahat dan tidak setia sudah dihukum Allah termasuk pimpinan mereka, yaitu Lucifer. Namun, ia ingin memberitahukan kepada jemaat Galatia betapa seriusnya penyimpangan dari kebenaran mutlak Injil.

Kata "terkutuk" berasal dari kata Yunani "anathema" yang memiliki arti, "suatu objek yang dikhususkan untuk dihancurkan", "sesuatu yang terkutuk" (ref. Roma 9:3;1 Korintus 12:3;16:22). Jika hal ini diterapkan kepada manusia, berarti orang yang dikatakan "anathema" (terkutuk) adalah seseorang yang diserahkan kepada Tuhan untuk dibinasakan atau dimusnahkan. Orang yang memberitakan injil yang berbeda dengan Injil Kristus Yesus berada di bawah kutuk dan akan dibinasakan Allah.

Kita harus memercayai Allah sebagaimana telah memberitakan siapa Ia sesungguhnya. Allah adalah Pencipta, tidak berubah, setia, berdaulat, berkuasa, dan Ia akan menepati semua janji dan perkataan-Nya. Setiap perkataan-Nya benar dan tidak mengandung kesalahan. firman-Nya adalah kebenaran mutlak. Namun, sekarang ini ada begitu banyak umat Kristen yang tidak memercayai firman Allah. Ketika Allah berkata, Ia menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan bahwa dunia ini, hasil evolusi. Ketika Allah berkata, Dialah yang menciptakan manusia dan segala apa yang ada di bumi ini, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan manusia berasal dari kera (hasil evolusi) dan bukan ciptaan Tuhan. Ketika Allah berkata dalam firman-Nya, air bah yang terjadi di masa Nuh adalah air bah yang menutupi seluruh bumi (Kejadian 7-8), ada banyak orang Kristen yang masih berkata, air bah itu hanya terjadi di Timur Tengah. Ketika Allah berbicara dalam firman-Nya, Yesus melakukan mukjizat dengan berjalan di atas air, ada banyak orang Kristen yang masih berkata hal itu tidak mungkin terjadi karena bertentangan dengan daya gravitasi bumi, dan Yesus hanya berjalan di pinggir pantai yang kelihatan seperti berjalan di atas air.

Injil Kristus adalah kebenaran mutlak. Kita harus lebih memercayai perkataan firman Allah daripada perkataan manusia yang meskipun mengatasnamakan ilmuwan. Allah tidak pernah berbohong (Roma 3:4) dan apa yang diberikan dalam firman-Nya adalah kebenaran yang membawa hidup. Kita harus memercayai firman-Nya dan jangan memutabalikkannya dengan cara dan tujuan apa pun juga. Pemberita firman yang memutarbalikan firman Allah berada di bawah kutuk dan tidak ada toleransi bagi Penyesat.

Pemberita Injil Harus Berjuang Menyenangkan Kristus

Ketika Paulus mengucapkan kalimat dalam Galatia 1:8-9, dengan pasti para pengajar sesat atau pemberita "injil lain" itu sangat membencinya. Tak seorang pun manusia yang dengan rela mau dikatakan sebagai orang terkutuk. Akan tetapi, ia harus mengucapkan kata-kata itu demi menunjukkan keseriusan kesalahan yang dilakukan jemaat Galatia karena mengikuti "injil lain". Ia ingin memberitahukan apa yang dilakukan mereka adalah kesalahan besar. Dia sebagai pemimpin dan bapa rohani jemaat Galatia harus mengambil sikap terhadap apa yang sedang terjadi.

Paulus tidak mengucapkan kata-kata yang lemah lembut ketika berhadapan dengan pengajaran sesat. Ia tidak segan-segan menegur pengajar sesat seperti yang disampaikannya dalam Galatia 1:8-9. Bahkan, dalam Galatia 1:10, ia memberikan pertanyaan retorik (pertanyaan yang menuntut jawaban, tidak). Dia berkata, "Adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia?"

Ia ingin memberitahukan bahwa ia tidak mencoba mencari kesukaan manusia atau mencoba berkenan kepada manusia. Jika seandainya itu yang ingin dicarinya, maka sepatutnya tidak perlu mengucapkan kata-kata dalam ayat 8-9. Akan tetapi, karena hanya ingin mencari kesukaan Allah, maka ia ada di pihak Allah. Ia akan membenci apa yang dibenci Allah. Ia akan mengatakan salah apa yang dikatakan Allah salah. Ia tidak mencoba berkenan kepada manusia. Ia tidak mencari promosi di hadapan manusia. Ia hanya ingin menyenangkan Allah dan terus berjuang menyenangkan Allah.

Bagi pemberita firman Allah, ada yang harus diwaspadai terutama ketika berhubungan dengan kebutuhan hidup. Ada pemberita firman meninggalkan kebenaran mutlak Allah hanya karena ingin mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar, fasilitas yang lebih banyak, dan tunjangan yang lebih besar. Jika memang Tuhan memberkati pelayanannya yang akhirnya diberkati dengan hal material, ia bisa menerimanya dengan penuh ucapan syukur. Akan tetapi, jangan sekali-kali mengorbankan kebenaran Injil demi hal materi, wibawa, hormat, dan jabatan.

Banyak orang mengatakan bahwa Billy Graham salah satu contoh pemberita Injil yang meninggalkan kebenaran. Pada permulaan pelayanannya, ia melayani di sebuah gereja kecil di Chicago. Ia terlibat dalam organisasi pemuda bagi Kristus. Tidak lama kemudian, ia semakin dikenal di negaranya. Sebagai seorang pengkhotbah yang muda, ia dipercaya sebagai ketua sebuah sekolah Kristen di Minneapolis, yaitu Northwestern Schools. Selama masa permulaan pelayanannya, ia dikenal sebagai pengkhotbah yang sangat fundamental, yang tidak mau berkompromi dengan kelompok modernis dan Liberal. Bahkan, pada tahun 1948, ia telah menjadi salah satu anggota editor majalah fundamental di USA yang berjudul "The Sword of the Lord" yang diketuai oleh John R. Rice. Namun, tak lama kemudian, ia berubah dari posisi sebelumnya sebagai fundamentalis. Pada tahun 1957, ia mengadakan penginjilan yang dikenal dengan New York Crusade. Inilah yang menjadi titik awal perubahannya di mana mendapatkan dukungan dari kelompok liberal dan modernis, baik dalam komiti dan kepengurusan penginjilan (crusade) yang diselenggarakannya. Ia telah berubah dan menganggap Yesus bukanlah satu-satunya jalan menuju hidup yang kekal dan surga. Dalam sebuah percakapan yang dikutip oleh Foundation Magazine, Billy Graham mengatakan bahwa setiap orang yang setia dengan agamanya bisa masuk ke dalam kerajaan surga. Bukankah hal ini sama seperti apa yang dikatakan Yudas 4 Paulus sebagai injil lain?

Jika pada masa Paulus ada pengajar sesat yang menyelusup masuk di tengah-tengah gereja, maka pada masa sekarang akan lebih banyak lagi (ref. Yudas 4). Ketahuilah, semua pemberita kebenaran harus berjuang menyenangkan Kristus. Inilah yang dilakukan para rasul, dan ini jugalah yang dilakukan para reformator dan orang-orang yang mati syahid karena Injil dan Kristus.

Diambil dari:
Nama situs:Covenant Premillennialism
Alamat URL:http://covenantpremillennialism.info/kemutlakan-alkitab/
Judul artikel:Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak
Penulis artikel:Samson Hutagalung
Tanggal akses:9 September 2016

John Calvin dan Inerrancy (I)

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Bulan ini adalah bulan Reformasi Gereja. Untuk memperingatinya, edisi e-Reformed kali ini menyajikan sebuah artikel yang mengupas satu isu penting yang menimpa salah satu reformator gereja dalam kiprahnya sebagai penafsir dan pengkhotbah yang alkitabiah. Tokoh yang saya maksud adalah John Calvin, "a man of the Bible", julukan yang cukup pantas diberikan kepadanya, seorang pemikir dan pengkhotbah Kristen yang mendobrak banyak kekeliruan gereja Roma Katolik semasa hidupnya hingga pertengahan abad ke-16. Banyak hal yang sudah ia kerjakan sebagai pelayan Tuhan terutama dalam penyelidikan teks Alkitab.

Karya-karya yang dikerjakan John Calvin semasa hidupnya menjadi salah satu referensi penting yang digunakan oleh banyak pemikir Kristen dan teolog modern untuk menyelidiki Alkitab. Ia memakai sebagian besar waktu hidupnya untuk menguraikan dan menjelaskan banyak buku dalam kitab suci. Tak hanya itu, sejarah gereja juga mencatat bahwa John Calvin telah berkhotbah ratusan kali di hadapan banyak orang. Seluruh tema khotbahnya dipusatkan pada pentingnya Alkitab dan manfaat pengajaran Alkitab. Namun, ia juga tidak luput dari tuduhan beberapa kritikus kristen yang menyatakan bahwa ia menolak doktrin "ineransi Alkitab". Kita akan melihat bersama kilas kehidupan sang reformator dan konflik yang dihadapinya dalam menegakkan iman Kristen. Karena artikel ini cukup panjang, redaksi membagi menjadi dua bagian. Bagian selanjutnya akan dipublikasikan dalam edisi e-Reformed bulan November. Selamat membaca. Soli Deo Gloria!

Ayub T.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 181/Oktober 2016
Isi: 

Jika ada sesorang yang layak untuk menerima sebutan "manusia Alkitabiah" (a man of the Bible), maka John Calvin adalah orang yang memenuhi seluruh persyaratannya. Pengabdiannya kepada otoritas Firman Allah sangat jelas dalam karyanya Institutes I.vi-ix dan IV.viii, tanpa menyebutkan sejumlah halaman lainnya di dalam karyanya tersebut. Hal ini didukung dengan tujuannya yang jelas dalam bukunya, yaitu dari awal hingga akhir tidak menguraikan apapun secara terperinci, kecuali apa yang ada di dalam Alkitab. Penyusunan Institutes itu sistematis, di dalam natur isinya bertujuan untuk menjadikan karya tersebut Alkitabiah dan banyak mengacu pada Alkitab. Indeks buku ini di dalam terjemahan Beveridge ada 14 halaman yang masing-masing mempunyai 3 kolom (dengan tiap kutipan dihubungkan lebih dari satu kali) dengan kurang lebih 60 baris di setiap kolomnya. Jumlah ini mencapai lebih dari 2500 referensi. Calvin juga berusaha mengkhotbahkan seluruh Alkitab, namun batas hidupnya tidak memberikannya kesempatan untuk menyelesaikan seluruh rencana tersebut secara sempurna. Untuk memberikan gambaran tentang lingkup pekerjaan yang dilakukannya, dapat dicatat bahwa ia telah memberikan 200 khotbah dari kitab Ulangan, 159 khotbah dari kitab Ayub. Di dalam ke 22 khotbahnya dari kitab Mazmur 199, seluruh tema khotbah itu berpusat pada pentingnya Alkitab dan manfaat pengajaran Alkitab. Selain itu, Calvin mempersiapkan dan menerbitkan tafsiran yang luas dari kitab Kejadian hingga Yosua, Mazmur, dan seluruh kitab-kitab nabi Perjanjian Lama, kecuali Yehezkiel 21-48, demikian juga dengan Perjanjian Baru, kecuali 3 kitab ( 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Wahyu). Di dalam risalah dan surat-surat Calvin, kita menemukan lebih banyak lagi bukti mengenai minat dan ketaatannya kepada Kitab Suci.

Seluruh tulisan ini banyak pertanyaan langsung yang memberikan indikasi bahwa Allah adalah pengarang Alkitab, bahwa penulis-penulis kudus merupakan mata pena atau mulut Allah, bahwa Allah mendiktekan Alkitab kepada mereka, dan bahwa otoritas Alkitab didasarkan pada fakta dari keilahian pengarang-Nya. Secara harafiah, ada beberapa referensi yang dapat dan telah dikutip untuk mendukung pendapat ini. Tafsiran 2 Timotius 3:16 dari Calvin yang sangat terkenal, dapat dipakai sebagai contoh suatu pandangan yang menggambarkan Calvin.

John Calvin

Inilah prinsip yang membedakan kepercayaan kita dari kepercayaan lainnya, yaitu kita tahu bahwa Allah telah berbicara kepada kita dan kita yakin sepenuhnya bahwa para nabi tidak berbicara dari dirinya sendiri, tetapi sebagai alat Roh Kudus. Mereka hanya mengungkapkan apa yang ditugaskan dari Surga. Setiap orang yang rindu untuk menerima pengajaran Alkitab, harus terlebih dahulu menerima hal ini sebagai prinsip dasar yang telah tegak berdiri, yaitu bahwa Taurat dan kitab para nabi tidak memberikan pengajaran untuk menyenangkan manusia atau bersumber dari pikiran manusia, tetapi yang didiktekan oleh Roh Kudus. Jika seseorang menolak dan bertanya bagaimana hal ini dapat diketahui, jawaban saya adalah bahwa hal ini dapat terjadi melalui wahyu dari Roh yang sama, yang dicurahkan baik kepada yang belajar maupun kepada pengajar-pengajar, yang akan mengungkapkan bahwa Allah adalah pengarang Alkitab. Musa dan para nabi tidak mengucapkannya secara gegabah maupun tidak teratur tentang apa yang telah kita terima dari mereka, tetapi berbicara berdasarkan dorongan dari Allah, sehingga dengan berani dan tanpa takut, mereka menyaksikan kebenaran, sebagaimana mulut Tuhan sendiri yang berbicara melalui mereka. Roh yang sama, yang telah meyakinkan Musa dan para nabi tentang pekerjaan mereka, kini bekerja juga di dalam hati kita, sehingga Dia berkenan memakai mereka sebagai pelayan-pelayan Firman untuk mengajarkan kepada kita. Inilah arti dari uraian pertama bahwa kita berhutang pada Alkitab, yaitu hutang kemuliaan yang sama seperti hutang kemuliaan kita kepada Allah, karena Alkitab bersumber dari Dia dan tidak bercampur dengan sumber dari manusia.

Di dalam menggunakan kata "dikte" yang akan sering kita jumpai di dalam karya Calvin, rupanya Calvin tidak bermaksud untuk mengindikasikan tentang metode tertentu yang mungkin digunakan Allah untuk mengomunikasikan isi Alkitab ke dalam pikiran para pengarangnya, manusia. Fokusnya adalah pada hasil akhirnya - yaitu pada fakta bahwa teks yang dihasilkan dari tangan penulis-penulis kudus tersebut, sesungguhnya adalah karya sejati Allah sendiri, kelihatannya seolah-olah Alkitab itu didiktekan langsung kata demi kata oleh Dia. Bagaimana Allah bekerja untuk mencapai tujuan ini, tanpa menggunakan metode khusus yang akan mengurangi sifat kemanusiaan pengarangnya dan merubahnya menjadi robot, tidak dijelaskan. Permasalahan seperti ini, yang terus menerus dihadapi oleh pemegang doktrin inspirasi plenary, memang muncul di dalam tulisan Calvin, tetapi di sini kita tidak menemukan suatu usaha rasional yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan tersebut.

Holy Bible

Pengakuan Calvin atas otoritas Alkitab dengan sangat jelas terlihat di dalam penyerangannya kepada teologi Roma Katolik di satu pihak, dan kepada kelompok yang hanya berdasarkan emosi atau semangat saja di lain pihak. Dalam serangannya kepada teologi Roma Katolik, harus diperhatikan bahwa ia tidak pernah mencaci mereka, karena kepatuhannya yang berlebihan kepada Alkitab. Sebaliknya, dengan penuh kerelaan dan tanpa syarat, ia menerima otoritas Alkitab yang kanon yang diterimanya melalui gereja Katolik. Batas-batas kanolikal tersebutlah yang perlu diselidiki, sehingga dalam hal ini pandangan Roma Katolik yang berkenan dengan hal ini harus diperbaiki. Tetapi, ketika yang berkenan dengan kitab yang diakui sehingga kitab kanon, tidak pernah Calvin berkeberatan dengan otoritas kitab-kitab tersebut.

Dalam hubungannya dengan golongan yang hanya berdasarkan emosi atau semangat di satu pihak, Calvin dengan keras menekankan bahwa pengetahuan manusia tentang Allah hanya bersumber dari Alkitab semata dan bahwa manusia tidak dapat memiliki wahyu-wahyu yang diterima pribadi yang setara dengan Alkitab, sehingga dapat menggantikannya atau bahkan dapat menambahkan ajaran-ajarannya. Dia menekankan pandangan yang sama ini ke dalam perbedaan dengan konsep Roma Katolik tentang tradisi dan meminta dengan tegas untuk menahan diri dari spekulasi, bahkan dari daya tarik yang besar yang mengarah kepada arah yang bertujuan untuk menjaga ketenangan hati seseorang. Kita dapat sekali lagi mengutip tafsiran 2 Timotius 3:16 kembali.

Dengan tidak langsung, dia menegur orang-orang yang suka melakukan hal yang sia-sia, yang memberikan makan orang-orang dengan spekulasi kosong seperti angin. Dengan alasan yang sama, saat ini kita mungkin menghukum setiap orang yang tidak peduli kepada pengajaran-pengajaran rohani dan yang dengan licik selalu mengganggu dengan pertanyaan yang tidak berguna. Setiap kali kelicikan seperti ini di bicarakan, mereka harus ditangkis dengan perisai, yakni frasa yang mengatakan, "Alkitab itu bermanfaat". Berdasarkan hal ini, maka menggunakan Alkitab secara sia-sia itu adalah salah.

Berdasarkan hal ini, terlihat aneh jika natur dari doktrin inspirasi Calvin yang setepat-tepatnya menjadi pokok pertengkaran yang luar begitu gencar dan secara terbuka. Karena doktrin ini merupakan poros bagi seluruh stuktur iman yang Calvin pahami, sehingga normal saja jika berharap bahwa Calvin menyatakan posisinya di dalam topik ini secara jelas. Inilah tujuan dari penulisan ini, bahwa Calvin secara fakta, melakukan hal itu dan pernyataan-pernyataan para sarjana Alkitab lainnya yang memberikan kesan bahwa Calvin mengakui tentang banyaknya limitasi tajam di dalam doktrin otoritas Alkitab adalah sangat mengaburkan permasalahan, itu hanya bertujuan untuk membuktikan bahwa kepercayaan Calvin sesuai dengan mereka dan/atau untuk menunjukan keraguan atau pertanyaan, yang secara sederhana mencerminkan adanya keraguan atau ketidakpastian sebagaimana yang telah diajukan sebelumnya oleh reformator Jenewa ini.

Knowing yourself begins with knowing God -- John Calvin

Kenyataan ini sangat jelas sehingga telah banyak tulisan diterbitkan berkenan dengan masalah tersebut. Di dalam 1900 bibliography Ericshon, telah ada 6 judul penulisan yang relevan, tanpa memperhitungkan lebih dari 16 karya yang berhubungan dengan Calvin sebagai seorang pengeksegese. Di dalam karya Niesel, yang diterbitkan tahun 1959 menambahkan jumlahnya menjadi 52 judul, dan D. Kempff menambahkan 70 lagi sampai tahun 1974. Hingga akhir tahun 1982, banyak sumbangan-sumbangan pemikiran yang lebih matang telah diterbitkan. Tentu saja, di dalam kerangka pikir satu makalah saja sangat sulit untuk menguraikan seluruh pokok-pokok permasalahan ini secara terperinci. Appendix bibliophical menyajikan hasil survey dari pekerjaan -pekerjaan tersebut yang diberikan kepada saya dengan evaluasi singkat mengenai hubungan mereka dengan sikap inerrancy Calvin. Dalam bagian ini, hanya disebutkan secara kronologis nama-nama penulis yang berpendapat bahwa Calvin menyetujui inspirasi verbal dan inerrancy, dan yang menolaknya, sehingga menyatakan bahwa mereka tidak layak diterima sebagai anggota dalam Evangelical Theological Society.

Penulis-penulis buku yang menyatakan bahwa Calvin memegang doktrin inerrancy (untuk pekerjaanya yang terperinci, lihat lembar appendix. Nama-nama mereka yang tidak memegang doktrin inerrancy ditandai dengan bintang, dan dukungan mereka sangat berarti karena mereka tidak bertujuan untuk mengasimilasikan/mencocokkan doktrin Calvin agar sesuai dengan doktrin mereka) termasuk L.Bost (1883). C.D.Moore (1893), *R.Seeberg (1905,1920), *O.Ritschl (1908), *P.Lobstein (1909), *J.orr (1909), B.B.Warfield (1909), *P.Wernle (1919), *A.M.Hunter (1902), *Herman Bauke (1922), D.J.de.Groot (1931), C.Edward (1931), T.C.Johnson (1932), A.Christie (1940), *R.Davies (1946), K.Kantzer (1950,1957), *E.Dowey (1952), *B.A.Gerrish (1957), *R.C.Johnson (1959), J.K.Mickelsen (1959), A.D.R.Polman (1959), L.Praamsma (1959), J.Murray (1960), P.Hughes (1961), *H.J.Forstman (1962), J.I.Packer (1974;1984), J.Gerstner (1978), R.A.Muller (1979), L.J.Mitchell (1981), J.Woodbridge (1982).

Penulis-penulis buku yang menyatakan bahwa Calvin menolak inspirasi verbal dan inerrancy Alkitab, adalah H.Heppe (1861), P.Menthonnex (1873), J.Cramer (1881), C.A.Briggs (1883, 1890, 1892), E.Rabaud (1883), A.Benezech (1890), J.Pannier (1893, 1906), E.Gauteron (1902), J.Chapuis (1909), E.Doumerge (1910), J.A.Cramer (1926), H.Clavier (1936), W.Niesel (1938), P.Lehmann (1946), F.Wemndel (1950), T.H.L.Parker (1952), H.Noltensmeier (1953), R.S.Wallace (1953), W.Kreck (1957), J.K.S.Reid (1957), J.T.McNeill (1959), L.deKoster (1959,1964), R.C.Prust (1967), F.L.Battles (1977), R.Stauffer (1967), J.Rogers and D.McKim (1979), D.W.Jellema (1980).

Di antara jumlah tersebut ada beberapa orang yang memegang pandangan yang agung (high view) tentang Alkitab, yang berusaha menyatakan bahwa Calvin mendukung pendapat mereka. Kasus yang berkenaan dengan hal ini ditemukan buku terbaru karya Rogers dan McKim, yang berjudul The Authority and Interpretation of the Bible (Otoritas dan penafsiran Alkitab). Mereka berpendapat bahwa dengan kecakapan kesarjanaannya yang luar biasa, Calvin membebaskan diri dari belenggu sistem Skolastisisme dan dari dominasi gereja Roma Katolik. Calvin benar-benar mendasarkan teologinya pada otoritas Alkitab, memandang Alkitab sebagai norma iman dan praktis diberikan oleh Allah secara khusus hanya untuk tujuan religius. Karena itu, jika mengembangkan materi yang menyangkut iman dan etika itu lebih jauh akan berbahaya. Allah menyatakan bahwa Alkitab secara keseluruhan dapat dipercaya, namun pengawasan Ilahi ini tidak meluas hingga sampai kepermasalahan yang tidak relevan dengan iman, seperti sejarah, geografi atau ilmu pengetahuan secara mendetail. Di dalam bidang ini Rogers dan McKim percaya, Calvin berpendapat bahwa para penulis Alkitab diizinkan untuk dipakai dalam keterbatasan pengetahuannya, sehingga mencampurkan ke dalam Alkitab catatan-catatan data yang salah. Hal ini ditekankan, khususnya di dalam tafsirannya, Calvin sendiri mengakui terlihat banyak ketidaksesuaian yang disebabkan oleh keterbatasan manusia. Kebebasan dalam pengutipan Perjanjian Lama yang dimasukkan ke dalam Perjanjian Baru, misalnya, adalah suatu bentuk kebebasan yang Calvin sering temui di banyak tempat di Perjanjian Baru, yang juga dipakai untuk mendukung pendapat ini.

When the Bible speaks, God speaks -- John Calvin

Sebagai jawaban dari seluruh pendekatan permasalahan ini terdapat 2 arah kesimpulan yang berbeda. Seorang dapat mempelajari secara terperinci contoh-contoh yang ditemukan untuk membuktikan bahwa Calvin mengakui adanya kesalahan di dalam teks asli Alkitab. Tentu saja hal ini harus diteliti karena jika ada pernyataan yang mengekspresikan adanya kesalahan tersebut, walaupun pada fakta hanya ada satu saja yang mengekspresikan hal itu, telah merupakan dasar yang kokoh untuk mengatakan bahwa doktrin Calvin tentang otoritas Alkitab tidak meliputi atau tidak berimplikasi kepada suatu penegasan doktrin inerrancy. Presuposisi yang diambil dari sini adalah bahwa Calvin konsisten dengan dirinya sendiri, sehingga ia tidak akan menegaskan sesuatu di satu tempat apa yang ia sangkal di tempat lainnya. Mereka yang mengenal karya Calvin akan langsung menyetujui presuposisi ini, karena asumsi ini bukan tidak beralasan. Penelitian-penelitian seperti ini telah sering dilakukan, namun maafkanlah saya, jika dalam penulisan ini saya tidak berusaha untuk mengulang kembali seluruh pernyataan tentang kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dibuktikan ini.

Diambil dari:
Nama buku:Majalah Momentum
Judul artikel:John Calvin dan Inerrancy (I)
Penulis artikel:Roger Nicole
Penerbit:LRII, Jakarta, 1996
Halaman:22-33

Yuk, Ikut Kelas Natal!

John Calvin dan Inerrancy (II)

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Banyak keberatan yang diajukan oleh para kritikus kepada John Calvin yang menyudutkan pemikiran-pemikirannya sebagai "anti-inerrancy". Namun, benarkah Calvin demikian? Benarkah dia menolak kebenaran mutlak Alkitab? Dalam edisi ini, kita akan melihat lanjutan pembahasan dari edisi bulan lalu. Edisi lanjutan ini akan membahas tentang asumsi/dugaan 5 enigma (kebingungan) yang akan diajukan oleh para kritikus kepada Calvin jika memang benar ia tidak mengakui doktrin inerrancy, dan bagaimana kesimpulan penulis terhadap hal ini. Selamat membaca. Kiranya kita boleh belajar untuk semakin kritis dalam mengerti kebenaran Alkitab.

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

 
Edisi: 
Edisi 182/November 2016
Isi: 

John Calvin dan inerrancy (II)

Seorang akan meneliti bagaimana pernyataan yang tidak mempunyai bukti dari pandangan "limited inerrancy" (yaitu pandangan inerrancy yang terbatas hanya pada hal-hal yang berkenan dengan iman dan etika) dapat sesuai dengan seluruh skema dari pekerjaan Calvin sepanjang hidupnya. Hal ini yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika diasumsikan bahwa Calvin tidak mengakui doktrin inerrancy, maka kemungkinannya menurut saya akan muncul lima enigma (kebingungan).

Enigma pertama, berhubungan dengan proposisi bahwa Calvin memisahkan diri dari doktrin inspirasi dari skolastik yang berlaku saat itu, termasuk inerrancy, yang pada saat itu telah diakui dan telah diterima secara lazim pada paruh pertama abad ke-16. Namun, tidak ada fakta bahwa ia menolak implikasi dari doktrin inerrancy. Karena itu, kita di sini mengonfrontasi usul yang tidak masuk akal, yaitu bahwa ketika dengan tegas Calvin mengungkapkan perbedaan yang sangat banyak dengan pandangan Roma Katholik. Di dalam banyak pendapat yang muncul, kadang kala ia membiarkan pandangan Alkitab mereka tidak diganggu gugat. Tentunya jika Calvin menegur Roma Katholik di dalam permasalahan ini, bukanlah karena mereka taat membabi buta kepada seluruh pernyataan Alkitab, tetapi LEBIH kepada karena mereka gagal untuk menaati Alkitab secara benar (sesuai dengan mandatnya) atau untuk mengikat diri dari mereka sendiri kepada apa yang dinyatakan oleh Alkitab. Sangatlah aneh jika seseorang yang dipimpin di dalam iman yang sebesar ini, yang telah mampu melepaskan diri dari cara penerimaan Alkitab yang membabi buta ini, gagal untuk menyatakan tidak sependapat dengan mereka yang masih berada di bawah kuk ini. Pasti akan dikatakan bahwa hal tersebut terjadi karena Calvin takut bahwa dirinya akan diserang oleh permasalahan yang sama yang akan mengakibatkan pengajarannya tidak diterima dan berdasarkan kecerdikannya. Ia merasa adalah lebih bijaksana untuk tidak melakukan hal itu demi masa depannya, khususnya yang berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai otoritas Alkitab. Rentetan alasan yang dimunculkan ini harus berhadapan dengan suatu keberatan yang serius, mengingat bahwa keterusterangan adalah tabiat Calvin untuk menyatakan suatu hal yang ia mengerti sebagai kebenaran.

Knowing yourself begins with knowing God -- John Calvin

Enigma kedua, timbul ketika asumsi tersebut dihubungkan dengan fakta bahwa Calvin dengan keras mengecam orang-orang seperti Servetus, Castellion, dan lain-lain, yang tidak menerima otoritas Alkitab atau tidak serius menerimanya. Di lain pihak, ia juga menentang mereka yang menerima apa saja sebagai otoritas, padahal tidak dimandatkan dengan jelas oleh Alkitab. Oleh karena itu, ketika Calvin menyanggah, baik kepada mereka yang tidak sepenuhnya menerima otoritas Alkitab maupun kepada mereka yang menerima otoritas yang tidak wajar di luar Alkitab, secara jelas, Calvin mengungkapkan keyakinan dan pengakuannya akan prinsip sola scriptura. Meyakini hal itu sambil memegang prinsip-prinsip sub rosa mengenai penerimaan yang utuh akan inspirasi Ilahi adalah merupakan suatu kepura-puraan atau sikap bermuka dua, dan sangat sulit menerima bahwa hal ini adalah karakteristik Calvin.

Enigma ketiga, berhubungan dengan kemampuan Calvin untuk bersahabat dengan orang-orang seperti Peter Martyr, Zanchius, dan lainnya, yang mengaku mengenal doktrin inspirasi, bahkan hingga ke poin dari penerimaan beberapa formula dari doktrin skholasitisme. Kita tidak pernah menemukan kritikan yang diajukan Calvin berkenaan dengan pandangan mereka. Tentunya, jika Calvin merasa bahwa pandangan yang kuat tentang inspirasi mampu membuat perpecahan yang serius di dalam gereja, ia tidak akan ragu-ragu untuk menyatakan ketidaksetujuannya ini. Yang terjadi adalah bahwa Calvin merekomendasikan penggantiannya, Theodore dari Beza, yang menurut para sarjana, secara praktis berorientasi kepada metodologi skolastik dan pandangan tentang Alkitabnya sesuai dengan kerja pikir inerrancy. Tidaklah benar jika mengatakan bahwa Calvin membuat rekomendasi tersebut karena ketidaktahuannya, karena ia mempunyai banyak kesempatan untuk mengenal keseluruhan pandangan dan metode dari Beza. Melalui pengaruh Calvinlah, Beza bekerja di Akademi Lausanne dan mendapat posisi sebagai direktur dari Akademi di Jenewa (1559) -- suatu proyek yang sangat penting dalam pandangan Calvin. Dalam lima tahun terakhir dari kehidupan Calvin, Beza mendiskusikan kepadanya tentang tanggung jawab dari pastoral konseling di Jenewa. Dengan restu Calvin, Beza berhasil menjadi konselor pernikahan di kota itu, di mana pengaruhnya berlangsung selama 40 tahun. Membayangkan bahwa Calvin dengan cara ini merekomendasikan seseorang yang mempunyai pandangan yang tidak dapat disetujuinya atau bahwa Calvin gagal melihat adanya jurang pemisah antara Beza dengan dirinya adalah hal yang tidak dapat diterima dan menggelikan, terutama sekali karena berdasarkan keberatan yang diajukan Beza yang tampaknya menolak pendekatan Calvin. Namun, fakta mengatakan bahwa jika ada satu keberatan muncul dari biografi Beza tentang Calvin, hal itu karena telah dibubuhi dengan beberapa elemen hagiography. Dengan demikian, Beza tidak lebih merasakan adanya jurang pemisah antara pandangan-pandangan Calvin dengan dirinya.

Enigma keempat, muncul dari fakta bahwa telah sangat lama berselang setelah kematian Calvin, tidak seorang pun berpikir bahwa Calvin memegang segala sesuatu kecuali pandangan yang ketat tentang doktrin inspirasi. Orang yang tidak setuju dengan pandangan demikian pasti akan memisahkan diri dari Calvin. Usaha-usaha orang mengepung Calvin untuk mendukung doktrin inerrancy yang terbatas, muncul menjadi suatu perkembangan pada akhir-akhir ini yang dibuat lebih tidak cocok dengan fakta karena hal ini timbul sangat terlambat di dalam sejarah pemikiran. Sulit untuk menerima bahwa pandangan Calvin telah disalahmengertikan oleh teman-teman dan musuh-musuhnya, dan bahwa kita harus menunggu sampai ke akhir abad 19 dan 20 untuk menangkap kembali kebenaran dari pandangannya. Jika ternyata Calvin berpandangan, misalnya seperti yang dikatakan oleh Rogers dan McKim, kita juga harus percaya bahwa Calvin berusaha keras untuk menyembunyikan pandangannya ini, tidak saja selama hidupnya, bahkan sampai 300 tahun setelah kematiannya. Hal ini adalah suatu mukjizat dalam hal menemukannya kembali tanpa menemukan sumber-sumber baru yang tidak terpecahkan oleh penulis-penulis sebelumnya. Pada faktanya adalah bahwa pandangan ini tidak pernah muncul terdokumentasi satu pun, baik oleh pernyataan-pernyataan Calvin maupun orang-orang sesamanya. Alasan utama yang menegaskan bahwa Calvin memegang doktrin inerrancy terbatas didasarkan pada keinginan banyak orang untuk memasukkan Calvin pada barisan orang-orang pendukung pendapat mereka. Namun, hal ini adalah ambisi yang tidak beralasan dan bukan keobjektifan akademis. Kita pasti bangga, bahwa banyak orang ingin untuk mendapat dukungan Calvin. Namun, keinginan ini tidaklah merupakan jaminan langsung untuk menyatakan bahwa Calvin mendukung pendapat yang baru-baru akhir ini saja ada di dalam teks.

Enigma kelima, berhubungan dengan sifat dasar dari fakta-fakta sebelumnya untuk membuktikan bahwa Calvin tidak memegang doktrin inerrancy.

Calvin dituduh bahwa ia mengakui kebebasan dari para penulis Perjanjian Baru dalam mengutip Perjanjian Lama -- dan ini sama dengan para penganut inerrancy yang modern -- tetapi Calvin memperlihatkan perhatian besar untuk menunjukkan keharmonisan arti dan kesesuaian metodologi dari para penulis Perjanjian Baru.

Calvin dituduh bahwa ia mengakui hanya perkiraan atau kurang ketepatan di dalam detail kronologis, akomodasi terhadap pandangan dunia, dan hidup dari dunia purbakala -- demikian juga pandangan inerrancy yang modern -- namun dia menimbulkan permasalahan ini untuk menunjukkan ketaatan dari praktis penulis-penulis Alkitab (misalnya bandingkan 1 Korintus 10:8).

Calvin dituduh menyamakan kekuatan kalimat pengajarannya dengan Alkitab -- dan demikian juga inerrancy yang modern -- namun hal itu adalah untuk menguraikan pengajarannya yang sesuai dengan pola dari kalimat-kalimat di dalam Alkitab. Bagi Calvin, mengajar adalah untuk menguraikan Alkitab secara terperinci dan tidak ada hal yang lain.

Calvin dituduh memperhatikan doktrin dan etika Firman, dan tidak mau menghabiskan waktunya dengan detail yang tidak mengenai pokok permasalahannya -- dan inerrancy yang modern tidak mempunyai alasan yang baik untuk bergabung dengannya --, namun hal ini tidak berarti bahwa Calvin berpandangan ada masalah-masalah minor yang bertentangan di dalam Alkitab autographa. Karena itu, di dalam pengajarannya, Calvin berusaha untuk mengorelasikan ayat-ayat Alkitab. Hal ini dicatat di dalam Commentary on the Harmony of the Gospel dan di dalam keseluruhan tulisannya. Beberapa orang menganggap penjelasan ini tidak masuk akal. Namun, makin banyak penjelasan yang ia berikan, lebih banyak lagi bukti yang menunjukkan kesatuan dan keharmonisan Alkitab.

Calvin dituduh menyatakan bahwa ada beberapa kesalahan di dalam Alkitab yang harus diperbaiki -- dan kaum inerrancy yang modern tidak mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan teks autographa -- tetapi hanya 2 contoh tipe ini yang dikemukakan dari tulisan Calvin, yaitu ulasan dari Matius 27:9 dan dari Kisah Para Rasul 7:16, dan kedua ayat ini lebih baik ditafsirkan sebagai perbedaan di dalam kritik tekstual (textual criticism) daripada koreksi Calvin dari pesan aslinya. Tentunya, jika ada pengakuan tentang adanya kesalahan yang tercantum di dalam tulisan Calvin, seseorang dari antara ke-28 sarjana di dalam daftar yang kedua di atas dapat menemukannya dan mengutipnya untuk membuktikan kebenaran pandangan mereka. Tentu, mereka tidak membiarkan permasalahan ini di dalam ketegangan dan tetap hanya mengutip bagian-bagian yang tidak meyakinkan.

When the Bible speaks, God speaks -- John Calvin

Saya sangat meyakini posisi saya dalam persoalan ini. Sebagai bukti dari keyakinan saya akan pengetahuan tentang John Calvin, maka saya siap untuk memberikan hadiah US$. 100.00 kepada orang pertama yang dapat membuktikan dari tulisan Calvin yang otentik bahwa Calvin menolak kebenaran dari teks autographa dari setiap pernyataan Alkitab.

Diambil dari:
Nama buku:Majalah Momentum
Judul artikel:John Calvin dan Inerrancy (II)
Penulis artikel:Roger Nicole
Penerbit:LRII, Jakarta, 1996
Halaman:33-36

Aplikasi Tafsiran Alkitab

Kelahiran dari Anak Dara

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Kelahiran Sang Anak Allah yang dijanjikan melalui rahim manusia adalah keunikan terbesar yang disaksikan oleh surga dan seluruh alam raya. Bagaimana tidak? Saat itu, kita dapat melihat Sang Allah kekal yang tidak terbatas itu membatasi diri-Nya dalam sesosok daging dan tubuh manusia. Dia hadir dalam sejarah umat manusia, bahkan harus menundukkan diri di bawah hukum-Nya. Dia lahir dengan cara yang sama seperti manusia mana pun, yaitu melalui rahim seorang wanita, yang telah ditentukan oleh Allah. Dia dikandung dan dilahirkan dari seorang wanita yang masih benar-benar perawan. Tentu hal ini menjadi gejolak bagi dunia karena kejadian ini tidak alamiah dan menentang hukum sebab akibat alam. Banyak orang pada saat itu meragukan berita ini karena fakta seharusnya tidaklah demikian. Namun, sejak zaman Yesaya telah dinubuatkan bahwa akan ada kelahiran yang terjadi melalui seorang perawan (Yesaya 7:14). Bahkan, dalam kitab Kejadian pun, berita tentang kelahiran-Nya telah dikabarkan.

Pada edisi kali ini, redaksi e-Reformed secara khusus menyajikan sebuah artikel bertema kelahiran Kristus melalui anak dara. Ada beberapa isu yang mencoba menjelaskan bahwa bila Kristus lahir dari seorang anak dara, hal itu adalah sebuah kebohongan, bahkan mitos. Tentu saja, hal ini adalah kekeliruan besar karena bertolak belakang dengan kebenaran Alkitab yang kita percayai. Sudah semestinya setiap kita, orang percaya, turut bertanggung jawab menjelaskan dan menyampaikan kabar kebenaran Natal kepada mereka yang belum mengetahui atau bahkan menolaknya. Artikel berikut akan secara khusus memberikan penjelasan tentang fakta kelahiran Kristus melalui seorang anak dara dari sisi sejarah.

Segenap redaksi e-Reformed mengucapkan "Selamat merayakan Natal kepada seluruh pembaca e-Reformed. Soli Deo Gloria!"

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 183/Desember 2016
Isi: 

Bishop David Jenkins meragukan bahkan menyatakan penyangkalannya mengenai realita sejarah mengenai kelahiran dari anak dara. Ia menyebutnya sebagai natur simbolis dan mitologis kisah kelahiran dari anak dara. Dalam suratnya Desember 1984, ia menulis bahwa sekelompok orang tidak dapat mengerti, atau tidak akan mendengarkan, poin bahwa banyak dari kisah Alkitab adalah direalitakan, tidak dengan menjadi literatur yang benar, tetapi karena menjadi simbol yang diinspirasikan oleh iman yang hidup mengenai aktivitas nyata dari Allah.

Messiah

Akan tetapi, banyak dari kritik bishop tidak selalai dan juga tidak sekeras kepala seperti yang ditunjukkannya. Kita tahu dengan baik bahwa ada jenis literatur yang disebut mitos yang memasukkan kebenaran dalam bentuk sejarah tanpa menyatakan bahwa itu bersifat sejarah. Ini tidak termasuk dalam perdebatan di antara kita. Banyak mitos kafir yang beredar dalam abad pertama, termasuk yang berasal dari Yunani dan Mesir asli mengenai satu dewa juru selamat yang lahir dari anak dara yang memerintah langit dan laut. Akan tetapi, kisah-kisah ini membuktikan sendiri bahwa mereka adalah mitos. Orang tidak percaya bahwa kisah itu adalah sejarah. Pertanyaannya adalah apakah para penulis Injil dengan sengaja menulis mitos ketika mereka mengisahkan kelahiran dari anak dara dan apakah mereka bermaksud untuk memberi pengertian semacam itu kepada kita. Jawaban saya: "Jelas tidak!" Profesor Henry Chadwick dalam artikelnya menunjukkan bahwa di dalam Pengakuan Iman Rasuli adalah pernyataan yang tercatat dalam sejarah dan ada yang puitis. Kalimat "Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa" termasuk dalam pengertian puitis, tetapi "Ia dilahirkan oleh Anak Dara Maria dan Pada hari yang ketiga Ia bangkit dari antara orang mati" termasuk pernyataan yang berdasarkan sejarah.

Benar bahwa hal kelahiran Yesus dari anak dara tidak mendapat penekanan sebanyak yang terjadi dalam hal mengenai kematian dan kebangkitan-Nya dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam khotbah-khotbah awal Petrus dalam Kisah Rasul maupun kesimpulan Paulus mengenai Injil dalam I Korintus 15 yang menyinggung mengenai kelahiran Yesus dari anak dara. Meskipun keempat penulis Injil sesungguhnya menuliskan seperti yang dikatakan Markus Injil mengenai Yesus Kristus (Markus 1:1), dan meskipun Matius dan Lukas dalam Injil mereka mencatat mengenai kelahiran dari anak dara, tetapi tidak ada tempat dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa catatan itu menjadi bagian integral dengan Kabar Baik. Meskipun demikian jelas diajarkan dalam Injil dan sejak itu menjadi kepercayaan yang diterima dengan suara bulat dari gereja universal. Pengajaran dan tradisi ini tidak bisa begitu saja dikesampingkan. Selain itu, adalah suatu hal yang serasi bahwa Satu Pribadi yang supernatural (yang adalah Allah dan manusia) harus memasuki, seperti juga meninggalkan dunia ini, dengan cara yang supernatural.

Serangan atas kelahiran dari anak dara bukanlah hal yang baru. Sebaliknya, mereka sama tuanya dengan kekristenan itu sendiri. Dalam abad pertama, banyak orang Yahudi Ebionit dan sekte tertentu dari Gnostik menyangkal keilahian Yesus, dan oleh sebab itu menghilangkan kisah kelahiran dari anak dara. Dalam abad kedua, bidat Marcion, yang menolak sepenuhnya Perjanjian Lama, memublikasikan satu versi dari hanya satu Injil (Lukas) dengan mengabaikan kedua pasal pertamanya. Kemudian, golongan rasionalis dan skeptis dari setiap abad meragukan atau meremehkan kelahiran dari anak dara. Contohnya Renan, humanis dari Perancis dengan bukunya "Vie de Je'sus" yang menimbulkan sensasi ketika beredar dalam tahun 1863, memulai bab keduanya demikian: "Yesus dilahirkan di Nazaret, sebuah kota kecil di Galilea, yang sebelumnya tidak melahirkan orang yang terkenal .... Ayahnya Yusuf dan ibunya Maria adalah orang-orang dari kalangan bawah." Kritik ini biar bagaimana pun juga berasal dari luar gereja.

Yang baru sekarang ini adalah pandangan mereka ditoleransi di dalam gereja, bahkan di antara pemimpin gereja yang seharusnya dengan khidmat menjaga dan mengajarkan iman Kristen yang bersejarah. Pada awal abad ini, penahbisan William Temple ditunda dua tahun sampai ia yakin mengenai kelahiran Yesus dari anak dara dan kebangkitan tubuh, dan dalam 1917 dan 1918 Kepala bishop, Randall Davidson, menolak untuk menahbiskan Hensley Henson yang sedang dicalonkan untuk menjadi Bishop of Hereford, sampai ia mampu memberikan jaminan yang memuaskan bahwa ia tidak menyangkal doktrin-doktrin dalam Pengakuan Iman Rasuli. Sebab, Kepala Bishop John Habgood menahbiskan David Jenkins tanpa menerima jaminan yang sama sehingga banyak dari kita diganggu oleh pandangan yang mendukakan ini.

Mungkin bijaksana jika pada poin ini menjelaskan pengertian dari kelahiran dari anak dara. Ada ekspresi yang salah karena menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa mengenai kelahiran Yesus, sementara kelahiran-Nya seluruhnya adalah normal dan alamiah. Penghamilannya yang tidak biasa karena sesungguhnya bersifat supernatural; karena ia diyakinkan dengan pekerjaan dari Roh Kudus, tanpa kerja sama dari seorang bapa manusiawi.

Dalam diskusi kita mengenai kelahiran dari anak dara, ada dua pertanyaan yang perlu ditanyakan. Yang pertama mengenai kesejarahannya (Apakah itu sungguh-sungguh terjadi?) dan yang kedua adalah signifikansinya (Apakah yang terjadi?).

Kesejarahan Mengenai Kelahiran dari Anak Dara

Natal 1

Ketika kita menimbang bukti-bukti sejarah untuk kelahiran dari anak dara, ada empat bukti harus dipikirkan. Pertama, kesaksian dari para penulis Injil: Matius dan Lukas, keduanya menanggung dualitas kesaksian mengenai keperawanan dari Maria. Benar, mereka menelusuri jejak genealogi Yesus melalui Yusuf dan tidak dirintangi dalam menunjuk kepada Yusuf sebagai bapak dari Yesus. Akan tetapi, setelah ia menikah dengan Maria, ia adalah ayah yang sah dari Yesus. Maka tidak ada kesulitan di sini. Faktanya adalah bahwa menurut penulis Injil pertama dan ketiga, ketika Maria mengandung ia bertunangan, bukan menikah dengan Yusuf, dan ketika Yesus dilahirkan ia tetap seorang perawan. Lagi pula cukup jelas bahwa Matius dan Lukas memercayai hal ini. Mereka menulis dalam bentuk prosa bukan puisi, sebuah sejarah dan bukan mitos. Beberapa sarjana memperdebatkan bahwa Matius pada khususnya (bukan Lukas, yang mengklaim pengusutan sejarah telah diperhatikan) tidak cenderung untuk menuliskan sebuah narasi murni sejarah, tetapi ia bebas mengembangkan dan membubuhi sumber-sumbernya sehingga akibatnya adalah sebuah Midrash, yaitu pencampuran sejarah dengan yang nonsejarah, yang (lebih lanjut dikatakan) merupakan sebuah bentuk yang biasa yang dikenal dalam literatur Yahudi pada zamannya. Namun demikian, perkiraan ini jauh dari pembuktian. Bukti kurang dalam tiga area kritis: pertama, bahwa itu merupakan genre literatur yang biasa pada waktu itu (tidak kelihatan menjadi seperti demikian sampai abad kedua); kedua, bahwa Matius cenderung untuk menulis Midrash (ia pasti tidak membumbui Perjanjian Lama dengan fiksi, seperti yang dilakukan oleh para penafsir Midrash; dan ketiga, bahwa orang-orang pada zamannya itu mengertinya untuk menggunakan bentuk khusus ini (yang tidak dilakukan oleh bapak-bapak gereja pada awal gereja). Selain itu, ketika seseorang membaca injil Matius dengan segar, ia didorong oleh detail konteks sejarah dari kelompok orang, tempat-tempat dan waktu yang di dalamnya ia letakkan dalam kisahnya.

Jika ditekankan bahwa Matius dan Lukas percaya bahwa Maria adalah ibu Yesus, yang adalah seorang dara, lalu timbul pertanyaan: mengapa Markus dan Yohanes tidak mengatakan demikian juga? Dan, mengapa sisa dari Perjanjian Baru membisu mengenai kelahiran Yesus dari anak dara? Dalam menjawabnya, kita mulai dengan mengingat bahwa argumen bisu jelas tidak dapat diandalkan. Contohnya, Markus dan Yohanes tidak mengatakan apa-apa mengenai masa kecil Tuhan Yesus, tetapi kita tidak mengonklusikan dari hal ini bahwa Yesus tidak pernah mempunyainya. Kemudian, ada bukti tidak langsung bahwa Yohanes tidak tahu mengenai masalah ini dan percaya kelahiran dari anak dara. Saya tidak hanya berpikir mengenai pernyataan agungnya bahwa "Firman telah menjadi daging dan tinggal ... di antara kita." (Yohanes 1:14), tetapi juga mengingat kembali pernyataan bahwa Yesus "datang dari atas", "turun dari surga", "diutus oleh Bapa", "datang ke dalam dunia". Beberapa intervensi supernatural menjadi penting untuk membuat hal-hal ini dapat diterima.

Fakta bahwa Markus dan Yohanes mengabaikan kisah Kristus sebenarnya tidak relevan untuk alasan sederhana bahwa mereka tidak diharuskan untuk menulis hanya tentang kelahiran dan masa kecil Yesus saja. Mereka berdua memilih untuk memulai kisah dari Yohanes Pembaptis. Poin signifikansi adalah hanya dua penginjil yang menekankan penjelasan kelahiran Yesus dan menyatakan bahwa Ia dilahirkan dari seorang dara.

Faktor kedua yang perlu dipikirkan adalah keotentikan suasana yang disinggung dalam kisah. Ketika kita membaca pasal-pasal awal dari Matius dan Lukas, kita dibawa kembali kepada hari-hari akhir dari Perjanjian Lama. Zakharia dan Elisabet, Yusuf, Maria, Simeon, dan Hana adalah orang-orang beribadah dari Perjanjian Lama yang memandang dan menantikan kerajaan Allah. Konteksnya kaya dengan kesalehan khas Perjanjian Lama. Bahasa, gaya, dan susunan dari cerita-cerita adalah seluruhnya berciri Ibrani. Jauh dari tambahan legenda yang kemudian. Kisah-kisah ini terdengar dan terasa seperti ditulis pada masa sangat awal.

Sebagai tambahan, kisah-kisah ini mengungkapkan kesederhanaan dan kebijaksanaan. Sesungguhnya, cerita-cerita kafir pada masa itu mengisahkan mengenai dewa-dewa yang melakukan hubungan seks dengan manusia perempuan. Akan tetapi, pada tempat dari mitos yang sadis dan fantastik itu, para penginjil bungkam. Mereka memperlakukan keintiman yang suci mengenai dikandungnya Yesus dengan cara yang paling halus.

Ketiga, kita harus menanyakan tentang keaslian cerita kelahiran anak dara. Kisah Matius dan Lukas memiliki kesamaan inti. Mereka berdua menunjukkan hubungan kehamilan Maria dengan Roh Kudus, bukan Yusuf dan mereka juga menunjukkan kepada problem dan kekhawatiran yang disebabkan oleh keperawanannya. Akan tetapi, perhitungan mereka jelas berdiri sendiri (tidak ada bukti persekongkolan), saling melengkapi (mereka mengisahkan dari perspektif yang berbeda). Lukas menulis pengumuman kepada Maria, dan kebingungannya seperti bagaimana dia dapat menjadi seorang ibu sementara belum menikah. Matius, di lain pihak, menulis penemuan Yusuf bahwa Maria hamil dan kebingungannya, keputusan untuk menceraikan Maria karena itu bukan anaknya, dan mimpinya di mana di dalamnya Allah mengatakan kepadanya untuk mengambil Maria sebagai seorang istrinya. Pada puncaknya, fakta harus datang dari Maria dan Yusuf sendiri, baik dalam bentuk tulisan atau bentuk perkataan. Selama Lukas dua setengah tahun bebas di Palestina, yang saya hubungkan, tampak segala kemungkinan bahkan kemungkinan bahwa ia bertemu dengan Dara Maria secara pribadi dan menerima cerita dari bibirnya sendiri. Dalam seluruh keadaan, bukti-bukti dari dalam menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru kita memiliki dua kisah asli, pada awal, yang terpisah, yang berbicara mengenai kelahiran anak dara, masing-masing berdiri sendiri, satu sama lain melengkapi, yang satu dari Yusuf, yang lain dari Maria.

Faktor keempat yang kita akan lihat adalah gosip mengenai kelahiran di luar nikah dari Yesus. "Fakta pertama dan paling tidak bisa dibantah mengenai kelahiran Yesus" tulis JAT Robinson, munculnya dari Wedlock. Satu pilihan yang tidak berbukti bahwa Yesus adalah anak sah dari Yusuf dan Maria. Hanya satu pikiran terbuka bagi kita antara kelahiran anak dara dan kelahiran di luar nikah.

Jelas bahwa gosip kemungkinan kelahiran di luar nikah dari Yesus sudah tersebar selama ia terjun melayani dalam masyarakat dalam usaha untuk menjatuhkan-Nya. Contohnya: ketika Ia mengemukakan bahwa pasti orang Yahudi yang tidak percaya tidak memiliki Abraham sebagai bapa, tetapi si jahat. Mereka membantah, "Kami bukan anak-anak haram!" yang sepertinya sebagai sindirian bahwa itulah Ia (Yohanes 8:41). Pada kesempatan lain, kali ini dalam kota-Nya sendiri, ketika orang-orang diserang oleh pengajaran-Nya, mereka bertanya, "Tidakkah ini anak Maria?" (Markus 6:3). Dalam lingkungan patriakh, ini adalah pembicaraan yang menghina, sindiran yang tidak mungkin meleset. Kemudian, dalam kesempatan ketiga, orang-orang tidak percaya bertambah, berteriak kepada seorang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh Yesus (Yohanes 9:29). Gosip ketidaksahan Yesus bertahan lama setelah kematian-Nya. Dalam Talmud Yahudi, hal ini menjadi jelas. Dalam abad III, sarjana Kristen Origen harus menjawab kritik hinaan dari Celsus bahwa Yusuf membawa Maria keluar dari rumahnya karena ia telah berzina dengan seorang serdadu bernama Panthera. Bagaimana dalam dunia ini dapat timbul gambaran dan fitnahan kecuali telah diketahui bahwa Maria telah mengandung ketika Yusuf menikahinya? Betapa tidak menyenangkannya gosip ini, tetapi inilah bukti nyata dari kelahiran anak dara.

Signifikansi dari Kelahiran Anak Dara

Natal 2

Kita maju sekarang dari bukti kesejarahan kelahiran anak dara kepada pertanyaan mengenai signifikansinya: Apa yang terjadi? Kita telah mencatat bahwa kelahiran Yesus tidak mendapat penekanan dalam Perjanjian Baru yang sama seperti kebangkitan-Nya, bukan merupakan suatu kejutan kecil, sejak kebangkitan-Nya dipublikasikan dan mempunyai saksi mata, sementara kelahiran anak dara adalah hal yang bersifat sangat pribadi dan tidak mempunyai saksi. Akan tetapi, jurusan yang dipakai para pengkritik untuk menyerang menunjukkan bahwa mereka mengenali kepentingannya.

Catatan Lukas mengenai pengumuman itu: Lukas 1:26-36:

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan keenam bagi dia, yang disebut mandul itu."

Setelah malaikat memberi salam kepada Maria sebagai seorang yang mendapat anugerah khusus dan kehadiran Allah, pemberitahuannya kepada Maria mengenai tujuan Allah ada dalam dua tahap, yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Yang pertama, menekankan kesinambungan Anaknya dengan masa lalu karena Maria akan mengandung-Nya. Yang kedua, menekankan ketidaksinambungan-Nya, bahkan keunikan-Nya, karena Roh Kudus akan menaungi-Nya.

Dalam bagian pertama (ayat 30-34), malaikat mewartakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang putra, Ia akan menjadi "besar" (dinamakan Yesus dan Putra Yang Mahatinggi, yang berhubungan dengan pekerjaan penyelamatan Mesianik-Nya) dan bahwa Ia akan memerintah di atas takhta Bapa-Nya, Daud, dan memerintah atas rumah Yakub selama-lamanya. Dengan kata lain, Ia akan mewarisi dari ibu-Nya: kemanusiaan ("engkau akan .... melahirkan seorang putra") dan posisi-Nya di takhta Mesianik. Paling sedikit, inilah yang diimplikasikan. Dengan yakin, Rasul Paulus kemudian menekankan hal ini ketika menuliskan bahwa Yesus "dalam natur-Nya sebagai manusia adalah keturunan Daud" (Roma 1:3). Pada waktu yang bersamaan, Yusuf secara eksplisit dijelaskan sebagai keturunan Daud. Dengan menamai Yesus (Matius 1:21,25), ia menerima-Nya sebagai Putranya, dan dengan menerima-Nya, membuktikan Ia mempunyai hak-hak legal sebagai anak sah.

Dalam bagian yang kedua (ayat 35), malaikat melanjutkan mengatakan bahwa Roh Kudus akan berada di atas Maria dan kuasa dari Yang Mahatinggi akan menaunginya (awan dalam Alkitab adalah simbol dari kehadiran Allah). Dan, oleh sebab itu, anak yang akan dilahirkannya adalah unik, sebagai Yang Suci (berhubungan dengan ketidakberdosaan-Nya) dan Anak Allah (yang membuktikan dalam pengertian lebih dalam daripada sebutan sebagai Mesias).

Dalam cara ini, diumumkan kepada Maria bahwa kemanusiaan dan kemesiasan anaknya akan keluar daripadanya, ibu yang akan mengandung dan melahirkan-Nya, sementara ketidakberdosaan dan keilahian-Nya akan keluar dari Roh Kudus yang akan menaunginya dengan kuat kuasa-Nya. Kesinambungan akan terlihat pada kelahiran natural-Nya melalui Maria, dan ketidaksinambungan dengan kehamilan supernatural melalui Roh Kudus. Ia akan menjadi keturunan Adam melalui kelahiran-Nya, tetapi diangkat menjadi Adam kedua (kepala dari kemanusiaan yang baru) melalui dikandung-Nya dari Roh Kudus.

Sebagai akibat dari kelahiran anak dara (yaitu, kebenaran dari Pengakuan Iman Rasuli bahwa Ia dikandung oleh Roh Kudus, dilahirkan dari Anak Dara Maria), Yesus Kristus secara bersamaan adalah anak Maria dan Anak Allah, manusia dan ilahi, Mesias dari keturunan Daud dan Juru Selamat yang tidak berdosa bagi orang-orang berdosa. Karena Allah adalah bebas dan mahakuasa, dan kita tidak mempunyai kebebasan untuk membatasi-Nya, tanpa diragukan lagi Ia dapat melaksanakan tujuan ini melalui beberapa cara lain. Akan tetapi, Perjanjian Baru membuktikan bahwa Ia memilih cara melalui kelahiran anak dara, dan tidak sulit untuk mengerti kemasukakalan dan kelayakannya.

Respons Maria terhadap pengumuman dari malaikat menyentuh kekaguman langsung kita. "Aku adalah hamba Tuhan," ia berkata, "Jadilah kepadaku seperti yang kau katakan." Sekali tujuan dan metode Allah dijelaskan kepadanya, ia tidak keberatan. Keseluruhannya takluk kepada-Nya. Ia mengekspresikan kerelaan totalnya untuk menjadi anak dara sebagai ibu dari Anak Allah. Jelas itu adalah hak istimewa baginya: "Yang Mahakuasa telah melakukan hal besar bagiku," ia memuji (Lukas 1:49). Jelas itu menimbulkan kekaguman dan tanggung jawab besar juga. Menyangkut kesediaan untuk mengandung sebelum menikah dan membawa diri sendiri kepada malu dan penderitaan, dipandang sebagai perempuan yang tidak bermoral. Bagi saya, kerendahan hati dan semangat Maria dalam penyerahan terhadap kelahiran anak dara kontras dengan sikap pengkritik-pengkritik yang menyangkal hal itu.

Kita perlu kerendahan hati Maria. Ia menerima tujuan Allah, berkata, "Jadilah padaku seperti yang kau katakan." Akan tetapi, kecenderungan dari banyak orang sekarang ini adalah menolaknya, karena itu tidak sesuai dengan praanggapan mereka. Mereka yang menolak mukjizat secara umum dan kelahiran anak dara khususnya karena mereka percaya alam semesta berada dalam suatu sistem tertentu, tidak tampak untuk melihat keganjilan dari perintah Pencipta, apa yang Ia izinkan terjadi dalam ciptaan-Nya sendiri. Bukankah tidak ada lagi mode yang lebih baik untuk meneladani reaksi Maria dalam ketaatannya akan jalan Allah?

Kita juga membutuhkan semangat Maria, Ia sepenuhnya terbuka bagi Allah untuk memenuhi tujuan-Nya bahwa ia siap untuk mengambil risiko noda dengan menjadi ibu yang tidak menikah, menjadi orang yang disangka pezina dan menanggung anak yang tidak sah. Ia menyerahkan reputasinya kepada kehendak Allah. Kadang, saya heran jika penyebab utama dari begitu banyak teologi liberal adalah sarjana-sarjana yang lebih memperhatikan mengenai reputasi mereka dibandingkan wahyu Allah. Lucu tampaknya untuk menjadi naif dan cukup mudah percaya mengenai mukjizat, mereka dicobai untuk mengorbankan wahyu Allah di altar kehormatan mereka sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa mereka selalu berbuat demikian. Akan tetapi, saya merasa benar dalam hal ini karena saya sendiri merasakan pencobaan ini. Namun, jelas pengkritik akan menyeringai dan memperolok-olok, biarkan mereka. Apa yang terjadi adalah kita membiarkan Allah menjadi Allah dan melakukan dengan cara-Nya, bahkan jika bersama Maria, kita menghadapi risiko kehilangan nama baik kita.

Diambil dari:
Nama buku:Majalah Momentum
Judul artikel:Kelahiran Dari Anak Dara
Penulis artikel:John Rw Stott
Penerbit:LRII, Jakarta, 1996
Halaman:16-17, 26-27

Tetaplah di Dalam Firman

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Salomo menuliskan dalam Amsal 18:21, "Hidup dan mati ada di dalam kuasa lidah ...." Dalam catatannya, seorang penafsir Alkitab, Matthew Henry menuliskan tentang ayat ini sebagai berikut:

"Orang bisa berbuat banyak kebaikan, atau banyak kejahatan, baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri, sesuai dengan bagaimana ia menggunakan lidahnya. Banyak orang membawa kematian pada dirinya sendiri karena lidah yang keji, atau kematian pada orang lain karena lidah yang palsu. Dan, sebaliknya, banyak orang telah menyelamatkan nyawanya sendiri, atau mendatangkan penghiburan bagi dirinya dengan lidah yang bijaksana dan lembut, dan menyelamatkan nyawa orang lain dengan kesaksian atau doa syafaat tepat pada saat yang dibutuhkan. Jika dengan perkataan kita akan dibenarkan atau dihukum, hidup dan mati tidak diragukan lagi, dikuasai lidah."

Ya, jika tidak dikendalikan dalam hikmat Tuhan, lidah dapat membawa kutuk dan kematian bagi banyak orang. Betapa besarnya kuasa yang Tuhan berikan melalui perkataan dan lidah. Tuhan memberikan Firman, yaitu perkataan-Nya sendiri, bagi manusia. Perkataan Tuhan penuh kuasa dan kekal. Perkataan-Nya akan menghakimi, bahkan menyakiti, tetapi perkataan-Nya pulalah yang akan memulihkan dan membangun. Perkataan-Nya menentukan dan menetapkan segala sesuatu di seluruh jagad raya. Ketika Ia berfirman, jadilah sesuatu. Bagi orang yang sudah ditebus, perkataan yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang mencerminkan Tuhan, sehingga menyatakan kebenaran Ilahi.

Sajian edisi e-Reformed bulan ini yang berjudul, "TETAPLAH DI DALAM FIRMAN" akan menolong kita menggunakan lidah kita dengan bijak, karena akan dijelaskan mengapa lidah dan perkataan kita begitu penting. Selamat menyimak. Kiranya kita boleh menggumuli hal sederhana, tetapi begitu penting ini, sehingga kita bisa memiliki kerendahan hati untuk terus mau diajar oleh Roh Kudus dan semakin bijak dalam memakai lidah kita. Soli Deo Gloria!

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 185/Februari 2017
Isi: 

Pekerjaan Firman itu melantik kehidupan Kristen dan juga menopang perkembangannya. Lidah saya terus-menerus dibersihkan dan diubah oleh (bila saya diperkenankan menyatakannya) apa yang berasal dari lidah Allah. Ketika hati mendengar firman Allah itu berulang kali dengan telinga yang terbuka, hati itu diperbarui dan mulai menghasilkan lidah yang diubahkan. Prinsipnya adalah ini: apa yang keluar dari mulut kita semakin lama semakin ditentukan oleh apa yang keluar dari "mulut Allah". Penyucian lidah adalah pekerjaan di dalam kita yang didorong oleh firman Allah yang datang kepada kita pada saat kita mendengarnya dan mendiami kita pada saat kita menerimanya.

Tongue

Ini adalah "rahasia" bagaimana Tuhan Yesus sendiri menggunakan lidah-Nya. Matius memandang Tuhan Yesus sebagai penggenapan nubuat dari Nyanyian Sang Hamba yang pertama dalam paruh kedua nubuat Yesaya:

Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak
dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan.
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya,
dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya.
(Mat. 12:19-20, mengutip Yes. 42:2-3)

Jika kita bertanya bagaimana ini bisa terjadi dalam hidup-Nya, jawabannya ditemukan dalam Nyanyian Sang Hamba yang ketiga:

Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku
lidah seorang murid,
supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru
kepada orang yang letih lesu.
Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku
untuk mendengar seperti seorang murid.
Tuhan ALLAH telah membuka telingaku,
dan aku tidak memberontak,
tidak berpaling ke belakang.
Aku memberi punggungku kepada
orang-orang yang memukul aku,
dan pipiku kepada orang-orang
yang mencabut janggutku.
Aku tidak menyembunyikan mukaku
ketika aku dinodai dan diludahi.
(Yes. 50:4-6)

Pertolongan tunggal yang paling penting untuk kemampuan saya menggunakan lidah saya untuk kemuliaan Yesus ialah membiarkan firman Allah tinggal di dalam saya dengan begitu kaya sehingga saya tidak dapat berbicara dengan aksen lain. Jika saya melakukan itu, hasilnya ialah "dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani .... Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah [kamu melakukan] semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita" (Kol. 3:16-17).

Kebetulan (walaupun itu bukan sesuatu yang kebetulan) adalah mengapa begitu penting untuk berada di bawah pelayanan Firman di mana Kitab Suci dijelaskan dengan anugerah dan kuasa Roh Kudus. Dengan cara inilah--ya, dengan studi pribadi--maka firman Allah mulai melakukan pekerjaan rohaninya sendiri di dalam kita. Pada saat firman yang telah dibentuk di dalam mulut Allah itu kita cerna sebagai roti hidup, firman itu akan mulai membentuk pemikiran, afeksi, dan kemauan kita dengan cara yang menakjubkan.

Terlalu banyak orang Kristen yang jatuh ke dalam perangkap untuk percaya bahwa Allah memberikan kelahiran baru dan pembenaran, tetapi kemudian pada intinya kita dibiarkan melakukan sisanya dengan usaha kita sendiri. Kita perlu melihat bahwa kita hidup oleh setiap firman yang datang dari mulut Allah. Firman Allah menguduskan kita. Semakin saya bangun pada pagi hari dan makan dari Kitab Suci, dan semakin saya dibanjiri dengan Firman di bawah satu pelayanan alkitabiah, maka firman Kristus semakin melakukan pekerjaan penyucian di dalam dan kepada saya, dan akibatnya, Kristus akan semakin mengajari lidah saya pada saat Dia mencetak dan membentuk saya. Ya, memang perlu usaha yang keras--tetapi itu agar "perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu". Itu adalah suatu usaha yang dapat diterima!

Dalam hal ini, sebagaimana nyanyian Yesaya mengajar kita, Juru Selamat kita adalah Teladan kita, tetapi Dia bukan hanya dan terutama sebagai teladan. Sebelum menjadi teladan, pertama-tama Ia harus menjadi Juru Selamat kita. Semuanya ini merupakan bagian dari visi yang agung dari Nyanyian Sang Hamba dalam Yesaya (yang begitu berpengaruh dalam penerimaan Yesus sendiri akan Firman Allah). Bapa membuka telinga Anak-Nya; Sang Anak tidak suka memberontak. Dia bersedia "dianiaya dan ditindas". Pada saat Ia mengalami penghakiman dan hukuman itu, Ia "tidak membuka mulutnya" (Yes. 53:7).

Mengapa Yesus diam saja? Apakah ada yang lebih dari ini? Tentu saja ada! Dia diam karena setiap kata yang keluar dari bibir Anda; karena setiap kata yang memberi alasan yang cukup bagi Allah untuk menghukum Anda sampai kekekalan; karena Anda telah mengutuk Dia atau gambar-Nya.

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menanggung hukuman Allah atas dosa lidah kita. Ketika Dia berdiri menghadap Imam Besar dan kursi pengadilan Pontius Pilatus, Dia menerima hukuman atas kesalahan. Akan tetapi, itu adalah kesalahan saya. Dia menanggung dosa-dosa bibir dan lidah saya dalam tubuh-Nya di kayu salib.

Apakah Anda berharap agar Anda dapat mengendalikan lidah Anda dengan lebih baik? Apakah Anda ingin mengikuti teladan Yesus? Kalau begitu, pertama-tama Anda harus memahami bahwa Dia adalah Juru Selamat, dan kemudian Dia adalah Teladan. Anda perlu datang dengan kesadaran akan dosa bibir Anda, dan berkata:

Ya Allah, kasihanilah saya orang berdosa ini.
Terima kasih karena Yesus datang dan berdiam diri
agar Dia dapat menanggung hukuman atas penyalahgunaan lidah saya.

Dan, jika Anda mengetahui bahwa Dia telah mengambil hukuman dan murka Allah atas setiap kata Anda yang berdosa, Anda tidak dapat berbuat lain kecuali datang kepada-Nya dan mengatakan,

“Ribuan lidah bernyanyi, memuji Tuhanku.”

Dia dapat menjawab doa dan permohonan yang menyertainya,

“Sembuhkan 'ku dari dosa. lepaskan dari kesalahan dan kuasanya.“

Dan, segala kesalahan itu dapat dihapuskan! Kristus dapat membebaskan Anda dari penyalahgunaan lidah. Dan, jika Anda datang kepada-Nya dengan kesadaran akan dosa itu, Anda akan mendapati betapa mulianya Dia, Juru Selamat itu. Anda dibebaskan, walaupun belum sempurna dan mulia, sekarang lidah Anda mengucapkan pujian-Nya. Setelah dikeluarkan dari lubang dan lumpur, sekarang di bibir Anda terdapat nyanyian pujian bagi Allah Anda. Lantas, orang tidak hanya akan mendengar satu kosakata yang baru, tetapi mereka mendengar Anda berbicara dengan aksen yang berbeda. Inilah yang meninggalkan kesan abadi tentang kuasa Kristus dan perubahan oleh anugerah di dalam hidup Anda.

Negara asal saya adalah Skotlandia. Saya mendapatkan status istimewa sebagai penduduk asing di Amerika Serikat. Saya mendapatkan kartu hijau. Akan tetapi, orang sering mengingatkan saya, "Anda punya aksen yang berbeda." (Artinya, salah satu hal yang menakjubkan mengenai hadirat dan pekerjaan Roh Kristus dalam berkhotbah ialah bahwa setelah 15 menit menguraikan [Firman Allah], mungkin saja orang tidak lagi memperhatikan aksen Anda dan hanya mendengar aksen-Nya.)

Tongue Proverb

Karena itu, karena "tersiksa" dengan suatu "aksen", ketika naik lift--dan percakapan ringan yang biasa terjadi di situ--sering memberi saya kesenangan tertentu yang jail. Ketika pintu terbuka dan saya melangkah keluar, sesekali orang berkata, "Anda punya aksen yang berbeda. Dari mana asal Anda?" Ketika saya menunggu sampai pintu hampir tertutup, saya berkata sambil tersenyum, "Columbia, Carolina Selatan," sambil menatap wajah-wajah kebingungan yang ekspresinya mengatakan, "Yang benar saja! Anda bukan dari sekitar sini, 'kan?"

Ini merupakan satu perumpamaan mengenai apa yang mungkin terjadi pada umat Allah dalam cara kita menggunakan lidah kita, yang oleh anugerah Allah kita belajar berbicara dengan aksen seperti Yesus.

Pada akhir hari itu, mungkin tidak banyak yang dikatakan orang kepada Anda ketika Anda berada dalam suatu ruangan, yang secara terbuka mengatakan mengenai pembicaraan Anda sebagai seorang Kristen. Sebaliknya, mungkin pertanyaan yang diajukan orang ketika Anda keluar dari ruangan itu. "Dari mana asalnya?""Termasuk golongan apa dia?"

Apakah Anda berbicara seperti seseorang yang sedikit "terdengar" seperti Yesus karena ketika Anda hancur di dalam kesadaran Anda mengenai lidah Anda yang berdosa, Anda mendapatkan pengampunan dan pembaruan di dalam Kristus, dan sekarang Firman-Nya tinggal diam dengan segala kekayaannya di dalam Anda?

Pada akhir hari itu, seperti itulah kedewasaan rohani itu kelihatannya--atau kedengarannya--karena perubahan penggunaan lidah Anda.

Kiranya hal itu semakin nyata pada diri kita!

Download Audio

Sumber: 
Diambil dari:
Nama buku:Kuasa Kata-Kata dan Keajaiban Allah
Judul artikel:Tetaplah di Dalam Firman
Penulis artikel:John Piper & Justin Taylor
Penerbit:Momentum, Surabaya, 2013
Halaman:59 -- 63

Racun Kesetaraan Moral

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dosa adalah masalah serius yang berusia sangat tua. Dosa telah ada sebelum manusia ada. Dosa membawa keterpisahan antara Sang Pencipta dan ciptaan. Dosa merusak alam semesta dan meracuni moralitas ilahi yang Tuhan tempatkan dalam peradaban manusia. Apakah semua dosa sama di mata Allah? Apakah berbohong punya nilai yang sama buruk dengan membunuh? Bagaimana kekristenan melihat hal ini? Samakah nilai semua dosa? Apakah konsekuensi yang ditanggung sama besarnya dengan orang bukan percaya? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin menjadi pertanyaan kita selama ini.

Ketika kita melihat kisah nyata dalam Perjanjian Lama, dosa kecil yang dilakukan umat Israel membawa dampak yang begitu besar bagi diri mereka sendiri dan orang lain, bahkan lingkungan tempat mereka berada. Tuhan kita adalah Tuhan yang kudus. Dosa akan hancur ketika bertemu Dia, dan Dia adalah pribadi yang sangat mudah murka ketika mendapati umat-Nya berdosa. Dalam Perjanjian Baru, akar segala masalah paling krusial dari segala masalah telah diselesaikan oleh Yesus Kristus di atas kayu salib. Darah suci-Nya telah siap membasuh setiap dosa. Darah Kristus berlaku sampai kapan pun. Anugerah pengampunan dari Tuhan membawa manusia untuk bisa kembali berelasi dengan Tuhan.

Dalam edisi berikut, kita akan bersama-sama melihat dua permasalahan mendasar yang menimbulkan kesalahpahaman terkait perspektif yang salah dari kebanyakan orang Kristen dalam memandang dosa dan bagaimana merespons konsekuensi dosa yang selalu berdampak melemahkan relasi orang percaya dengan Tuhan. Marilah memohon Roh Kudus menilik setiap diri kita dan kiranya kita mau dikoreksi dan dibersihkan dari setiap dosa yang masih mengikat kita. Selamat membaca, Soli Deo Gloria.

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 186/Maret 2017
Isi: 

Ada dua kesalahpahaman mengenai sanktifikasi yang perlu kita perjelas dalam bab ini. Kesalahan yang pertama adalah bahwa semua dosa adalah sama di mata Allah. Pemahaman ini umum di kalangan orang Kristen. Bagi beberapa orang, pemahaman ini terlihat seperti sebuah kerendahan hati--"Saya juga selayaknya dimurkai oleh Allah. Jadi, apa hak saya menghakimi Anda?" Bagi orang lain, alasan ini dipakai untuk menghindari kritik terhadap isu tertentu--"Ya, menurut saya homoseksual itu salah, tetapi dosa itu tidak lebih buruk dari dosa-dosa yang lain." Bagi yang lain lagi, kesamaan itu adalah suatu bentuk relativisme yang dilunakkan--"Mereka yang tinggal dalam rumah kaca tidak seharusnya melempar batu."

Pengudusan

Seperti banyak pepatah pada umumnya, konsep bahwa semua dosa itu sama saja tidaklah sepenuhnya salah. Setiap dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah yang kudus. "Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya ia bersalah terhadap seluruhnya" (Yak. 2:10).

Setiap dosa yang dilakukan untuk melawan Allah layak untuk mendapatkan penghukuman. Kita semua terlahir berdosa. Kita semua berbuat dosa. Setiap upah dosa adalah maut. Itulah mengapa konsep ini setengahnya benar.

Namun, konsep ini juga setengahnya tidak benar. R. C. Sproul berkata, "Konsep gradasi dosa penting untuk kita pahami agar kita dapat lebih memahami perbedaan antara dosa umum dengan dosa kotor." Semua dosa melawan Allah dan memerlukan pengampunan. Namun, berulang kali Alkitab mengajarkan bahwa ada beberapa dosa yang jauh lebih parah dari dosa yang lain.

  • Allah menunda empat ratus tahun untuk memberikan Tanah Perjanjian kepada orang Israel karena kedurjanaan orang Amori belumlah genap (Kej. 15:16). Mereka adalah pendosa, tetapi pada akhirnya dosa-dosa mereka mendapatkan penghukuman yang keras.- Taurat memberikan penghukuman yang berbeda untuk kesalahan yang berbeda serta korban bakaran yang berbeda-beda dan penggantian untuk pembayaran utang.
  • Bilangan pasal 15 menyinggung soal dosa yang tidak sengaja dan dosa yang dilakukan "dengan sengaja" (Bil. 15:29-30). Berkata kotor ketika Anda tidak sengaja memukul ibu jari dengan palu tidaklah seburuk mengacungkan jari tengah Anda kepada Allah (biar pun keduanya tidak disarankan.)
  • Dalam sejarah Israel, beberapa dosa dikatakan lebih berat dibandingkan yang lain. Berdasarkan reaksi Tuhan, mengorbankan anak-anak kepada Molokh jauh lebih buruk dibandingkan kehilangan kesabaran (Yer. 32:35).
  • Yesus mengindikasikan bahwa beberapa orang akan mendapatkan hukuman yang lebih berat pada hari penghakiman karena mereka sebenarnya punya kesempatan untuk bertobat (Mat. 10:15). Kita semua akan dihakimi berdasarkan apa yang kita perbuat.
  • Kornelius adalah seorang "pria saleh yang takut akan Allah", dan dia diselamatkan bukan karena perbuatannya (Kis. 10:2). Bahkan, di kalangan orang non-Kristen, tetap saja ada perbedaan antara manusia yang baik dengan manusia yang jahat.

Inilah masalahnya: biarpun semua dosa dianggap sama, kita sendiri belum tentu bergumul melawan dosa. Mengapa saya harus berhenti meniduri pacar saya selama hati saya masih penuh dengan hawa nafsu? Mengapa saya harus mengejar kekudusan jika satu dosa dalam hidup saya saja membuat saya sama seperti Osama bin Hitler di mata Allah? Sekali lagi, memang terlihat rendah hati jika kita bersikap seolah tidak ada dosa yang lebih berat dari dosa yang lain. Namun, kita akan kehilangan alasan untuk berjuang serta kesanggupan untuk mengoreksi satu sama lain jika kita menyamakan semua bobot moralitas. Seorang kakek yang bergumul melawan keinginan untuk melihat katalog Lands' End yang erotis menjadi tidak berani untuk menegakkan disiplin gerejawi kepada seorang anak muda yang berbuat cabul. Ketika kita tidak lagi dapat melihat gradasi tingkatan dosa, maka kita gagal mengerti keburukan kita sendiri. Kita telah menganggap murah kebaikan Allah. Jika sistem moral kita membedakan jenis pelanggaran, pastinya Allah juga tahu bahwa ada dosa-dosa yang lebih berat dari dosa-dosa yang lain. Jika kita mengerti perbedaannya, maka kita akan sanggup menghindari dosa-dosa yang paling menjijikkan di mata Allah.

Anak-Anak Sejati, Bukan Anak-Anak Gampang

Kesalahpahaman kedua yang perlu diperjelas adalah apakah orang Kristen yang sudah lahir baru dan telah diampuni, dibenarkan diperdamaikan, dan diadopsi dapat membuat hati Allah sedih. Logikanya berjalan sebagai berikut: "Saya telah mengenakan pakaian kebenaran Kristus. Tidak ada yang dapat memisahkan saya dari kasih Allah. Apa pun yang saya lakukan, Allah akan selalu melihat saya sebagai anak yang murni dan tidak bercacat." Memang benar jika dikatakan sudah tidak ada lagi penghakiman bagi mereka yang ada dalam Kristus Yesus (Rm. 8:1), tetapi tidak berarti bahwa Allah akan membenarkan setiap pikiran dan tindakan kita. Walaupun Dia tidak lagi menganggap dosa-dosa kita secara yudisial, tetapi bukan berarti Allah menutup mata.

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah tidak suka ketika umat-Nya melakukan dosa. Kita dapat membuat Roh Kudus "berduka" (Ef. 4:30). Biarpun Allah selalu ada di pihak kita karena Kristus (Rm. 8:31-34), tetapi Kristus masih dapat menuntut kita (Why. 2:4). Fakta bahwa Allah mendisiplinkan anak-anakNya (Ibr. 12:7) berarti bahwa Allah dapat merasa kecewa dengan mereka. Akan tetapi, fakta ini adalah sebuah mata uang. Di sisi lain, fakta ini berarti bahwa Allah memberikan disiplin karena Dia mengasihi kita. Jika Allah tidak pernah peduli dengan dosa yang kita lakukan, maka Allah tidak akan mau repot-repot memberikan pendisiplinan. Jika Allah tidak memberikan pendisiplinan, maka kita adalah anak-anak gampang (ay. 8). Kasih tidak sama dengan persetujuan tanpa syarat. Kebaikan kita selalu bertumbuh dalam kekudusan. "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah," kata Yesus kepada jemaat di Laodikia (Why. 3:19).

Mungkin pemahaman teologis berikut dapat menolong. Melalui iman kita dipersatukan dengan Kristus dan bersekutu dengan Dia. Ikatan tersebut tidak dapat diputuskan. Persekutuan kita dengan Kristus adalah sebuah fakta yang teguh dan dijamin untuk selama-lamanya oleh Roh Kudus. Ketika kita berbuat dosa, ikatan kita dengan Kristus tidak putus. Yang terganggu adalah persekutuan kita dengan-Nya. Ada orang Kristen yang mendapat perkenanan yang lebih dari Allah. Kita dapat memiliki persekutuan yang indah dengan Allah, tetapi kita juga dapat mengalami hukuman dari-Nya. Hukuman ini bukanlah hukuman yang menghancurkan, melainkan hukuman yang mendidik kita untuk mengasihi dan berbuat baik (Ibr. 10:24). Saya suka dengan istilah John Calvin. Allah tidak berhenti untuk mengasihi anak-anak-Nya, namun Dia dapat menunjukkan "kemarahan yang indah" kepada mereka. Allah tidak akan pernah membenci kita, tetapi Dia akan membuat kita gentar dengan murka-Nya agar kita dapat "terlepas dari kemalasan". Allah memberi disiplin demi kebaikan kita, agar kita dapat hidup kudus (Ibrani 12:10). Sebagaimana yang dikatakan Konfesi Westminster, mereka yang sudah dibenarkan namun berbuat dosa "akan ada di bawah kekecewaan Allah Bapa dan tidak sanggup merasakan kehadiran-Nya sebelum mereka merendahkan diri, mengakui dosa, meminta pengampunan, dan memperbarui iman di dalam pertobatan" (Konfesi Westminster 11.5).

Salah satu motivasi ketaatan kita adalah menyenangkan Allah. Jika kita dengan sengaja bersikap seolah Allah tidak peduli dengan dosa kita karena pembenaran kita tidak dapat diganggu gugat, maka kita sedang menghambat diri kita untuk mengejar kekudusan. Allah adalah Bapa surgawi kita. Dia telah mengangkat kita oleh karena anugerah. Dia akan selalu mengasihi anak-anak-Nya. Jika kita adalah anak-anak-Nya, maka kita akan rindu untuk menyenangkan hati-Nya. Adalah sukacita bagi kita untuk bersukacita di dalam-Nya serta menyadari bahwa Allah pun juga bersukacita di dalam kita.

Quote KDY

Download Audio

Diambil dari:
Nama buku:Hole In Our Holiness
Judul artikel:Apakah Semua Dosa Sama di Mata Allah?
Penulis artikel:Kevin DeYoung
Penerbit:Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya, 2015
Halaman:85 -- 90

Kumpulan Bahan Paskah dari YLSA

$
0
0

Apakah Anda sedang mempersiapkan acara Paskah di gereja, persekutuan, atau komunitas Anda? Kunjungilah situs Paskah Indonesia! Situs Paskah Indonesia berisi bahan-bahan seputar Paskah berupa artikel, drama, puisi, kesaksian, buku, humor, tip Paskah, lagu Paskah, dll..

read more

Penderitaan yang Tak Tertandingi

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Yesaya 53 telah menubuatkan penderitaan tubuh dan jiwa yang akan diderita Sang Anak. Keadaan Sang Anak digambarkan seperti domba yang sedang diseret ke pembantaian dan siap dibantai dalam ketidakberdayaannya. Hati kita akan bergidik ketika membayangkan apa yang terjadi saat seseorang dijatuhi hukuman salib di Roma pada waktu itu. Salib merupakan simbol hukuman hina dan kerendahan derajat manusia yang harus Ia tanggung, penderitaan yang tidak seharusnya diterima oleh seorang manusia yang sama sekali tidak bersalah. Betapa mengerikan hukuman tersebut, meremukkan tubuh dan jiwa.

Banyak arkeolog dan sejarawan membuktikan bahwa salib adalah salah satu hukuman paling menyiksa di seluruh bumi. Bagaimana tidak, efek yang ditimbulkan akan menghancurkan seseorang, meremukkan daging dan bahkan tulang manusia karena cambukan dan serangan-serangan fisik lainnya. Beroleh salib berarti mendapat tekanan yang sangat besar bagi jiwa seseorang. Disalib berarti pantas diludahi, dihina, dicaci maki, dipukul, dan diperlakukan selayaknya hewan. Bahkan, Yesus sendiri telah sampai pada titik depresi secara lahiriah. Dalam kesakitan-Nya, Dia mengerang dan berseru, "Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Dia menangis. Dia menjerit. Dia kesakitan. Dia berada dalam keadaan yang memalukan. Inilah rasa dosa yang harus Dia tanggung bagi saya dan saudara. Dia telah ditimpa murka Elohim yang mahadahsyat sebagai konsekuensi menggantikan kita sekalian dari murka-Nya, menelan maut bagi semua orang berdosa.

Gereja pada hari ini sungguh sangat nyaman dengan segala sesuatu. Ingat! Ada harga yang sangat mahal dan menyakitkan untuk mencapai masa anugerah ini, dan Kristuslah yang membayarnya dengan lunas tanpa meninggalkan utang sedikit pun. Keselamatan tidaklah cuma-cuma. Bapa mengirimkan Anak-Nya sendiri sebagai Korban yang siap menderita dan mati sebagai harga yang harus dibayar. Darah-Nya membasuh setiap pelanggaran dan dosa kita. Pada bulan Paskah ini, marilah kita merenungkan sedikit dari fakta besar penderitaan Yesus dalam hukuman salib. Untuk itu, redaksi e-Reformed menyajikan satu artikel untuk Anda baca. Kematian-Nya membawa Anda kembali untuk beroleh kesempatan hidup dalam anugerah. Mari bersyukur kepada-Nya. Tuhan yang Hidup memberkati.

Ayub T.

Pemimpin redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 187/April 2017
Isi: 

Penderitaan Yesus Kristus

Penderitaan Anak Allah tidak tertandingi. Tidak ada yang pernah menderita seperti Pria ini. Melalui kekekalan, kita akan merenungkan pembunuhan Anak Allah dan bernyanyi, "Layaklah Anak Domba, yang telah disembelih itu" (Wahyu 5:12, AYT).

Pengudusan

Count Zinzendorf (1700 -- 1760) dan rakyat Moravia mengembangkan teologi yang didasarkan pada luka dan darah Yesus, yang dipercaya oleh beberapa orang telah menjadi lebih menitikberatkan pada "lima luka" Kristus dalam fokusnya. Namun, saat ini, kita tidak sedang berada dalam keadaan euforia berlebihan yang mengkhawatirkan tentang penderitaan Yesus. Jadi, datanglah dan menyembah bersama-sama dengan saya atas keagungan penderitaan Kristus.

Tidak pernah ada seorang pun yang sebenarnya pantas mengalami lebih sedikit penderitaan, tetapi justru menerima begitu banyak. Stempel Tuhan dalam kehidupan yang sempurna ini ditemukan dalam dua kata: "tidak berdosa" (Ibrani 4:15, AYT). Satu-satunya pribadi dalam sejarah yang tidak layak menderita, justru adalah yang paling menderita. Dia yang "tidak berbuat dosa, dan tipu daya tidak ada di mulut-Nya" (1 Petrus 2:22, AYT). Tak satu pun dari kesakitan Yesus adalah hukuman bagi dosa-Nya. Dia tidak memiliki dosa.

Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang pernah sungguh-sungguh memiliki hak lebih besar untuk menawar, tetapi menggunakannya dengan sangat sedikit. Dia memiliki kuasa yang tidak terbatas, yang bisa Ia pakai kapan saja, untuk membalas dendam setiap saat Ia mau dalam penderitaan-Nya. "Kamu pikir aku tidak mampu memohon kepada Bapa-Ku, dan Ia, sekarang juga, akan memberi lebih dua belas pasukan malaikat untuk-Ku?" (Matius 26:53, AYT), tetapi Ia tidak melakukannya. Ketika setiap sentimen peradilan di alam semesta berteriak "tidak adil!" Yesus diam. "Namun, Yesus tidak menjawab Pilatus, bahkan untuk satu tuduhan pun." (Matius 27:14, AYT) Dia juga tidak membantah ejekan palsu: "Ketika Ia diejek, Ia tidak membalas dengan ejekan; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam" (1 Petrus 2:23, AYT). Dia juga tidak membela diri dalam menanggapi interogasi Herodes: "Yesus tidak memberi jawaban apa pun" (Lukas 23:9, AYT). Tidak ada yang pernah menanggung begitu banyak ketidakadilan dengan begitu sedikit pembalasan dendam.

Hal itu bukan karena siksaan tersebut dapat ditanggung. Jika kita terpaksa menyaksikannya, kita mungkin akan jatuh pingsan. Di taman, "keringat-Nya menjadi seperti tetesan darah yang menetes ke tanah" (Lukas 22:44, AYT). Pada tengah malam, di hadapan imam besar, "mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya. Dan, yang lain menampar-Nya" (Matius 26:67, AYT). Di hadapan gubernur, mereka "mencambuki" Dia (Matius 27:26, AYT). Eusebius (Sekitar tahun 300 M) menjelaskan pencambukan Romawi terhadap orang-orang Kristen seperti ini: "Pada suatu waktu mereka terluka oleh cambuk sampai ke dalam pembuluh darah vena dan arteri sehingga isi yang tersembunyi dari relung tubuh mereka, yaitu isi perut dan organ mereka, terlihat oleh mata."

Dalam penderitaan-Nya, para tentara mempermainkan-Nya. Mereka mengenakan jubah kebesaran tiruan kepada-Nya. Mereka mulai "menutup muka-Nya, dan meninju-Nya, dan berkata kepada-Nya, 'Bernubuatlah!' Para pengawal menerima-Nya dengan menampar-Nya" (Markus 14:65, AYT). Sebuah mahkota duri ditekan di atas kepala-Nya -- yang diperparah dengan didorong ke dalam tengkoraknya dengan pukulan. "Dan, mereka memukul kepala-Nya dengan sebuah buluh dan meludahi-Nya, lalu sujud menyembah-Nya." (Markus 15:19, AYT) Dalam kondisi ini, Ia tidak mampu memikul salib-Nya sendiri (Matius 27:32).

chrone

Penyiksaan dan upaya mempermalukan terus berlanjut. Ia ditelanjangi. Tangan dan kakinya dipaku di kayu salib (Kisah Para Rasul 2:23; Mazmur 22:16). Ejekan itu tak ada henti-hentinya di sepanjang pagi yang mengerikan itu. "Salam, Raja orang Yahudi!""Engkau yang akan merobohkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu sendiri! Jika Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" (Matius 27:29,40, AYT) Bahkan, salah satu penjahat "menghina Yesus" (Lukas 23:39, AYT).

Itu adalah kematian yang mengerikan. The International Standard Bible Encyclopedia, menyatakan, "Luka-luka-Nya membengkak di sekitar kuku yang kasar, dan tendon serta saraf-Nya yang robek dan terkoyak menyebabkan penderitaan yang menyiksa. Arteri di kepala dan perut dibanjiri oleh darah dan sakit kepala yang berdenyut-denyut dengan hebat pun terjadi. .... Korban penyaliban secara harafiah mengalami seribu kematian. .... Penderitaan itu begitu mengerikan sehingga 'bahkan, di antara orang-orang yang penuh dengan hasrat berperang yang hebat sekalipun, rasa kasihan mereka terkadang terangsang."

Semuanya itu menimpa sang "Teman orang-orang berdosa", bukan dengan saudara-saudara-Nya berada di sisinya, melainkan dengan benar-benar ditinggalkan. Yudas mengkhianati-Nya dengan ciuman (Lukas 22:48). Petrus menyangkal Dia sebanyak tiga kali (Matius 26:75). "Semua murid meninggalkan-Nya dan melarikan diri." (Matius 26:56, AYT) Dan, pada saat yang paling gelap dari sejarah dunia, Allah Bapa memberikan hukuman kita kepada Anak-Nya sendiri. "Padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) Satu-satunya orang di dunia yang benar-benar mengenal Allah (Matius 11:27) berseru, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46, AYT).

Baik sebelum maupun sesudahnya, tidak pernah ada penderitaan seperti itu karena dalam seluruh tingkat keparahan yang mengerikan, itu adalah penderitaan yang direncanakan. Hal itu direncanakan oleh Allah Bapa dan diterima oleh Allah Anak. "Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." (Yesaya 53:10) Yesus "diserahkan menurut rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan Allah sebelumnya" (Kisah Para Rasul 2:23, AYT). Herodes, Pilatus, para tentara, dan orang-orang Yahudi melakukan terhadap Yesus "segala sesuatu yang oleh tangan-Mu dan rencana-Mu telah ditentukan sebelumnya untuk terjadi" (Kisah Para Rasul 4:28, AYT). Dengan mendetail, penderitaan Anak ditulis dalam Kitab Suci. "Setelah itu, Yesus, yang mengetahui bahwa semuanya sudah terlaksana, untuk menggenapi Kitab Suci, Ia berkata, 'Aku haus!'" (Yohanes 19:28, AYT)

cross

Tidak hanya penderitaan itu telah direncanakan, tetapi juga dengan ketaatan. Yesus menerima rasa sakit itu. Ia memilihnya -- "taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib" (Filipi 2:8, AYT). Dan, kepatuhan-Nya ditopang oleh iman dalam Bapa-Nya. "Ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi menyerahkan diri-Nya kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil." (1 Petrus 2:23, AYT) "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." (Lukas 23:46, AYT)

Dalam iman tersebut, "Ia meneguhkan hati untuk pergi ke Yerusalem" (Lukas 9:51, AYT). Mengapa? "Karena tidak mungkin seorang nabi mati di luar Yerusalem." (Lukas 13:33, AYT) Dia telah meneguhkan hati-Nya untuk mati. "Apa yang akan Kukatakan? 'Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?' Akan tetapi, untuk tujuan inilah Aku datang saat ini." (Yohanes 12:27, AYT) Ia hidup untuk mati.

Oleh karena itu, penderitaan dan kelemahan Yesus adalah sebuah karya kekuasaan-Nya yang berdaulat. "Tidak seorang pun telah mengambilnya dari-Ku, melainkan Akulah yang memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri." (Yohanes 10:18, AYT) Ia dengan bebas memilih untuk mengikuti rencana Bapa bagi penderitaan dan kematian-Nya sendiri.

Dan, apakah rencana itu? Untuk menjadi pengganti bagi kita supaya kita hidup. "Anak Manusia pun datang ... untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45, AYT) "Ia sendiri telah menanggung dosa kita pada tubuh-Nya di kayu salib." (1 Petrus 2:24, AYT) "TUHAN telah membebankan ke atasnya seluruh kejahatan kita." (Yesaya 53:6)

Dan, tujuan dari itu semua? "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" (Yohanes 15:13, AYT). Ya, tetapi untuk apa pada akhirnya? Apa yang menjadi tujuan kasih? Dua tujuan besar telah dicapai dalam penderitaan Kristus, yang benar-benar merupakan satu tujuan. Pertama, "Karena Kristus juga telah menderita karena dosa-dosa, sekali untuk semua orang, yang benar mati untuk yang tidak benar, sehingga Ia dapat membawa kita kepada Allah" (1 Petrus 3:18, AYT). Penderitaan Yesus membawa kita kepada Allah yang penuh dengan sukacita dan kesenangan selama-lamanya. Kedua, tepat pada saat kematian, Bapa dan Anak dimuliakan. "Sekaranglah saatnya Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan melalui Dia." (Yohanes 13:31, AYT) Sukacita kita dalam menikmati Allah dan kemuliaan-Nya dalam menyelamatkan kita adalah satu. Itulah kemuliaan dari penderitaan Kristus yang tak tertandingi.

Quote

Sebuah DOA

Bapa, apa yang dapat kami katakan? Kami merasa benar-benar tidak layak di hadapan penderitaan Kristus yang tak terkatakan. Kami memohon ampun. Dosa kamilah yang membawa hal itu untuk dilalui-Nya. Kamilah yang memukul dan meludahi dan mengejek-Nya. Ya Bapa, kami sangat menyesal. Kami menundukkan diri menghadap kotoran dan menutup mulut dari jiwa kami yang kecil, gelap, picik, dan berdosa.

Ya Bapa, sentuhlah kami dengan iman yang segar sehingga kami percaya secara luar biasa. Kenyerian yang sangat dari Kristus itu sendiri yang membuat kami takut adalah keselamatan kami. Bukalah hati kami yang takut supaya kami bisa menerima Injil. Bangunkanlah bagian yang mati dari hati kami yang tidak bisa merasakan apa yang harus dirasakan -- bahwa kami dicintai dengan kasih terdalam, terkuat, termurni di alam semesta.

Oh, berilah kami agar kami memiliki kekuatan untuk memahami, bersama-sama dengan semua orang kudus, akan betapa tinggi dan dalam dan panjang dan luasnya kasih Kristus yang melampaui pengetahuan, dan kiranya kami akan dipenuhi dengan seluruh kepenuhan Allah.

Berperanglah bagi kami, Ya Tuhan, sehingga kami tidak menjadi mati rasa dan buta dan bodoh dalam kesenangan yang sia-sia dan kosong. Hidup ini terlalu singkat, terlalu berharga, terlalu menyakitkan untuk dihabiskan pada gelembung-gelembung duniawi yang meledak. Surga terlalu besar, neraka terlalu mengerikan, kekekalan terlalu panjang sehingga kami harus ada di sekitar teras keabadian.

Ya Allah, bukalah mata kami terhadap luasnya penderitaan Kristus dan apa artinya itu bagi dosa dan kekudusan dan harapan dan surga. Kami takut akan kecenderungan kami terhadap hal-hal yang sepele. Buatlah kami terjaga dengan beban kemuliaan -- kemuliaan dari penderitaan Kristus yang tak tertandingi. Dalam nama-Nya yang agung dan ajaib. Amin.
(t/N. Risanti)

Download Audio

Diambil dan diterjemahkan dari:
Nama buku:Seeing and Savoring Jesus Christ
Judul asli artikel:The Incomparable Sufferings
Judul terjemahan:Penderitaan yang Tak Tertandingi
Penulis artikel:John Piper
Penerbit:Crossway Books
Halaman:67 -- 72

Memperlengkapi Diri Melalui Bahan-Bahan dari Situs Apps4God

$
0
0

Teknologi merupakan anugerah dari Allah yang dapat kita manfaatkan untuk melayani sesama, mengabarkan Injil, serta mendukung pertumbuhan rohani kita. Lantas, sejauh manakah perkembangan teknologi yang bisa digunakan, dan bagaimanakah kita bisa menerapkannya dalam pelayanan kita secara maksimal? Dapatkan berbagai materi dan bahan seputar pelayanan digital dan pemanfaatan teknologi yang sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan di situs Apps4God.org.

read more

Injil dan Kuasa Roh Kudus

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Sebagai orang percaya, kita pasti tidak asing dengan istilah Amanat Agung. Sebelum Yesus terangkat ke surga, Ia memerintahkan kepada para murid agar mereka pergi memberitakan Injil. Kita, sebagai murid Kristus, juga mengemban tugas yang sama, yaitu memberitakan Injil. Namun, tanpa kita sadari, terkadang yang menjadi hambatan Injil didengar oleh orang lain datang dari dalam diri orang Kristen sendiri. Saat pemimpin gereja memilih diam, Tuhan membangkitkan organisasi-organisasi paragereja untuk mengerjakan apa yang belum dikerjakan oleh gereja.

Pemberitaan Injil juga tidak terlepas dari tuntunan Roh Kudus. Roh Kudus yang akan memperlengkapi kita dan memberi hikmat kepada kita saat kita mengabarkan Injil. Di mana kita diurapi oleh kuasa Roh Kudus, di sana padang belantara menjadi tanah yang subur. Akan tetapi, jika kita tidak memiliki urapan dari Roh Kudus, Bait Allah di Yerusalem pun bisa menjadi tanah yang tandus.

Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita dapat lebih mengerti tentang hambatan yang mencegah Injil diberitakan dan pentingnya kuasa Roh Kudus yang bekerja saat kita memberitakan Injil. Penginjilan tidak dapat terlepas dari kuasa Roh Kudus. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Ayub T.

Pemimpin redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 188/Mei 2017
Isi: 

Injil bukan untuk kalangan sendiri

Karena orang-orang Israel tidak setuju dengan Injil Yesus Kristus, mereka berusaha menangkap para rasul. Setelah Yesus naik ke surga, para rasul berdoa. Mereka takut. Meskipun Yesus sudah bangkit, tetapi mereka tidak tahu apakah kebangkitan-Nya menjadi jaminan penyertaan-Nya. Mereka tidak punya pegangan dan tidak ada kepastian sehingga mereka mengunci semua pintu dari dalam, bukan dari luar. Petrus, Yohanes, Yakobus, dan rasul-rasul lain yang mengunci diri itu tidak bijaksana. Itu penakut. Itu keadaan kurang beriman, kurang percaya. Dari peristiwa yang penting ini, terlihatlah bahwa pintu Injil tidak pernah ditutup dari luar; Injil selalu ditutup oleh orang Kristen sendiri. Pintu Injil tidak bisa ditutup oleh komunisme, liberalisme, ataupun musuh-musuh dari luar. Pintu lnjil selalu ditutup oleh pemimpin-pemimpin gereja yang tidak berani mengabarkan Injil. Sampai kapankah kita begitu takut? Mengapa yang menginjili di Irian Jaya adalah orang-orang berkulit putih, bukan orang yang berkulit sawo matang? Apa sebabnya kita belum sadar? Kita masih berada pada tahap kita melihat: sudah mempunyai gereja yang sejarahnya cukup lama, organisasinya cukup kuat, dan segala sesuatu cukup sistematis, lalu merasa puas.

Pengudusan

Di Taiwan, seorang pendeta berkata kepada saya, "Pak Stephen Tong, gereja saya sangat penuh." Saya bertanya, "Apa sebab gerejamu penuh?" Dia bilang, sebab mereka hebat. Hati saya sedih sekali. Saya berkata, "Maaf pendeta, jawabanmu kurang baik.""Oh, maaf! Sebab, saudara-saudara kita giat sekali.""Saya kira jawaban ini lebih baik, tetapi masih kurang." Dia pikir, pikir, "Oh, sebab anugerah Tuhan." Saya bilang itu sudah lebih baik, tetapi masih kurang. Setelah tiga kali saya menjawab kurang baik, dia menjadi marah. "Kalau begitu jawaban apa yang paling baik menurutmu?" Saya berkata, "Gerejamu bisa penuh karena ada empat dinding. Coba bongkar dindingmu. Penuh tidak?" Saudara mau gerejamu penuh, gampang sekali: bikin lebih kecil, pasti penuh; lebih kecil lagi, lebih penuh. Akan tetapi, Tuhan Yesus berkata, "Aku masih memiliki domba di sana, bukan di sini. Aku harus membawa mereka masuk ke dalam kandang domba ini."

Apa artinya gereja dan misi, misi dan gereja? Hanya menggembalakan gereja dan anggota yang ada belum berarti mengerjakan pekerjaan Tuhan secara sempurna. Kita harus pergi mencari domba-domba yang tersesat. Billy Graham mengatakan bahwa karena gereja-gereja mempunyai cukup banyak kesibukan sehingga mereka kekurangan waktu, Tuhan membangkitkan organisasi-organisasi "parachurch" untuk mengisi apa yang belum dikerjakan oleh gereja-gereja. Berapa banyak gereja tidak pernah mengirim uang ke lembaga Alkitab, ke seminari-seminari, ke siaran radio Kristen, dan menunjang pekerjaan penginjilan yang lain? Mereka hanya mementingkan gerejanya saja. Kalau ada uang, bikin lebih besar, bikin lebih besar lagi, untuk membanggakan diri, seolah-olah mereka memonopoli pekerjaan Tuhan. Akan tetapi, Saudara, siapakah yang memberitakan Injil melalui siaran radio ke RRC, ke Rusia, ke Jerman Timur, ke Polandia, ke Cekoslowakia, dan ke tempat-tempat lain yang tidak bisa dikunjungi oleh para penginjil karena mereka dilarang masuk ke sana? Tentu harus ada orang yang membuat program, yang menerjemahkan Alkitab, yang menyiarkan, dan yang memberikan daya listrik yang cukup untuk mendukung penyiaran itu. Banyak gereja kurang memperhatikan hal-hal demikian sehingga Tuhan membangkitkan yang lain. Marilah kita bekerja sama, baik dalam penggembalaan maupun dalam organisasi "parachurch", dengan tidak lagi memisahkan engkau-engkau, saya-saya, karena kerajaan Allah lebih penting dari denominasi dan dinding-dinding yang mengelilingi domba-domba yang diberikan Tuhan kepada saya. Dengan demikian, hati kita akan menjadi lebih lapang, dan pandangan kita pun akan menjadi lebih luas. Saudara perhatikan, di desa-desa yang paling kecil ada coca-cola, tetapi tidak ada Injil; ada sampo dan kosmetik apa saja, tetapi belum ada guru Injil; ada onderdil-onderdil mobil dari Jepang, tetapi tidak terdengar ada orang memberitakan Injil di sana. Sampai kapankah kekristenan harus tertinggal begitu jauh?

Roh Kudus dalam penginjilan

Di mana engkau diurapi oleh kuasa Roh Kudus, di sana padang belantara menjadi tanah yang subur. Akan tetapi, jika engkau tidak memiliki urapan dari Roh Kudus, Bait Allah di Yerusalem pun bisa menjadi tanah yang tandus. Dalam Lukas 3 tertulis, "Pada waktu Herodes menjadi raja wilayah Galilea, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi imam besar, pada waktu mereka di tanah Yudea, Roh Allah turun kepada Yohanes Pembaptis di padang belantara. Mengapa Yohanes Pembaptis tidak berkhotbah di Bait Allah di Yerusalem? Bukankah di sana ada mimbar yang tinggi, ada orang-orang yang terlatih dalam Talmud, Misnah, dan teologi orang Israel? Namun, Alkitab mengatakan bahwa Roh Tuhan bukan turun di sana, melainkan di padang belantara sehingga Yohanes Pembaptis menjadikan padang belantara tempat ratusan ribu orang menerima Tuhan Yesus. Stephen Tong, Thomas Wong, atau Chris Marantika tidak berarti apa-apa, tetapi pada waktu Roh Kudus turun dan mengurapi mereka, barulah penginjilan yang mereka lakukan bisa sukses. Oleh sebab itu, demi nama Tuhan Yesus, saya berkata kepada para pemuda-pemudi yang masih duduk di bangku SMP, SMA, ataupun universitas, "Engkau yang tidak punya uang, yang belum memiliki gelar dan pengalaman, jika engkau mau datang dan berkata kepada Tuhan, "Di sini saya, saya mau menyerahkan diri, mau dipakai oleh-Mu, Tuhan. Saya mau mempelajari Injil baik-baik dan mau dipenuhi oleh Roh-Mu yang kudus," engkau akan menjadi orang yang dipakai oleh Tuhan.

Dalam Amanat Agung, Yesus memerintahkan, "Pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku." Semangat lnjil adalah pergi, pergi! Akan tetapi, dalam Kisah Para Rasul, Yesus memerintahkan mereka untuk menunggu di Yerusalem, jangan pergi dulu, sampai Roh Kudus turun ke atasmu. Inilah yang disebut paradoks (seolah-olah bertentangan, tetapi tidak). Mereka menunggu dan menunggu, lalu Roh Kudus turun dan memenuhi mereka pada hari Pentakosta yang hanya terjadi satu kali dalam sejarah dan tidak pernah terulang lagi. Hari Pentakosta adalah hari jadi gereja. Pada hari itu, umat Tuhan berkumpul bersama menjadi tubuh Kristus, dan Roh Kudus yang dikirim pada hari itu tidak ditarik kembali untuk selama-lamanya sampai kita berjumpa dengan Yesus Kristus. Sebagaimana janji Yesus, "Adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi kepada Bapa. Sebab, jika Aku tidak pergi, Roh Kudus tidak akan datang kepadamu, tetapi jika Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu, dan Ia beserta denganmu sampai selama-lamanya."

foot

Roh Kudus sudah turun satu kali dan tidak turun lagi; lalu bagaimana dengan orang-orang Kristen dalam setiap zaman? Kita menerima Roh yang sudah diberikan kepada gereja untuk memenuhi kita. Kelahiran baru yang sejati mencakup juga baptisan Roh Kudus secara otomatis. Pada waktu engkau lahir baru, statusmu sebagai orang berdosa berubah menjadi orang suci, maka Roh Kudus pun akan berdiam dalam hatimu dan menjadi Tuan dalam hidupmu. Dia akan menguasai seluruh pikiran, emosi, dan kemauanmu. Setelah Roh Kudus memenuhi engkau, engkau diberi kuasa, diberi urapan, diberi kekuatan, diberi perlengkapan, dan dipersiapkan untuk menjadi saksi Kristus.

Mengapa penginjilan tidak dapat terlepas dari kuasa Roh Kudus? Perhatikan dengan teliti perkataan Petrus, "Kami (rasul-rasul) adalah saksi dari segala sesuatu itu (yaitu kematian dan kebangkitan Kristus, dua hal yang paling penting, yang merupakan inti dan fondasi dari Injil Yesus Kristus, yang menjadi pengharapan satu-satunya bagi manusia yang berdosa untuk kembali kepada Tuhan), kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia" (Kis. 5:32). Puji Tuhan! Barangsiapa betul-betul setia dan taat kepada injil serta meninggikan Kristus dengan motivasi yang murni, tidak mungkin tidak didampingi oleh Roh Kudus.

Penginjilan bukan pidato, bukan pertambahan anggota gereja, bukan juga kemegahan supaya orang lain melihat denominasi saya berkembang. Penginjilan adalah peperangan rohani untuk merebut manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah yang berada di dalam tangan setan, agar ia keluar dari situ dan masuk ke dalam kerajaan Anak Allah yang kekal. Dengan demikian, tidak boleh ada seorang pun mengabarkan Injil tanpa kuasa Roh Kudus karena setan tidak takut gerejamu besar, tidak takut engkau punya teologi yang hebat dan pengetahuan yang kuat, tetapi setan paling takut engkau memiliki kuasa Roh Kudus. Sejak bulan Maret 1957 sampai sekarang, sudah 20.000 kali saya berkhotbah, tetapi tidak satu kali pun saya berani naik ke atas mimbar tanpa Roh Kudus memimpin saya. Setiap kali sebelum naik saya berkata kepada Tuhan dengan gemetar, "Tuhan jika Engkau tidak naik, saya juga tidak mau naik."

world

Download Audio

Diambil sebagian dari:
Nama buku:Majalah Momentum
Judul asli artikel:Amanat Agung dan Roh Kudus
Sub judul:Injil Bukan Untuk Kalangan Sendiri
Penulis artikel:Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit:LRII, Jakarta, 1988
Halaman:22-25

Publikasi e-BinaSiswa

Penghiburan dan Pergumulan Pengikut Kristus

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Sebagai seorang pengikut Kristus, kita senantiasa dituntut untuk berjuang hingga garis akhir. Menjadi seorang murid bukan berarti bahwa kita berada di dalam zona aman dan nyaman. Justru ketika menjadi murid Kristus, kita ditantang untuk melakukan apa yang Yesus telah lakukan. Sebagaimana yang dituliskan dalam Yohanes 1:12-13, menjadi murid Kristus berarti kita beroleh status yang baru, yaitu status bahwa kita bukan lagi diperanakkan melalui darah dan daging, melainkan kita telah diberi-Nya kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Untuk itu, keberadaan kita "dalam Kristus" menjadi satu penghiburan sejati untuk bergumul menjalani hari-hari sebagai pengikut Kristus.

Apabila hidup tidak seturut dengan yang Tuhan kehendaki, ajaran sesat telah mengintip dan dapat menjerat kita kapan saja. Apakah kita ingin menjadi serupa dengan dunia ini dan kehilangan penghiburan dalam penderitaan dan salib Kristus? Hendaknya kita bisa terus hidup berpadanan dengan firman Tuhan setiap hari hingga Tuhan mendapati kita setia di hadapan-Nya. Soli Deo Gloria!

Amidya

Staf redaksi e-Reformed,
Amidya

Edisi: 
Edisi 189/Juni 2017
Isi: 

ARTIKELPenghiburan dan Pergumulan Pengikut Kristus

Pernahkah engkau merasa letih dalam perjuanganmu sebagai pengikut Kristus? Engkau melihat guru-guru di sekolahmu mengajarkan hal-hal yang melawan firman Allah, engkau melihat hidup sahabat-sahabatmu yang tidak kudus, dan engkau ditolak oleh mereka ketika engkau mau hidup kudus. Engkau melihat kecurangan di kantormu, tetapi engkau merasa tidak bisa berbuat apa-apa karena kecurangan itu telah menjadi sistem. Bahkan, engkau melihat dengan jelas dalam dirimu sendiri bahwa ketika engkau ingin mengikut Kristus, terdapat kekuatan yang menarik engkau untuk berdosa lagi, berdosa lagi, berdosa lagi, sehingga dalam bebanmu yang berat, engkau berteriak kepada Allah, "Ya Allah, saya letih!"

Wajarkah pergumulan-pergumulan yang demikian? Ya, pergumulan-pergumulan di atas adalah pergumulan-pergumulan yang wajar dialami orang Kristen di dunia ini. Dan, sebenarnya pergumulan-pergumulan tersebut adalah tanda kehidupan rohani kita -- tanda kehidupan yang menunjukkan adanya ketegangan antara hidup kita yang sudah dihidupkan dengan dunia berdosa yang mati, antara diri kita yang sudah ditebus dengan kehidupan lama kita yang masih bercokol.

Yesus diserahkan

Dalam Yohanes 17:14-16, Tuhan Yesus mengatakan bahwa pengikut-Nya bukan berasal dari dunia, tetapi mereka berada di dalam dunia. Kita telah diberikan hidup yang baru, kesadaran yang baru, hati yang baru oleh Allah. Hidup yang baru ini betul-betul bertolak belakang dengan hidup lama yang dari dunia. Inilah penyebab pergumulan dan konflik kita dengan dunia yang kita hidupi saat ini. Jika kita masih dapat merasakan sakit, tandanya kita masih hidup. Orang mati tidak merasa sakit, tetapi orang hidup merasa sakit jika ada sesuatu yang merusak tubuhnya. Begitu juga dengan hidup rohani kita. Kita perlu bersyukur jika kita mengalami pergumulan karena justru orang yang mati rohani yang tidak mungkin bergumul karena ketegangan antara hidup baru dan dunia yang mati tidak ada.

Jika demikian, apakah penghiburan kita ketika kita bergumul melawan dosa, baik di dalam maupun di luar diri kita? Terpujilah Allah yang telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, Allah sejati, untuk menjadi manusia seperti kita. Anak Allah bukanlah Allah yang jauh, melainkan Immanuel, Allah yang dekat dengan kita. Anak Allah rela menjadi manusia, rela dibatasi, untuk menjadi Imam Besar yang dapat menaruh belas kasihan kepada kita. Ia mengalami pergumulan-pergumulan yang kita alami, bahkan dalam takaran yang jauh lebih berat daripada yang kita alami.

Sebelum Yesus menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi kita, Ia telah mengalami pencobaan, penghinaan, dan ketersendirian; segala pergumulan yang kita alami, Ia mengalaminya, karena Ia adalah manusia sejati. Tuhan Yesus memiliki tubuh, sama seperti kita memiliki tubuh. Ia memiliki perut yang bisa lapar ketika tidak makan selama 40 hari; Ia memiliki kulit kepala yang bisa luka ketika tertusuk-tusuk mahkota duri; Ia memiliki tubuh yang bisa letih ketika Ia membawa kayu besar "terkutuk" di atas pundak-Nya. He is the man of sorrow and acquainted with grief. Anak Allah tidaklah berpura-pura karena Ia adalah Kebenaran. Tuhan Yesus adalah manusia sejati yang sungguh dapat mengalami kesakitan seperti kita karena Ia tidak mungkin berbohong.

Ajaran sesat yang mengajarkan bahwa Yesus bukan betul-betul manusia bersumber dari filsafat Yunani Gnosticism. Orang-orang yang percaya ajaran sesat inilah yang disebut anti-Kristus oleh Rasul Yohanes dalam suratnya:

"Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia (KJV: Jesus Christ is come in the flesh), berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus ...." (1 Yohanes 4:2-3)

Ajaran Gnosticism secara umum mengajarkan bahwa jiwa/roh itu suci, sedangkan materi itu jahat. Maka berdasarkan asumsi sesat itu, mereka mengatakan bahwa tidaklah mungkin Allah sejati menjadi manusia sejati. Manusia sejati mempunyai tubuh yang berupa materi, dan materi itu pada dasarnya jahat. Maka ajaran sesat kekristenan yang dipengaruhi Gnosticism, mengajarkan bahwa Tuhan Yesus bukan betul-betul Allah menjadi manusia. Ada dua macam ajaran sesat Kristen yang dipengaruhi Gnosticism:

1. Docetism

Docetism berasal dari bahasa Yunani dokeo, yang artinya "kelihatannya". Ajaran ini mengajarkan bahwa Tuhan Yesus hanya "kelihatannya" memiliki tubuh, padahal tidak.

2. Cerinthianism

Cerinthianism mengajarkan bahwa Kristus yang ilahi bergabung dengan manusia Yesus pada saat peristiwa pembaptisan, dan meninggalkan manusia Yesus sebelum Dia mati. Cerinthianism berasal dari kata Cerinthus, yang merupakan pengajar utama dari ajaran sesat ini.

Gnostik

Berbeda mutlak dengan ajaran Gnosticism, Alkitab dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru mengajarkan bahwa segala ciptaan Tuhan itu baik, termasuk materi. Tubuh bukanlah penjara jiwa, seperti diajarkan oleh Gnosticism. Tubuh adalah ciptaan Allah yang indah untuk melaksanakan kehendak Allah. Itulah tujuan Yesus datang ke dunia ini menjadi manusia sejati, yaitu untuk melaksanakan kehendak Allah Bapa. Tubuh mencapai tujuan eksistensinya yang ultima ketika dipakai untuk menggenapkan kehendak Allah. Tuhan Yesus berkata:

"Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki -- tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku, ... untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." (Ibrani 10:5,7)

Jika kita betul-betul menghayati hal ini, kita akan lebih menghargai hidup ini dengan penuh ucapan syukur. Kita juga lebih mudah mengerti pentingnya mandat budaya jika kita mengerti bahwa materi itu dikehendaki Allah. Orang-orang Kristen yang hanya memikirkan tentang kehidupan di sana (other worldly) tanpa mau bekerja di sini (this worldly) mungkin dipengaruhi Gnosticism atau Platonism. Teknologi, pendidikan, politik, dan lain-lain adalah aspek-aspek kehidupan yang perlu direbut kembali bagi ketuhanan Kristus, bukan hanya jiwa/roh manusia.

Kita baru bisa mendapat penghiburan yang sejati untuk menjalani kehidupan Kristen kita jika mengerti bahwa Yesus Kristus juga adalah manusia sejati, yang bertubuh materi untuk menjalankan dan menggenapi kehendak Bapa di surga, serta yang mengalami pergumulan dan kesakitan yang kita alami. Penulis kitab Ibrani mengatakan bahwa Anak Allah menjadi manusia adalah suatu keharusan, "supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa". Tuhan Yesus menaruh belas kasihan terhadap kita. Ia mengerti pergumulan kita dalam usaha kita menjalankan kehendak Bapa karena Ia telah mengalami pergumulan-pergumulan di dunia dalam keberadaan-Nya sebagai manusia seperti kita.

Apakah pergumulanmu seberat pergumulan Kristus? Adakah kesedihan yang lebih besar dari kesedihan Pencipta yang ditolak oleh kepunyaan-Nya sendiri? Adakah pergumulan yang lebih besar dari pergumulan yang Mahakudus untuk hidup di tengah-tengah dunia yang penuh dengan dosa dan kejijikan? Dalam pergumulan, kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah! Pandanglah kepada Kristus dalam waktu-waktu pergumulanmu; di sanalah letak penghiburanmu. Pandanglah salib Kristus, tempat tubuh-Nya dipaku sebagai tebusan dosa kita; di sanalah letak kekuatan imanmu. Pandanglah kubur Kristus, tempat Yesus dibangkitkan dengan tubuh yang baru; di sanalah letak pengharapanmu.

Dan, terlebih lagi sekarang, Tuhan kita yang sudah bangkit sedang berdoa dan terus berdoa bagi kita di surga. Tuhan Yesus terus-menerus menjadi satu-satunya Pengantara kita kepada Allah Bapa; Ia terus-menerus bersyafaat bagi kita. Apakah yang kurang dari sukacita hidup orang Kristen? Tidaklah mungkin kita mengerti apa artinya sukacita berjalan bersama dengan Tuhan tanpa kita mengerti apa artinya bergumul dalam pimpinan Tuhan.

Dalam letihnya perjuangan kita, ada penghiburan yang teguh: We do not struggle alone, the LORD Himself became man and struggled like us. The LORD understands our struggle and now He is watching and praying for us. What a wonderful Savior the LORD is!

I have a Savior, He's pleading in glory,

A dear, loving Savior though earth friends be few;

And now He is watching in tenderness over me;

And oh, that my Savior is your Savior, too.

?For you I am praying, for you I am praying,

For you I am praying, I'm praying for you.?

Unduh Audio

Diambil dari:
Nama situs:Buletin Pillar
Alamat situs:http://www.buletinpillar.org/artikel/penghiburan-dalam-pergumulan-pengikut-kristus#hal-1
Judul asli artikel:Penghiburan dalam Pergumulan Pengikut Kristus
Penulis artikel:Andi Soemarli Rasak
Tanggal akses:19 Juni 2017
Halaman:22-25

Situs Ayo-PA.net: Komunitas PA Abad ke-21!

$
0
0
Stop Press!Situs Ayo-PA.net: Komunitas PA Abad ke-21!

read more

Penyebaran Reformasi Zwingli

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Ulrich Zwingli adalah seorang pembina Protestanisme dan reformis pertama di Swiss. Dia tidak seterkenal Calvin ataupun Luther, tetapi dia adalah reformator yang berhasil masuk ke dalam pemerintahan. Reformasi yang dilakukan Zwingli didukung oleh pemerintah dan penduduk Zürich. Zwingli membawa perubahan-perubahan penting dalam kehidupan masyarakat dan urusan-urusan negara di Zürich. Pengaruh aksinya dalam reformasi gereja membawa dampak yang besar bagi Swiss serta penyebarannya ke daerah Eropa lain.

Dalam edisi yang tersaji kali ini, kita akan bersama-sama melihat karya reformasi oleh Zwingli di Eropa dan gagasan penting Zwingli yang berhasil mengusik beberapa pengikutnya: Bullinger, Schlatter, dan Schaff -- yang telah membawa gagasan-gagasan Zwingli untuk dapat tersebar ke berbagai penjuru Eropa. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Ayub T.

Staf redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 190/Juli 2017
Isi: 

Zwingli meninggal sebelum mimpinya terpenuhi, tetapi pengikutnya, terutama Heinrich Bullinger, menyebarkan pengaruh Reformed ke seluruh Eropa, ke Inggris, dan akhirnya ke Amerika. [Christian History awalnya menerbitkan artikel ini dalam Christian History Edisi 4 pada tahun 1984.]

Ulrich Zwingli adalah bapak Reformasi Reformed di Swiss, tetapi sosoknya merupakan yang paling tidak diingat oleh para reformator generasi pertama. Dia selalu dibayangi oleh Luther. Dan, fakta bahwa dia meninggal dalam pertempuran telah meninggalkan banyak pertanyaan tak terjawab tentang karier Zwingli.

Zwingly

Zwingli berharap, pertama-tama mendirikan gereja di Kanton (bagian dari suatu negara - Red.) Zürich yang akan menjadi model bagi Gereja Protestan Nasional Swiss. Setelah hal itu dilakukan, dia berencana untuk menyebarkan doktrin reformasi di seluruh Eropa sehingga sebuah gereja Protestan internasional akan didirikan, yang akan mempertahankan tradisi terbaik dari gereja universal Abad Pertengahan, tetapi pada saat bersamaan akan terbebas gereja dari pelanggaran terburuk lama dan tidak lagi diperintah oleh Paus dan pengadilannya yang korup di Roma.

Gereja Katolik yang direformasi di seluruh Eropa yang dibayangkan Zwingli tidak pernah didirikan. Namun, Zwingli berhasil memperkenalkan konsepsi tentang reformasi gereja yang tepat ke dalam Kanton-kanton Perkotaan utama, Kanton-kanton yang didominasi oleh kota-kota Swiss Jerman. Di Berne, Basel, Shafthausen, dan Zürich, konsepsi Zwingli tentang bagaimana gereja harus direformasi diikuti. Bagi Zwingli, hal ini, tentu saja, hanyalah langkah awal, dan untuk sementara waktu sepertinya program Zwingli akan berhasil di tempat lain di Swiss.

Perdamaian di Kappel pada tahun 1529 membuat orang-orang Protestan bebas menyebarkan doktrin mereka di wilayah Konfederasi Swiss yang dikelola bersama oleh anggota asli konfederasi. Masing-masing jemaat di daerah ini diberi kebebasan untuk memutuskan apakah akan menerima reformasi atau tidak. Secara teori, kebebasan yang sama harus diperluas ke kongregasi Kanton-kanton Hutan atau Pegunungan dari Konfederasi: Schwyz, Uri, Niedwald, dan Lucerne dan sekutu mereka, Kanton Zug. Solusi ini sebenarnya tidak dapat diterima oleh umat Katolik.

Yang juga tidak dapat diterima adalah keinginan orang-orang Protestan untuk mengakhiri kebiasaan menjual tentara untuk dinas bayaran ke Perancis dan Kepausan. Tanpa uang yang diperoleh dari praktik ini, Kanton-kanton Hutan percaya bahwa mereka tidak dapat membeli gandum yang diperlukan untuk memberi makan penduduk di negara-negara bagian mereka yang bergunung-gunung.

Yang lebih buruk lagi, Kanton-kanton Protestan mulai memblokade pengiriman gandum ke wilayah-wilayah Katolik untuk memaksa mereka menerima penyebaran Protestanisme di wilayah mereka. Zwingli menentang kebijakan ini dan menegaskan bahwa akan lebih bijaksana untuk berperang dengan wilayah Katolik daripada menundukkan mereka dengan kelaparan yang berjalan lambat.

Karena putus asa, Kanton-kanton Katolik memutuskan untuk berperang melawan orang-orang Protestan. Mereka meluncurkan serangan mereka ke pusat Protestanisme di Swiss, Kanton Zürich, pada awal Oktober 1531. Kanton-kanton Protestan telah menandatangani sebuah aliansi militer (the Christian Civic Union) untuk melindungi diri mereka dari perkembangan semacam itu, tetapi mereka tidak siap untuk perang dan terdapat perpecahan internal di antara orang-orang Protestan.

Mimpi Zwingli Tidak Terpenuhi

Pada tahun-tahun sebelum pecahnya apa yang umumnya disebut Perang Kappel Kedua pada bulan Oktober 1531, Zwingli pernah bermimpi untuk menciptakan aliansi luas Eropa melawan Hapsburg, dan bahkan percaya bahwa orang Perancis Katolik di bawah Raja Francis I akan bergabung dengan aliansi ini. Skema ini sangat tidak realistis dan menunjukkan pemahaman terbatas yang dimiliki Zwingli atas situasi diplomatik di Eropa dan bagaimana dia meremehkan ketidaksukaan para penguasa Katolik, seperti Francis I, terhadap ajaran Protestanisme.

Dalam mengejar harapan ini dan dengan dorongan dari Landgrave Philip of Hesse, dia juga mengusahakan pangeran liansi dengan para Protestan di Jerman. Kondisi untuk aliansi semacam itu merupakan kesepakatan teologis antara Kanton Swiss, yang adalah negara-negara teritorial Protestan dan Lutheran. Landgrave Philip of Hesse mengatur pertemuan antara Zwingli dan Luther di Marburg pada tahun 1529, yang dikenal sebagai Marburg Colloquy. Zwingli dan Luther menyetujui empat belas poin doktrin, tetapi tidak dengan poin yang ke-15 yang melibatkan kehadiran Kristus dalam Perjamuan Tuhan. Ketidaksepakatan mendasar ini mencegah aliansi dengan negara-negara bagian Lutheran. Kecuali Berne, orang-orang Protestan Swiss tidak beraliansi dengan Hesse, Strassburg, dan Constance yang bukan bagian dari Konfederasi Swiss, tetapi Swiss Protestan sebenarnya diasingkan pada saat Hapsburg berdiri tepat di belakang Kanton-kanton Katolik sebagai sesama Anggota Aliansi Kristen.

Zwingli juga salah memperhitungkan situasi di Swiss. Berne adalah kunci bagi aliansi Protestan, the Christian Civic Union, karena ia adalah Kanton militer besar dari Konfederasi lama. Zwingli bergantung pada temannya di Berne, Nicholas Manuel, untuk tetap mengendalikan urusan di Berne dan untuk menjaga kota tetap kuat dalam aliansi Protestan. Manuel meninggal pada bulan Maret 1530, dan Zwingli kehilangan kontak dengan situasi di Berne. Mayoritas orang Berne memilih kebijakan ekspansi ke arah barat dengan mengorbankan Duke of Savoy dan sebuah aliansi dengan Perancis. Mereka juga tidak antusias untuk berperang dengan Kanton Katolik karena mereka merasa bahwa hal ini hanya akan memperkuat Zürich dengan menambah wilayah dan kekuatan militernya.

Ketika serangan Katolik dimulai, Zürich pada awalnya sendirian. Sebelum Berne datang membantunya, Zürich dikalahkan oleh umat Katolik. Zwingli meninggal dalam pertempuran kedua dalam Pertempuran Kappel Kedua bersama tiga puluh pastor lainnya di gereja Kanton. Zürich dan Berne berdamai dengan orang-orang Katolik dan penyebaran Protestanisme selanjutnya dihentikan di Swiss Jerman. Rencana Zwingli akan pembentukan aliansi anti-Hapsburg Eropa dan sebuah gereja Protestan Eropa mati bersamanya.

Hasil akhir dari perang yang kalah adalah bahwa Berne bebas untuk melanjutkan penaklukan Kanton Vaud yang diduduki pada tahun 1536. Kemajuan ini menyebarkan ajaran Protestan ke perbatasan kota Jenewa, yang penguasanya adalah Duke of Savoy. Sebagai hasil dari perkembangan ini, mengenalkan Protestanisme ke Jenewa menjadi dimungkinkan dengan bantuan orang Berne. Tanpa dukungan Berne, Jenewa tidak akan pernah bisa menjadi pusat Protestanisme internasional di bawah kepemimpinan John Calvin. Memang, pada akhirnya Jenewa menjadi lebih penting bagi pengembangan Protestanisme yang direformasi internasional daripada Zürich.

Bullinger Menyebarkan Gagasan Zwingli

Itu diserahkan kepada penerus Zwingli sebagai Uskup Zürich, Heinrich Bullinger, yang bertugas selama empat dasawarsa antara 1531 dan 1575, untuk membangun Zürich sebagai pusat Protestanisme internasional. Sampai berdirinya Genevan Academy pada tahun 1556, Carolinum di Zürich adalah satu-satunya sekolah tinggi teologi di Eropa tempat para siswa dapat mempelajari teologi Reformed. Di kemudian hari, Zürich dan Jenewa dibayangi oleh Heidelberg dan universitas-universitas Belanda yang menjadi pusat pemikiran Reformed pada awal abad ke-17. Kendati demikian, kepemimpinan Bullinger memberi kontribusi penting bagi Protestanisme Reformed.

Decades of Sermons (Dekade Khotbah) oleh Bullinger, yang mulai muncul pada tahun 1549, lebih banyak dibaca di beberapa wilayah di Eropa daripada Institutio karya Calvin. Setelah 1586, karya itu menjadi bacaan wajib bagi pendeta Inggris yang belum mengambil gelar universitas. Kapal-kapal dari Perusahaan Hindia Timur Belanda membawa Decades sejauh Jawa dan Sumatra. Commentaries on the Pauline Epistles (Tafsiran Surat-Surat Paulus) oleh Bullinger terbit sampai tujuh edisi dan kemungkinan besar lebih luas disebarluaskan daripada milik Calvin. Teologi perjanjian baru yang ada dalam tulisan-tulisan Zwingli diuraikan lebih lanjut dalam De Testamento dan Der alte Gloub oleh Bullinger. Konsepsi Bullinger mengenai teologi perjanjian tidak diragukan lagi memainkan peranannya dalam pengembangan teologi perjanjian Reformed normatif, yaitu teologi federal pada awal Abad ke-17. Teologi ini dibawa ke Amerika Utara oleh kaum Puritan. Bullinger juga memperdalam teologi Ekaristi Zwingli yang tentu saja memengaruhi perkembangan doktrin Anglikan tentang Perjamuan Tuhan.

Reformasi di Swiss

Bullinger juga menerima gagasan Zwingli bahwa kontrol ekskomunikasi harus berada di tangan hakim. Upaya Bullinger untuk menyebarkan doktrin ini di Rhineland-Palatinate melalui teman dan sesama orang Aargau, sang dokter, Thomas Erastus, berakhir dengan kegagalan. Konflik dengan Jenewa mengenai konsep ekskomunikasi Jenewa yang berarti bahwa gereja tersebut harus melarang pelaku kejahatan mengikuti Perjamuan Tuhan membayangi tahun-tahun terakhir Bullinger sebagai Uskup Zürich. Empat belas tahun setelah kematiannya, pembelaan Erastus terhadap konsepsi ekskomunikasi Zürich diterbitkan di London dengan bantuan Uskup Agung Canterbury, John Whitgift.

Hubungan Bullinger dengan Inggris dan Hongaria sangat berhasil. Keberhasilan ini sebagian merupakan hasil korespondensi luar biasa yang dilakukan Bullinger dengan para teolog dan pemimpin politik di seluruh wilayah Eropa. Hal itu menjadikannya sebagai salah satu orang dengan informasi terbaik pada masanya. Pada bulan Februari 1567, Sinode pertama Gereja Reformed Hungaria bertemu di Debrecen, yang dipersiapkan untuk menjadi pusat pendidikan Reformed utama, dan menerima pengakuan Confessio Helvetica Posterior oleh Bullinger sebagai pengakuan gereja nasional mereka.

Kontak Bullinger dengan Inggris memperluas awal kecil yang telah dibuat menjelang akhir kehidupan Zwingli, ketika para artis Zürich diminta memberikan pendapatnya tentang validitas pernikahan Henry VIII dengan Catherine of Aragon. Pada tahun 1538, Bullinger telah mendedikasikan karyanya, De Scripturae Sanctoe Authoritate dan De Episcoparum qui verbi ministri sunt, kepada Raja Henry VIII. Kontak awal ini tentu didorong oleh wakil bupati Henry, Thomas Cromwell, meskipun tidak ada kontak langsung antara Bullinger dan Cromwell. Decades of Sermons ketiga dan keempat yang disusun oleh Bullinger kemudian dipersembahkan kepada putra Henry, Edward VI (1547 -- 1553), yang merupakan indikasi bahwa hubungan antara Zürich dan Inggris semakin dalam seiring berjalannya waktu.

Keramahan Bullinger kepada sekelompok orang Marian exile (orang-orang Protestan Inggris yang melarikan diri dari Eropa pada masa pemerintahan Ratu Mary I yang beragama Katolik - Red.) antara tahun 1553 dan 1558 memperkuat hubungan dekatnya dengan Gereja Inggris. Kelompok ini di dalamnya termasuk ahli apologi masa depan untuk Gereja Inggris, John Jewel, yang kemudian menjadi Uskup Salisbury, dan Archbishop York, Edmund Sandys, serta Cox of Ely, dan Parkhurst of Norwich, dan Earl of the Bedford yang berpengaruh. Bullinger bekerja sama dengan para uskup ini untuk menjaga agar pengikut doktrin Luther tentang Perjamuan Tuhan tidak musnah di paroki Gereja Elizabeth. Dia juga membantu dan mendukung mereka dalam setiap cara dalam perjuangan melawan orang-orang Puritan yang dipimpin oleh Thomas Cartwright, seperti juga ajudannya, Rudolph Gwalther. Dasar untuk kerja sama mereka adalah kepercayaan bersama bahwa negara harus mengendalikan urusan eksternal gereja dan sebuah keyakinan dari pihak Bullinger dan para uskup Inggris bahwa keuskupan yang direformasi adalah bentuk pemerintahan yang tepat untuk Gereja Kristus. Orang Inggris tidak mengadopsi konsepsi Zürich tentang peran hakim dan pendeta dalam mengatur masyarakat Kristen seperti yang diklaim beberapa orang. Mereka telah mengembangkan konsepsi serupa sebelum mereka mengetahui bagaimana Gereja Zürich diperintah. Setelah kematian Bullinger, hubungan Swiss dengan Inggris pun berakhir.

Zwingly dan Reformasi

Schlatter dan Schaff

Dua pendeta Reformed Swiss memiliki pengaruh yang penting dalam sejarah gereja Amerika Utara. Michael Schlatter (1716 -- 1790) adalah penduduk asli St. Gall dan datang ke Amerika pada tahun 1746 sebagai perwakilan dari klasis Reformed orang Belanda dari Amsterdam. Karyanya dalam mengorganisir coetus (sinode) Gereja Reformed Jerman di Koloni Tengah berhasil. Namun, kesediaannya untuk bekerja sama dengan Anglican Society for the Propagation of the Knowledge of God (Masyarakat Anglikan untuk Penambahan Pengetahuan tentang Tuhan) untuk membantu orang-orang Reformed Jerman, dan kesulitannya dengan kaum pietis radikal yang dipimpin oleh Philip William Otterbein (1726 -- 1813) banyak memberikan pengaruh pada tahun-tahun terakhirnya di koloni.

Pendeta Reformed Swiss yang kedua sekaligus ilmuwan yang berpengaruh adalah Philip Schaff (1819 -- 1893), yang datang dari Berlin ke Mercersburg pada tahun 1843 dan bersama-sama dengan John Williamson Nevin (1803 -- 1886) mengembangkan Teologi Mercersburg. Teologi ini benar-benar teologi Amerika pertama yang memperhitungkan kontribusi teologi Jerman dan kritik alkitabiah terhadap pemikiran religius modern. Fakta ini tidak membuatnya populer di Amerika dan pernyataan Schaff dalam bukunya The Principe of Protestantism, as Related to the Present State of the Church bahwa Reformasi mencerminkan tumbuhnya Katolik Abad Pertengahan membuat banyak orang marah.

Schaff benar-benar adalah bapak dari studi "ilmiah" tentang sejarah gereja di Amerika. Karyanya, What Is Church History? A Vindication of the Idea of Historical Development (Apa Itu Sejarah Gereja? Pemulihan Nama Baik Gagasan tentang Perkembangan Historis), sangat penting bagi sejarawan gereja Amerika. Volume 7 dari History of the Christian Church: Modern Christianity The Swiss Reformation (Sejarah tentang Gereja Kristen: Kekristenan Modern Reformasi Swiss) oleh Schaff mengingatkan orang Amerika akan pentingnya moderasi dalam teologi Zwingli. Gambaran Schaff tentang Zwingli menawarkan sebuah alternatif terhadap konsep teologi Reformed yang lebih kaku yang diajukan oleh penganut Calvin dan para pengikutnya. Berkat Schaff, Zwingli akhirnya mulai memainkan peran kecil dalam pemikiran religius Amerika. (t/Jing-Jing)

Audio Penyebaran Reformasi Zwingli

Diambil dari:
Nama situs:Christian History Institute
Alamat situs:https://www.christianhistoryinstitute.org/magazine/article/spread-of-zwingli-reformation/christian-mission/
Judul asli artikel:The Spread of Zwingli Reformation
Penulis artikel:Dr. Robert C Walton
Tanggal akses:26 April 2017

Kebebasan Kristen

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Kebebasan adalah privilege yang Tuhan berikan kepada manusia, yang membuat manusia memiliki kehendak bebas untuk mencipta, merasa, dan berkarya. Namun, dalam praktiknya, kebebasan itulah yang justru menjerumuskan manusia ke dalam kejatuhan. Mengapa manusia sering salah mengerti tentang arti kebebasan?

Banyak orang mengidamkan kebebasan dalam arti yang liar, yaitu sebebas-bebasnya tanpa ikatan atau batasan. Tahukah kita bahwa kebebasan seperti itu justru akan menjerumuskan kita ke pengertian yang salah dan tidak alkitabiah. Melalui artikel yang berjudul "Kebebasan Kristen", yang merupakan refleksi teologis dari kitab 1 Korintus 9:1-6, mari kita belajar tentang arti sesungguhnya dari kebebasan. Selamat membaca. Salam MERDEKA! Tuhan memberkati Indonesia.

Ayub T.

Redaksi Tamu e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 191/Agustus 2017
Isi: 

1 Korintus 9:1-13

Kata kebebasan dalam bahasa Inggris ada dua macam, yaitu freedom dan liberty. Karl Barth lebih suka memakai kata freedom. Kata liberty mempunyai nuansa yang lebih bersifat sekuler. Patung Liberty di New York berasal dari Prancis, yang menghadiahkan patung tersebut dalam semangat revolusi dengan mereka mengangkat slogan egalite (equality/kesejajaran), fraternite (brotherhood/persaudaraan), dan liberte (liberty/kebebasan). Kebebasan maksudnya adalah bebas dari otoritas gereja, agama, dan kekuasaan dari raja atau bangsawan yang tidak mereka sukai. Semboyan ini adalah semboyan humanisme suatu konsep kebebasan yang liar, tanpa ada ikatan apa-apa, tidak dibatasi, dan tidak ada atasan atau otoritas.

Dalam konsep kekristenan, freedom (kebebasan) itu mempunyai batasan; dan kita juga mengatakan bahwa Tuhan pun dalam kebebasan-Nya rela "membatasi" diri. Sebebas-bebasnya Tuhan, tetap tidak mungkin Ia berbuat dosa. Ini berarti Tuhan juga tidak menggunakan kebebasan dalam pengertian bebas melakukan apa saja karena Tuhan tidak mungkin bertindak melawan natur-Nya. Kita percaya bahwa kebebasan ini adalah kebebasan yang rela membatasi diri. Bahkan, Tuhan Yesus turun menjadi manusia merupakan suatu ekspresi kebebasan yang luar biasa, ketika kita justru menjadi kagum, ketika Allah yang Mahabebas rela membatasi diri. Kebebasan yang tidak bisa membatasi diri bukanlah kebebasan. Dengan kata lain, orang yang demikian sebenarnya terikat. Kalau saya betul-betul mengatakan diri saya adalah orang yang bebas, saya juga bebas untuk membatasi diri -- itu baru dikatakan bebas. Kalau saya tidak mau dibatasi, berarti saya terikat oleh ketidakmauan membatasi diri. Itu adalah suatu hal yang keliru. Kita bisa melihat teladan Yesus Kristus sendiri yang walaupun bebas, rela membatasi diri.

Kebebasan Kristen

Bebas yang rela membatasi diri itulah yang dibahas oleh Rasul Paulus mengenai kebebasan Kristen (Christian freedom). Dalam 1 Korintus 9 tertulis bahwa ia belajar untuk menahan diri dalam kebebasan Kristen yang dimilikinya. 1 Korintus 9:1 berkata, "Bukankah aku rasul? Bukankah aku orang bebas?"Paulus bukan hanya memiliki pengetahuan, ia bahkan seorang rasul yang mempunyai jangkauan pengetahuan yang lebih luas dan dalam daripada banyak orang di Korintus. Ia mengatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan ia juga mempunyai kebebasan. Kebebasan Paulus sebagai seorang rasul sebetulnya lebih dari sekadar kebebasan Kristen biasa karena jika kebebasan itu dikaitkan dengan pengetahuan, ia sesungguhnya sangat bebas.

Pada zaman dahulu, seseorang yang dianggap rasul harus mempunyai pergaulan yang langsung dengan Tuhan Yesus, seperti Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Kapan Paulus melihat Yesus? Pada saat ia dalam perjalanan ke Damsyik. Dalam Surat Galatia dikatakan bahwa Paulus pernah belajar di tanah Arab selama tiga tahun, saat Paulus mempunyai pergaulan yang erat dengan Tuhan (Galatia 1:15-18). Catatan tentang hal ini sangat minim dan kita tidak bisa mengutarakan terlalu banyak, tetapi ia mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan Yesus Kristus. Paulus telah melihat Yesus, dan kerasulannya sah -- bukan kerasulan yang dimeteraikan dan diteguhkan oleh manusia, tetapi dipanggil oleh Yesus Kristus sendiri. Akan tetapi, dalam pelayanannya di Korintus, ada sebagian orang yang tidak mengakui kerasulan Paulus. Mereka meragukan dan mempertanyakan apakah Paulus adalah seorang rasul.

1 Korintus 9:2 mengatakan, "Sekalipun bagi orang lain aku bukanlah rasul, tetapi bagi kamu aku adalah rasul." Paulus tidak terpanggil untuk menyatakan keuniversalan kerasulannya. Ini adalah poin yang penting. Ia adalah rasul sejati di hadapan Tuhan, maka di hadapan seluruh dunia ia adalah rasul. Ia tidak terpanggil dan tidak merasa perlu membuktikan bahwa ia benar-benar rasul dan harus diterima oleh seluruh dunia atau oleh mereka yang menolak kerasulannya. Demikian juga dengan kehidupan orang percaya. Meskipun kita sudah hidup benar, mungkin orang lain tidak mengakui kebenaran kehidupan kita sebagai seorang Kristen, mungkin kita dibenci, atau dikatakan fanatik. Itu adalah sesuatu yang wajar. Sebagaimana Tuhan Yesus datang ke dalam dunia, banyak orang tidak menerima Dia sebagai Tuhan. Hanya sebagian kecil yang mengakui Dia sebagai Tuhan. Begitu juga dengan pelayanan Paulus. Hanya sebagian orang yang menganggapnya rasul, dan Paulus memang tidak terpanggil untuk menyatakan dirinya sebagai rasul yang harus diterima oleh setiap orang.

Freedom

Lalu, Paulus berkata, "Sebab hidupmu dalam Tuhan adalah meterai dari kerasulanku" (1 Korintus 9:2). Ini merupakan suatu gambaran yang luar biasa. Paulus menunjuk dengan sangat tepat. Mengapa ia tidak mengacu pada penglihatan yang ia terima secara langsung? Banyak orang mau mengakui kebesaran seorang hamba Tuhan jika hamba Tuhan itu mengatakan ia sudah banyak mendapatkan penglihatan dari Tuhan dan bisa melakukan mukjizat yang orang lain tidak bisa. Pada zaman ini, hal ini sering dianggap sebagai validitas seorang hamba Tuhan. Paulus mempunyai banyak alasan untuk mengacu kepada hal tersebut. Ia telah mendapatkan penglihatan yang khusus dari Tuhan pada saat ia dalam perjalanan ke Damsyik, dan juga pembentukan dari Tuhan selama tiga tahun di tanah Arab. Ini merupakan suatu pergaulan yang indah dengan Tuhan, tetapi Paulus tidak mengacu kepada hal itu. Ia tidak berargumentasi dengan menggunakan hal-hal tersebut karena itu bukan kebanggaannya. Paulus tidak menggunakan hak istimewa tersebut karena bagi Paulus kemegahan kerasulannya adalah jemaat Korintus. Ini merupakan suatu hal yang sangat menarik.

Mengapa Paulus mengacu kepada jemaat Korintus, bukan mengacu kepada kekhususan hubungannya dengan Tuhan? Paulus ingin kemegahannya dibangun dengan benar. Kemegahan yang sesungguhnya adalah pelayanannya yang dikerjakan pada orang-orang Korintus. Ketika orang-orang Korintus mendengar hal tersebut, mereka tidak bisa berdalih lebih lanjut lagi. Andai kata Paulus mengatakan bahwa ia bisa berbahasa lidah, mungkin orang Korintus mengatakan bahwa mereka juga bisa berbahasa lidah. Itu bukan sesuatu yang unik. Atau, jika Paulus mengatakan ia sudah bertemu dengan Tuhan Yesus, orang Korintus dapat mengatakan mungkin itu penglihatan yang palsu. Akan tetapi, ketika Paulus mengatakan bahwa meterai kerasulannya adalah orang Korintus, mereka tidak bisa menghina diri sendiri. Orang-orang Korintus yang sombong tidak berani menghina diri mereka sendiri. Alangkah bijaksananya Paulus yang meletakkan validitasnya justru pada jemaat Korintus!

Zinzendorf, seorang tokoh pietis yang penting, yang dipakai Tuhan secara luar biasa. Semenjak umur empat tahun, ia sudah berpikir untuk menjadi penginjil, dan Tuhan memakainya sebagai seorang misionaris. Setelah kematian istri pertamanya, ia menikah lagi. Istri keduanya punya kecenderungan mistik yang kurang sehat. Ia terpengaruh dan menekankan suatu "persatuan mistik" dalam luka-luka Kristus sampai akhirnya lalai menjalankan panggilan penginjilan. Hal ini tidak sesuai dengan Alkitab. Musa berbicara dengan Tuhan muka dengan muka selama 40 hari 40 malam, begitu khusus, begitu dekat, sampai wajahnya bercahaya. Namun, setelah itu Musa mengerjakan pekerjaan Tuhan. Lain halnya dengan Petrus yang kurang mengerti, di mana pada peristiwa transfigurasi Tuhan Yesus (yang disertai panampakan Musa dan Elia), ia begitu bahagianya sampai enggan kalau harus turun dari gunung. Ini sama dengan orang-orang yang hanya mau menikmati karunia tanpa mau melayani orang lain. Akan tetapi, kesejatian kerasulan Paulus adalah dalam pelayanannya, bukan pada "pengalaman mistiknya".

Dalam 1 Korintus 9:3 dikatakan bahwa Paulus melakukan suatu pembelaan bukan untuk mengharapkan orang lain akhirnya menerima dia. Pledoi sedemikian pada dasarnya bersifat menjelaskan supaya tidak didiskreditkan dan supaya orang mengetahui bahwa apa yang dikerjakan bisa dipertanggungjawabkan. Paulus melakukan pembelaan bukan dengan harapan agar orang-orang yang tidak percaya kerasulannya akhirnya menyesal. Pada intinya, Paulus hendak mengajar mereka yang tidak meragukan kerasulannya mengenai penyangkalan kebebasan Kristen. Validitas kerasulan Paulus adalah jemaat Korintus, buah pelayanannya, dan juga semangat menyangkal diri. Kesejatian kerasulannya adalah penyangkalan dirinya. Banyak karunia, tetapi tidak mau menyangkal diri tidak membuktikan kesejatian seorang hamba Tuhan. Demikian juga, kesejatian dari kekristenan kita adalah kehidupan penyangkalan diri.

Paulus di Korintus

Paulus juga tidak mengambil upah dari jemaat. Paulus bekerja dan melayani jemaat Korintus, tetapi ia tidak mau menjadi beban bagi jemaat (1 Korintus 9:6). Demikian juga dengan urusan makan dan minum, Paulus menyangkal untuk makan makanan yang paling wajar sekalipun karena tidak mau menjadi batu sandungan (1 Korintus 9:4). Spiritualitas yang benar adalah spiritualitas yang diekspresikan dalam seluruh aspek hidup kita, termasuk cara kita makan dan minum. Kedua, tentang hal menikah (1 Korintus 9:5). Meskipun menikah bukan dosa dan itu wajar, Paulus menyangkal dirinya untuk mengambil seorang istri.

Banyak cerita dalam kehidupan para misionaris yang mengalami kehidupan keluarga yang tidak wajar. Ada yang demi pekerjaan Tuhan, akhirnya harus berpisah dengan keluarga untuk jangka waku yang cukup panjang. Orang-orang yang melayani Tuhan, tetapi tidak bertanggung jawab pada keluarga merupakan kehidupan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Sebaliknya, kita tidak boleh begitu terikat dengan keluarga hingga akhirnya kita gagal berbuah bagi Tuhan. Bagi kita -- orang-orang yang "wajar" -- kehidupan para misionaris itu tampak sangat tidak wajar (atau jangan-jangan kita mengategorikan mereka sebagai cacat dalam kehidupan keluarganya); di hadapan Tuhan, mungkin mereka lebih mengerti bagaimana mengasihi Tuhan.

Kita sering terjerat untuk lebih mementingkan diri kita dan segala sesuatu yang ada pada kita melebihi Tuhan sehingga pelayanan kita tidak berkuasa. Dalam suatu konseling pranikah, seorang hamba Tuhan mengatakan bahwa dalam melayani Tuhan, seorang pelayan Tuhan memang harus belajar mengorbankan keluarga, dan begitu juga sebaliknya; pasangannya harus bisa mengorbankan suami/istri yang sedang melayani. Kita berkorban untuk Tuhan, dan di sisi yang lain, keluarga kita juga harus belajar mengorbankan kita. Pengorbanan harus terjadi pada kedua belah pihak. Saya bukan hanya mengorbankan diri saya bagi Tuhan, tetapi juga harus berani mengorbankan anggota keluarga saya bagi Tuhan. Ini dua hal yang berbeda. Yang berkorban aktif meninggalkan, tetapi yang ditinggalkan bukan berarti tidak memikul salib, mungkin justru salibnya lebih berat.

Paulus adalah seseorang yang menyangkal diri, no family at all. Kehidupan yang dipersembahkan kepada Tuhan berhak dipimpin oleh Tuhan dengan cara bagaimanapun. Hak yang terbesar adalah hak untuk menyangkal hak (ini adalah kesimpulan sebuah buku yang ditulis oleh seorang misionaris; buku ini sekarang menjadi bacaan wajib dalam suatu badan misi). Kalau kita menjalankan kewajiban, wajar jika kita menuntut hak. Akan tetapi, dalam kekristenan, hak yang dimiliki oleh orang Kristen adalah hak untuk menyangkal hak tersebut. Paulus bukan saja menyangkal hak untuk makan dan minum, tetapi ia juga menyangkal hak untuk menikah dan mendapat upah dari pelayanannya. Bagaimana dengan hidup kita? Marilah kita minta pada Tuhan untuk menolong kita belajar menyangkal diri sebagai meterai kesejatian pengikutan kita kepada Kristus. Orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan adalah orang yang bersedia kehilangan haknya. Tuhan Yesus, Paulus, dan semua hamba Tuhan di sepanjang sejarah telah belajar menyangkal diri. Kiranya kita belajar taat mengerjakan bagian yang dipercayakan kepada kita. Kiranya Tuhan memakai kita untuk menjadi berkat bagi banyak orang.

Audio Kebebasan Kristen

Diambil dari:
Judul buku:Ajar Kami Bertumbuh
Judul artikel:Kebebasan Kristen
Penulis:Billy Kristanto
Penerbit:Momentum, Surabaya 2006
Halaman:125 -- 130

Anugerah Ditegaskan Melalui Perjanjian Lama

$
0
0
Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Banyak orang Kristen yang tidak suka membaca kitab-kitab Perjanjian Lama dengan alasan bahwa Perjanjian Lama hanya untuk orang Israel. Oleh karena itu, orang Kristen hanya tahu tentang isi Perjanjian Baru dan tidak memperhatikan Perjanjian Lama. Alhasil, pemahaman orang Kristen terhadap keselamatan dalam Yesus Kristus menjadi sangat tidak lengkap, bahkan mungkin bisa salah. Seluruh dasar rencana keselamatan Allah justru didasarkan dari Perjanjian Lama, khususnya melalui hukum-hukum-Nya. Kalau tidak mempelajari Perjanjian Lama dengan baik, orang Kristen tidak melihat adanya konsep anugerah yang solid dalam Perjanjian Lama. Melalui hukum-hukum-Nya, terutama Hukum Taurat, kita bisa melihat sifat-sifat Allah yang sempurna. Mengapa bisa demikian? Silakan temukan jawabannya dalam artikel berikut ini.

Saudara yang terkasih, mari kita belajar tentang anugerah Allah dalam Perjanjian Lama melalui sajian publikasi e-Reformed ini. Biarlah Allah yang Pribadi dan yang telah berinisiatif untuk melimpahkan anugerah-Nya berkenan menyatakan diri-Nya secara lengkap kepada kita. Soli Deo Gloria!

Amidya

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Amidya

Edisi: 
Edisi 192/September 2017
Isi: 

ARTIKELAnugerah Ditegaskan Melalui Perjanjian Lama

Bacaan: Galatia 3:6-29

Pengantar

Ulaslah perbedaan antara pesan Paulus dan penganut Yudaisme. Mengapa orang Yahudi begitu berhasil menyesatkan orang Kristen di Galatia? Sebagian dari jawabannya adalah karena sepertinya Perjanjian Lama sejalan dengan mereka dan bukan dengan Paulus.

Penyataan Allah

Perjanjian Lama memberi penekanan besar pada Hukum Allah. Empat dari lima kitab pertama di Perjanjian Lama berfokus pada Hukum Taurat, dan sebagian besar Perjanjian Lama lainnya berfokus pada bagaimana Allah memberkati Israel karena ketaatan mereka terhadap Hukum Taurat, atau menghukum mereka karena ketidaktaatan mereka. Mengapa Allah begitu menekankan hal ini jika mematuhi Hukum Allah tidak penting bagi keselamatan kita?

Hukum Taurat sebenarnya menyatakan "Lakukan ini dan hiduplah" (Imamat 18:5) -- yang setidaknya menyiratkan bahwa kita dapat memperoleh penerimaan Allah dengan mematuhi Hukum-Nya.

Jadi, Paulus harus menunjukkan dari Perjanjian Lama bahwa Tuhan selalu menerima orang oleh anugerah melalui iman saja dan bukan dengan perbuatan. Dan, dia harus menjelaskan mengapa Allah memberikan Hukum Taurat jika Dia tidak menginginkannya menjadi sarana untuk mendapatkan penerimaan-Nya. Inilah yang dilakukannya dalam Galatia 3:6-24. Ini adalah bagian yang sangat rumit -- dipenuhi dengan kutipan Perjanjian Lama dan kiasan mengenai prinsip-prinsip Perjanjian Lama yang tidak kita kenal. Kita tidak punya waktu untuk memeriksanya secara rinci -- tetapi kita bisa mendapatkan pokok-pokok argumen Paulus. Dia menjawab dua pertanyaan penting dalam bagian ini.

1. "Bagaimana orang mendapatkan penerimaan Allah di masa Perjanjian Lama?" (Galatia 3:6-14)

Bacalah Galatia 3:6-14. Apakah Anda melihat apa yang tadi saya maksud dengan "rumit"? Namun, poin utamanya cukup mudah dimengerti.

Allah selalu menerima orang melalui iman dan bukan perbuatan. Paulus membuktikan hal ini dengan dua cara:

  • Allah menerima Abraham atas dasar imannya. Abraham adalah bapa bangsa Yahudi. Jika Allah menerima Abraham oleh iman, tentu hal ini adalah contoh bagaimana Dia menerima orang-orang lain. Dan, Perjanjian Lama sangat jelas mengenai masalah ini.
  • Allah telah berjanji kepada Abraham (Kejadian 12:1-3) bahwa Dia akan membuat keturunan Abraham menjadi bangsa yang besar. Namun, Abraham telah berumur 75 tahun, sementara istrinya, Sara, berusia 65 (pasca menopause) serta mandul. Baca Kejadian 15:1-5 -- Allah mengulangi kembali janji-Nya. Kejadian 15:6a -- Abraham menaruh imannya kepada janji Allah. Dia tidak mengerjakan apa pun. Kejadian 15:6b -- Allah "memperhitungkannya sebagai orang benar karena imannya." (JANJI >> IMAN (SAJA) >> DITERIMA)

Apa yang tersirat oleh teladan Abraham secara tegas dinyatakan oleh Allah melalui nabi Habakuk (Galatia 3:11; Habakuk 2:4) -- setiap orang dibenarkan di hadapan Allah oleh iman.

Allah tidak pernah menerima siapa pun melalui perbuatan. Ya, Hukum Taurat mengajarkan "Lakukanlah ini (yaitu, melakukan Hukum Taurat) dan kamu akan hidup" (Galatia 3:12; Imamat 18:5). Namun, itu ternyata hanya sebuah kemungkinan teoritis -- bukan sesuatu yang bisa dicapai siapa pun. Mengapa? Sebab, Hukum Taurat itu sendiri menyatakan bahwa Allah menuntut ketaatan sempurna atas semua hukum-Nya, dan bahwa setiap ketidaktaatan menjadikan seseorang ada di bawah penghukuman/kutukan Allah (Galatia 3:10, 11a; Ulangan 27:26). Karena standar yang sempurna ini, satu-satunya hal yang diberikan Hukum Taurat kepada seseorang adalah kutukan Allah!

Inilah sebabnya Yesus datang -- untuk menyelamatkan kita dari kutuk Hukum Taurat dengan mengutuk diri-Nya sendiri (Galatia 3:13). Ya, Hukum Taurat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa penjahat besar (dilempari batu dan kemudian digantung) berada di bawah penghukuman Allah (Ulangan 21:23). Ya, fakta bahwa Yesus "digantung" membuktikan bahwa ia berada di bawah penghukuman Allah. Akan tetapi, Dia dikutuk oleh Tuhan bukan karena dosa-dosa-Nya sendiri, melainkan karena Dia dengan sukarela mengambil penghukuman kita untuk diri-Nya sendiri. Dengan melakukannya, Dia memenuhi sistem pengorbanan dalam Perjanjian Lama (di mana Allah menyediakan pengganti yang tidak bersalah, kematian-Nya membayar dosa-dosa kita) dan juga nubuat dalam Yesaya 53 (baca Yesaya 53:4b, 5a, 6b).

Jadi, pesan Paulus sejalan -- tidak bertentangan -- dengan Perjanjian Lama! Orang-orang dalam Perjanjian Lama tidak pernah bisa mendapatkan penerimaan Allah dengan mematuhi Hukum Taurat-Nya. Sebaliknya, orang-orang di Perjanjian Lama mendapatkan penerimaan Allah dengan cara yang sama seperti sekarang -- dengan hanya memercayai janji Allah. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa mereka menaruh kepercayaan mereka pada janji Allah sebelum Dia memenuhinya melalui kematian Yesus (dibantu dengan keadaan dan nubuat), sementara kita menaruh kepercayaan kita kepada janji Allah setelah Dia memenuhinya dalam sejarah.

2. "Mengapa Tuhan memberikan Hukum Taurat?" (Galatia 3:15-24)

Musa dan Dua Loh Batu

Hal ini menimbulkan pertanyaan yang jelas, bukan? Jika Allah tidak memberikan Hukum Taurat sebagai sarana untuk memperoleh penerimaan-Nya, mengapa Ia memberikannya? Paulus menjawab pertanyaan ini dengan dua cara:

  • Bacalah Galatia 3:15-18. Ada beberapa bahasa yang rumit di sini (Galatia 3:16 adalah poin argumen yang diilhamkan!), tetapi pokok utamanya jelas.

Dalam hukum Romawi, begitu seseorang menunjuk ahli warisnya sesuai kehendaknya dan mengesahkannya, hal itu tidak dapat diubah oleh kondisi apa pun. Mereka bisa masuk ke dalam pengaturan hukum lain dengan ahli warisnya untuk tujuan yang berbeda -- tetapi pengaturan itu tidak dapat mengubah warisan mereka. Dengan cara yang sama, Paulus mengatakan, Allah memberikan janji-Nya untuk menerima orang melalui iman jauh sebelum Dia memberikan Hukum Taurat (Kejadian 15:6). Oleh karena itu, apa pun tujuan-Nya atas Hukum Taurat, hal tersebut tidak mungkin dimaksudkan untuk mengubah landasan cara-Nya menerima orang -- karena janji Allah tidak dapat diubah.

Ini sangat ironis. Kaum Yudaisme mengatakan bahwa pesan Paulus tidak mungkin benar karena itu berarti bahwa Tuhan berubah pikiran tentang bagaimana menerima orang. Sebenarnya, Paulus mengatakan, pesan Yudaismelah yang mengubah pikiran-Nya, bukan Tuhan!

Lalu, mengapa Allah memberikan Hukum Taurat?

  • Bacalah Galatia 3:19-24. Ada lebih banyak pokok argumen yang diilhamkan di sini, tetapi sekali lagi, intinya jelas. Allah memberikan Hukum Taurat, bukan untuk menjadi sarana penerimaan Allah, melainkan untuk meyakinkan kita mengenai adanya kebutuhan akan iman kepada Kristus dengan menyingkapkan dosa dan kesalahan kita.

Masalah terbesar kita bukanlah dosa/pelanggaran kita -- Allah telah memberikan solusi untuk hal ini melalui Yesus. Masalahnya adalah kecenderungan terdalam kita untuk tidak mengakui bahwa kita membutuhkan solusi dari Allah. Ini seperti yang dokter sebut sebagai "penyangkalan". Seorang pasien sakit parah, tetapi dokter memiliki pengobatan untuk menyembuhkan pasien. Masalahnya, si pasien berada dalam penyangkalan. Jadi, sebelum pasien itu mau menerima pengobatan, dokter harus terlebih dahulu meyakinkannya bahwa dia membutuhkannya. Bagaimana dokter bisa melakukan ini? Dengan menunjukkan kepadanya bukti penyakitnya, dengan menunjukkan kepadanya kasus yang terjadi pada orang-orang yang menolak pengobatan, dst..

Dengan cara yang sama, Allah menggunakan Hukum Taurat untuk menerobos penyangkalan kita atas pelanggaran radikal kita sehingga kita mau menerima pengampunan-Nya melalui Yesus. Paulus menjelaskan bagaimana Hukum Taurat memenuhi tujuan ini (bagi Israel secara historis, dan bagi kita masing-masing) dalam tiga cara:

1. Hukum Taurat "menunjukkan kepada manusia dosa-dosa mereka" (Galatia 3:19). Hukum Taurat memberikan gambaran objektif tentang kebenaran sempurna Allah dan bagaimana kita melanggarnya. Hukum Taurat itu seperti X-Ray atau tes darah. Mereka tidak menyembuhkan kita -- mereka menyingkapkan masalah yang membutuhkan penyembuhan Kristus.

2. Hukum Taurat "menempatkan kita di bawah pengawasan sebagai tahanan" (Galatia 3:22, 23). Hukum Taurat tidak hanya mendakwa dosa dan kesalahan kita -- juga membuat kita tetap berada dalam tahanan sebagai terdakwa penjahat yang menunggu penghakiman Allah.

3. Hukum Taurat "adalah penjaga kita" (Galatia 3:24). Ini adalah terjemahan yang buruk. Seorang "penjaga" (paidagogos) adalah "pengawas-anak" -- seorang pendisiplin yang keras, seperti pengasuh super ketat, yang pergi ke mana-mana dengan anak-anak kecil dan menghukum mereka setiap kali mereka tidak taat. Hukum Taurat itu seperti pengasuh super ketat yang selalu menangkap kita dan mengeluarkan deklarasi baru atas kesalahan kita.

Dipahami secara demikian, hukum sangatlah penting. Hukum tidak bisa menyembuhkan kita, tetapi bisa menerobos penyangkalan kita dan meyakinkan bahwa kita sakit dan perlu disembuhkan oleh dokter. Hukum tidak bisa menyelamatkan kita, tetapi bisa menerobos kebenaran diri sendiri dan meyakinkan kita bahwa kita membutuhkan keselamatan dari Allah.

Iman dalam Kristus

Apa yang terjadi bila Anda meletakkan iman Anda dalam Kristus?

Begitu Hukum Taurat membawa Anda menuju iman dalam Kristus, lalu apa? Kemudian, Anda menjadi manusia baru! Paulus menjelaskan tiga perubahan besar yang terjadi saat Anda menerima Kristus.

  • Bacalah Galatia 3:25-27. Iman kepada Kristus membuat Anda dibenarkan di hadapan Allah. Anda tidak lagi berada di bawah Hukum Taurat untuk mengingatkan akan kesalahan Anda -- sekarang, Anda adalah anak Allah secara penuh dan sepenuhnya benar di hadapan Allah. Dalam masyarakat Romawi, ketika seorang anak laki-laki menjadi dewasa, dia menyingkirkan pengawas anaknya dan mengenakan toga baru yang menandakan status barunya. Demikian juga, ketika Anda menerima Kristus, Anda menyisihkan Hukum Taurat sebagai penjaga Anda dan "mengenakan" kebenaran Kristus di hadapan Allah. Ini memberi Anda kepercayaan akan hubungan Anda dengan Tuhan (Efesus 12:12) -- karena penerimaan Anda tidak bergantung pada kebenaran Anda, melainkan pada kebenaran Kristus.
  • Bacalah Galatia 3:28. Iman kepada Kristus tidak hanya membuat Anda menjadi anak Allah -- iman juga membuat Anda menjadi anggota keluarga Allah yang setara. Di dunia orang didefinisikan oleh ras, status sosial ekonomi, dan jenis kelamin mereka. Karena itu, dahulu (masih sampai sekarang) pernyataan di atas dianggap revolusioner. Rabi-rabi Yahudi berdoa, "Saya bersyukur kepada-Mu, Allah, bahwa Engkau tidak menjadikanku seorang yang bukan Yahudi, seorang budak, atau seorang wanita." Di luar Kristus, orang memiliki identitas mereka berdasarkan ras, status sosial ekonomi, dan jenis kelamin -– serta (secara salah) merasa lebih tinggi atau lebih rendah daripada orang lain atas dasar ini. Akan tetapi, Paulus mengatakan bahwa meskipun perbedaan itu nyata, hal tersebut tidak penting bagi Allah. Apakah Anda berasal dari latar belakang yang istimewa? Anda tetap orang berdosa yang diselamatkan hanya oleh anugerah Allah. Apakah Anda dulunya tertindas? Anda sekarang memiliki martabat yang tinggi sebagai anak Allah. Ini memberi kita dasar bagi komunitas yang sesungguhnya -- kesempatan untuk membangun persahabatan rohani yang mengubah hidup berdasarkan kesamaan hubungan kita dengan Kristus.
  • Bacalah Galatia 3:29, iman kepada Kristus juga memberi Anda peran penting dalam sejarah. Menjadi anak Abraham dan pewaris janji Allah berarti bahwa Anda telah menjadi bagian dari rencana panjang yang telah berlangsung selama berabad-abad untuk menyelamatkan umat manusia yang hancur. Hidup Anda sekarang memiliki tujuan yang mulia dan terhormat (untuk membantu orang lain datang kepada Kristus dan menjadi dewasa dalam Dia), dan Anda memiliki peran unik untuk dimainkan dalam tujuan itu. Anda tidak lagi perlu berkeliaran tanpa tujuan, atau mencoba menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa menghasilkan lebih banyak uang (atau membeli mobil lebih bagus atau liburan lebih baik atau mendapatkan gelar lain, dll.) layak untuk dijalani. Anda bisa hidup bagi Allah dan bagi tujuan-Nya -- dan ini akan memberi arti dan makna hidup Anda yang sebenarnya!

Saya dapat mengatakan bahwa menaruh iman saya pada Kristus telah membawa ketiga perubahan ini dalam hidup saya. Saya diterima oleh Allah, yang memberi saya rasa aman yang mendalam. Saya memiliki kesetaraan dan persatuan yang nyata dengan saudara-saudari saya di dalam Kristus, yang memberi saya komunitas sesungguhnya. Dan, saya memiliki peranan unik dalam rencana Allah, yang mengisi hidup saya dengan hal yang benar-benar penting. Allah berkata, "Barangsiapa yang percaya kepada-Ku tidak akan kecewa." Saya telah mengalami pemenuhan janji itu. Dan Anda juga bisa.

Sebenarnya, ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini. Allah memberikan Hukum Taurat untuk mengungkapkan karakter moral-Nya dan kehendak moral-Nya untuk hidup kita. Dia memberikannya untuk menyediakan gambaran tentang kematian penebusan Kristus di masa depan. Dia memberikannya untuk menyediakan kondisi bagi Israel untuk bisa tinggal di tanah Kanaan. Dia memberikannya untuk menyediakan sebuah pemerintahan sipil bagi orang Israel. Di sinilah Paulus menjelaskan tujuan Hukum Allah secara khusus sehubungan dengan bagaimana kita mendapatkan penerimaan-Nya. (t/Jing-Jing)

Audio Anugerah Dinyatakan

Diterjemahkan dari:
Nama situs:Xenos Christian Fellowship
Alamat situs:http://www.xenos.org/teachings/?teaching=1313
Judul asli artikel:Grace Confirmed By the Old Testament
Penulis artikel:Gary DeLashmutt
Tanggal akses:26 April 2017

Mengenang Reformasi

$
0
0
Editorial: 

Dear Netters,

Saya terkesan dengan cara Prof. Brooks menjelaskan sang Maskot Reformasi kepada mahasiswa yang diajarnya. Walaupun beberapa orang memandang sejarah reformasi hanya bagian dari sejarah, tidak bisa dimungkiri bahwa seorang Martin Luther telah membawa angin segar perubahan dalam sejarah kekristenan. Reformasi gereja tidak akan pernah terjadi jika tidak ada orang-orang yang bergerak untuk memperjuangkan prinsip-prinsip alkitabiah dan menolak tradisi agamawi yang bertentangan dengan Kitab Suci.

Saya percaya bahwa Reformasi Gereja adalah kairos Tuhan untuk mengembalikan gereja pada tatanan yang benar dan membawa seluruh jemaat untuk berpegang pada Alkitab sebagai pilar utama kebenaran iman Kristen. Saya mengingat dan menyetujui perkataan John Piper, "Reformasi Gereja bukanlah tentang Luther; Reformasi Gereja yang sejati hanyalah tentang Kristus." Luther hanyalah alat yang Tuhan pakai untuk membawa dan mengembalikan tatanan gereja ke posisinya yang semula. Akan tetapi, tujuan reformasi adalah untuk kemuliaan Kristus saja. Inilah saatnya kita mengenang reformasi dan bergerak bersama untuk mewujudkan cita-cita besar Luther dan para reformator. Saatnya kita mengisi reformasi dengan membawa semangat Reformasi untuk menjadi saksi Kristus pada era teknologi masa kini. Reformasi bukan bagian dari sejarah kekristenan 500 tahun yang lalu. Reformasi adalah gerakan yang harus dan terus diperjuangkan oleh umat Allah. Selamat memperingati 500 tahun reformasi gereja. Ecclesia Reformata Semper Reformanda!

Amidya

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Amidya

Edisi: 
Edisi 193/Oktober 2017
Isi: 

PENDAHULUAN

Pada tahun 1983, untuk peringatan 500 tahun kelahiran Martin Luther, Michael Mathias Prechtl melukis sebuah potret Luther berjudul "Martin Luther, inwendig voller Figur", "Martin Luther: Pribadi yang Penuh Figur". Pertama kali, saya melihat cetakannya ini di kantor Peter Newman Brooks di Cambridge (sekarang gambar itu ada di Gereja Lutheran Injili di England’s Westfield House, sebagai hadiah dari Prof. Brooks). Prof. Brooks sering menggelar kuliah tentang sejarah Reformasi di kantornya, dan ia memiliki kebiasaan yang menyenangkan, yaitu meninggalkan catatannya sebentar lantas melakukan dialog singkat dengan potret Luther yang tergantung di belakang kami, di bagian belakang ruangan. Saya bahkan ingat, pernah sekali waktu ia bangkit dari kursinya dan tersungkur berlutut di lantai dalam hormat kepada lukisan Luther, sang maskot Reformasi. Tentu saja, semua hal itu dilakukan dengan senda gurau, tetapi benar-benar membangkitkan sebuah pertanyaan menarik -- masih dapatkah seseorang bercakap dengan Luther? Apakah ia memiliki sesuatu yang relevan untuk disampaikan kepada kita pada era teknologi dan Twitter ini, atau apakah kita hanya bisa memandang Luther dengan kekaguman dari jauh dan berlutut kepada suatu relik dari masa lalu?

Gambar: 95 Tesis Martin Luther
Martin Luther memakukan 95 tesisnya di pintu gereja All Saints' Church di Wittenberg.

Peringatan lain sekarang sedang menanti di ambang pintu. Pada 31 Oktober 2017, seluruh dunia akan mengenang 500 tahun dari apa yang kerap dikenal sebagai permulaan Reformasi Protestan: deklarasi Martin Luther berisi 95 Tesis Menentang Indulgensia di Wittenberg. Karena berbagai alasan, momen ini melejitkan Luther ke mata publik, dan ia menjadi cambuk petir bagi reformasi gereja. Seperti halnya dengan banyak peristiwa peringatan besar, pertanyaan tentang relevansi kembali timbul: Mengapa reformasi penting? Apakah yang dipertaruhkan? Tentang apakah semuanya itu? Sepadankah hal tersebut? Apakah yang Luther katakan atau ajarkan bermakna bagi kita sekarang? Bagaimana kaum Lutheran dan pewaris Reformasi Protestan memandang Luther? Selagi hari peringatan 500 tahun Reformasi semakin mendekat, pertanyaan semacam itu bahkan akan mulai menarik mereka yang tidak memiliki komitmen religius pada apa yang terjadi pada waktu itu.

CITRA LUTHER DAN REFORMASI

Pada 1529, Johannes Cochaleus, salah satu lawan yang vokal bagi Luther, memublikasikan pamflet berjudul "Seven-headed Luther" (Luther Berkepala Tujuh). Di dalamnya, ia menggambarkan Luther sebagai binatang buas dengan kepala dokter, orang suci, penyesat, orang enthusiast (sebutan untuk penganut sekte Protestan dengan nama yang sama pada abad ke-16 dan ke-17 - Red.), imam, jemaat gereja, dan Barabas. Semuanya diinterpretasikan sedemikian hingga membuat Luther terlihat tidak terpercaya dan berbahaya. Sejak itu, ada banyak gambaran dan interpretasi tentang sang reformator -- sebagian memuji, yang lainnya tidak.

Saat ini, dengan lebih banyaknya buku yang telah ditulis tentang Luther daripada figur historis lain (kecuali Kristus), Anda dapat memastikan bahwa "kepala" Luther telah bertambah lebih banyak daripada tujuh. Pada zamannya sendiri, pengagum dan pengikut Luther meninggikannya sebagai nabi, alat yang dipakai Allah, dan pahlawan Jerman, dan sosok Hercules yang melawan tirani Roma. Namun, baik saat itu maupun setelah kematiannya, penekanan generasi Lutheran selanjutnya bukan lagi pada pribadi atau kehidupan Luther -- ia tidak seharusnya disegani atau ditiru, dan tentu saja tidak ada kisah mukjizat seperti cerita-cerita orang kudus abad pertengahan. Sebaliknya, fokusnya diarahkan pada pengajaran Luther, kekuatan pesannya, pemikirannya dalam Kitab Suci, dan penemuan kembali Injil sejati -- suatu hal yang diperkenan.

Abad-abad selanjutnya memandang Luther dan Reformasi melalui kacamata yang berbeda. Kaum rasionalis dari Abad Pencerahan pada abad ke-18 -- yang hanya punya sedikit waktu untuk bergumul tentang agama dalam bentuk apa pun -- meratapi bahwa begitu banyak kekacauan di Jerman disebabkan oleh "takhayul" dari Luther, dan di Inggris oleh cinta Raja Henry VIII kepada mata Anne Boleyn yang berwarna cokelat tua. Meski demikian, pihak lain bisa saja mengekspresikan pandangan yang lebih romantis, menempatkan Luther sebagai bapa kebebasan individu, yang melemparkan belenggu tradisi dan kuasa institusi gereja. Misalnya, penilaian oleh François Guizot, yang hidup tepat setelah Revolusi Perancis:

"Reformasi adalah usaha sangat besar yang dilakukan oleh umat manusia untuk mempertahankan kebebasannya; sebuah kerinduan baru untuk berpikir dan menilai dengan bebas terlepas dari gagasan dan pendapat lain, yang kemudian diterima oleh Eropa, dan dipaksa untuk menerimanya dari era terdahulu. Reformasi adalah upaya besar untuk menyejajarkan umat manusia dan untuk memberi nama yang layak bagi berbagai hal. Reformasi adalah pemberontakan dari pikiran manusia melawan kuasa absolut strata spiritual."

Di Jerman, Luther menjadi simbol patriot dan pahlawan nasional. Reformasi dianggap sebagai "pencapaian sempurna" Jerman, dan Luther adalah sang pemimpin kebebasan bagi kehidupan masyarakat Eropa. Hingga abad ke-19 dan awal abad ke-20, Reformasi sering diartikan sebagai gerakan tidak terhindarkan yang lebih dikendalikan oleh kekuatan sosial dan ekonomi daripada oleh pemikiran religius. Perang Petani tahun 1525 lebih signifikan bagi arah kehidupan abad ke-16 daripada khotbah Luther di hadapan kaisar di Diet of Worms (Sidang kekaisaran dari Kekaisaran Romawi Suci yang diadakan di Taman Heylshof di Worms, yang pada waktu itu adalah Kota Kekaisaran Bebas milik Kekaisaran Romawi - Red.).

Gambar: Diet of Worms
Luther Before the Diet of Worms oleh Anton von Werner (1843–1915).

Jadi, mana yang benar? Tentunya, Reformasi adalah suatu masa dan gerakan yang terlalu kompleks untuk dipahami sekadar sebagai satu tokoh atau satu persoalan. Sebab dan akibatnya menyentuh cakupan faktor sosial politik yang luas, gagasan teologis, pribadi-pribadi yang unik, dan tekanan gerejawi. Bahkan, beberapa orang mungkin akan berpendapat bahwa lebih baik menyebutnya "Reformations" (jamak) daripada gerakan tunggal dan terpadu.

Namun, terlepas dari kompleksitas Reformasi, 31 Oktober 1517 menandai suatu peristiwa spesifik dengan lingkup yang relatif sempit. Luther memublikasikan 95 tesisnya diakui sebagai pemantik yang menyalakan kobaran api, tetapi natur dari peristiwa ini sering kali dikaburkan oleh keributan yang muncul belakangan, bukan oleh tujuannya semula. Secara singkat, padat, dan jelas, 95 tesis Luther ditulis sebagai protes melawan pelayanan pastoral yang buruk, dan dari perspektif inilah orang semestinya mencoba memahami apa yang sebenarnya Luther lakukan pada tahun-tahun pertama Reformasi. Seperti dikatakan dengan amat baik oleh Jane Strohl, seorang ahli Reformasi, "Orang dapat mendeskripsikan karier Luther sebagai tindakan mengajukan gugatan malapraktik pastoral seumur hidup terhadap otoritas gereja pada tiap tingkatan hierarki."

"Pro re theologica et salute fratrum" -- "Demi teologi dan keselamatan saudara-saudara." Luther menulis perkataan ini dalam sebuah surat kepada kawannya, Georg Spalatin, pada 19 Oktober 1516, hampir setahun sebelum proklamasi 95 tesisnya. Surat tersebut merupakan penilaian kritis terhadap seorang ahli terkenal, Erasmus, dan bukunya Perjanjian Baru berbahasa Yunani yang baru saja diterbitkan. Di satu sisi, Luther sangat menghargai karya Erasmus -- Luther baru saja menyelesaikan ceramahnya tentang surat Roma, yang semasa pengerjaannya, ia dipandu oleh teks Erasmus, dan baru saja hendak memulai seri ceramah baru tentang surat Galatia. Namun, ia tidak terlalu sependapat dengan pemahaman dan penafsiran Erasmus mengenai Rasul Paulus. Luther ingin Spalatin menyampaikan keberatannya terhadap Erasmus meskipun ia tahu bahwa kritiknya mungkin saja tidak akan didengar. Bagaimanapun, ia "bukan siapa-siapa", sedangkan Erasmus dikenal di seluruh Eropa sebagai "orang paling terpelajar". Meski demikian, Luther mengatakan bahwa ia merasa terdorong untuk menyampaikan sesuatu, sebab hal ini bukan semata persoalan perbedaan pendapat akademis -- suatu poin kabur yang bisa diperdebatkan di menara gading universitas. Tidak, Luther hanya tertarik pada hal-hal yang menyentuh jantung segala sesuatu -- seluruh teologi dan keselamatan semua orang sedang dipertaruhkan. Ketika Luther mulai mengubah beberapa hal dalam kurikulum Universitas Wittenberg tempat ia mengajar, ia melakukannya karena bagaimana hal itu dapat memengaruhi khotbah mingguan, pengajaran, dan pelayanan pastoral pada tingkat jemaat. Itulah tujuan reformasi bagi Luther.

Namun, apakah arti pelayanan pastoral sebelum Reformasi? Terdiri dari apa saja? Aspek kependetaan yang formal dan gerejawi dari pelayanan pastoral secara garis besar dapat dibagi menjadi: (1) sakramen pengakuan dosa, (2) penjualan/pembelian surat indulgensia, dan (3) massa yang tertutup. Di sisi lain, ada banyak praktik yang tidak terlalu formal, tetapi tersebar luas, yang tujuannya adalah merawat dan menentramkan jiwa: kisah kebajikan dan kejahatan, literatur renungan, seperti The Fourteen Consolations, The Art of Dying (Ars Moriendi), dan The Lives of the Saints, di samping sejumlah praktik spiritual lain, misalnya relik, ziarah, dan doa yang mengikuti pola kehidupan biara. "Geistlichkeiten" tersebut (secara harfiah: "spiritualitas"), demikian Luther menyebutnya, menjadi fokus dari banyak perjuangan reformasi Luther.

Lebih lazim untuk menganggap Luther sebagai reformator doktrin (mungkin doktrin spesifik, seperti pembenaran atau Perjamuan Terakhir) dan sebagai lawan yang kuat bagi otoritas kepausan. Akan tetapi, pertanyaan tentang doktrin dan otoritas teologis bangkit bagi Luther sebagai sarana menuju akhir yang lebih besar: pelayanan pastoral yang membina kehidupan Kristen murni. Dimulai dengan pencarian pribadinya akan penghiburan dan pengharapan, Luther mendorong dirinya melakukan praktik yang dapat memenuhi kehidupan orang dengan Firman Kristus. Hanya pada hubungan yang mendalam dengan Kristus inilah, Luther menemukan kebebasan dan kekuatan untuk hidup dalam dunia yang diwarnai pertentangan antara pemeliharaan Allah dan kehadiran dosa dan penderitaan terus-menerus.

Demikianlah kita melihat Luther secara berulang-ulang dan terprogram menyerang apa yang ia yakini sebagai “Geistlichkeiten” palsu -- praktik spiritual yang dengan berbagai cara mencoba mengatasi kontradiksi keberadaan kristiani dengan mendorong Allah kembali ke surga nun jauh terpisah dari dunia, dan mengurangi realitas hidup yang tidak menyenangkan dengan ilah-ilah yang lebih rendah, yaitu para orang kudus serta keamanan spiritual lainnya. Posisi orang kudus sebagai penengah memiliki manfaat ganda, yakni menjaga agar Allah tidak dipersalahkan atas adanya dosa dan melindungi orang dari penderitaan. Luther memublikasikan 95 Tesisnya tepat sebelum Hari Raya Semua Orang Kudus mungkin merupakan kebetulan, tetapi ada kepatutan tertentu dalam dekatnya serangannya terhadap (doktrin) perbendaharaan pahala orang kudus dan perayaan para orang suci tersebut.

Bagi Luther, usaha menutup-nutupi Allah dan realitas penderitaan adalah pemikiran yang tidak rasional serta membangun cara hidup yang membuat iman kepada Allah yang baik dan Bapa yang setia menjadi tidak jelas, bahkan mungkin tidak penting. Namun, karena dalam Kristus Luther menemukan (figur) Allah yang memasuki celah antara kebaikan dan dosa, penderitaan, dan keselamatan, Luther juga mampu menarik status para orang kudus kembali sebagai manusia biasa. Bagi Luther, orang kudus itulah yang kini menemukan harapan dalam pertentangan hidup dengan berpegang erat pada janji Allah, yang telah merendahkan diri untuk menderita bagi dan dengan manusia. Dan, dalam pengharapan tersebut, orang-orang kudus menemukan kekuatan untuk menghidupi kehidupan dalam ciptaan Allah -- untuk mengaguminya, menemukan keindahan padanya, menanam, memanen, menikah, dan membesarkan anak-anak -- meski wabah dan perang buruh berkecamuk.

Di sinilah, kita menyentuh hal yang mungkin merupakan dampak terluas Reformasi, yaitu subversinya mengenai orang kudus, pemaknaan ulang kehidupan religius, dan penyakralan sekuler. Dan, Luther melakukan hal ini dengan satu pernyataan tegas yang brilian, baik penahbisan maupun nazar agamawi tidak membuat orang menjadi spiritual atau religius, melainkan baptisan dan iman. Berlawanan dengan kesalehan yang berlaku secara umum, orang biasa adalah manusia spiritual. Orang biasa adalah imamat.

Dalam konteks abad pertengahan akhir, umat Kristen dapat dibagi menjadi dua tingkat kekristenan secara esensi. Tingkat yang atas adalah para elit spiritual, diwakili oleh anggota kehidupan biara, dan secara turunan, jajaran para imam. Setelah kemartiran, kehidupan biara telah lama dianggap sebagai bentuk religius Kristen yang ideal. Dalam usaha mewujudkan ajaran Injil yang lebih bersifat pengorbanan dan radikal, biarawan memisahkan dirinya dari orang Kristen biasa dengan sumpah kefakiran, kesucian, dan ketaatan. Sepuluh Hukum memang penting, tetapi "jika engkau hendak menjadi sempurna," kata Tuhan, "juallah segala milikmu, berikanlah kepada orang miskin, lalu datang dan ikutlah aku," padahal, berkata secara adil, biara tidak membedakan orang Kristen biasa dengan yang "sempurna"; ia menganggap sumpah dan kehidupannya sebagai bagian intrinsik pada panggilan pemuridan. Bagi biarawan, kekristenan sejati terlihat seperti monastisisme (kehidupan biara). Hal itu akan menjadi kesadaran gereja, sesuatu yang ideal di tengah kekristenan yang biasa-biasa saja.

Dengan pengertian tersebut, monastisisme sering kali merupakan katalis sekaligus tanda permanen bagi reformasi. Lebih seringnya, reformasi bukan sekadar menetapkan susunan monastik baru, melainkan terkadang akan tertumpah meliputi cakupan gereja yang lebih luas. Sebagai contoh, Reformasi Cluniac pada abad ke-10, di antara hal lainnya, membawa pentingnya sumpah hidup selibat ke dalam kehidupan kependetaan, memberi para pendeta kesetaraan kondisi spiritual yang lebih dalam. Demikian juga orang awam, ketika menghendaki kehidupan yang lebih religius dan beribadat, mereka menjadikan biara sebagai standar. Pada abad ke-15 dan ke-16, kesalehan biasa bertumbuh menjadi "ibadah modern" (devotio moderna), mengikuti kebiasaan dan praktik tertentu yang ada di biara. Singkatnya, kehidupan religius dahulu bukanlah kehidupan awam. Orang awam dan orang biasa secara de facto tidaklah spiritual.

Oleh karena itu, adalah suatu tuntutan yang revolusioner ketika Martin Luther (seorang biarawan Agustinian!) menyatakan bahwa semua orang Kristen awam bersifat spiritual dan religius. Hanya iman yang membuat seseorang spiritual, dan kehidupan dari seorang awam biasa adalah pengorbanan dan penyembahan religius sejati apabila dibentuk oleh perintah Allah. Hidup sebagai ayah atau ibu yang setia, pegawai yang taat, warga negara, atau pejabat temporal yang bertanggung jawab merupakan kehidupan religius sejati, lebih menyenangkan Allah daripada semua sumpah dan pelayanan harian bersama-sama. Monastisisme (kebiaraan) bukanlah bentuk ideal maupun pengantara moral bagi gereja, demikian pula kependetaan. Orang Kristen awam tidak membutuhkan pendeta untuk berdiri di antara yang biasa dan yang kudus. Dalam baptisan, semua orang Kristen turut serta dalam keimaman spiritual (1 Petrus 2:9), memiliki akses langsung kepada Allah melalui iman.

Hasilnya adalah kesalehan awam yang murni dengan kehidupan sekuler sebagai spiritualitas yang menunjukkan dirinya sendiri. Tanggung jawab sehari-hari merupakan panggilan ilahi. Ketika dikoordinasikan dengan tanggung jawab lain dan pekerjaan biasa, sesama dilayani dan dikasihi, dan komunitas bertumbuh. Tubuh Kristus memiliki banyak anggota dengan fungsi dan peranan masing-masing. Bahkan, yang terkecil dan terlemah harus dihormati sebagai bagian yang istimewa dan penting dari satu tubuh Kristus yang sama.

LUTHER PRAMODERN BAGI DUNIA PASCAMODERN

Penggambaran Luther tentang kehidupan Kristen di dunia terlihat indah meski kita tahu bahwa kehidupan tidaklah seperti itu. Kontradiksi antara kehadiran Allah, kehadiran dosa, dan kehadiran penderitaan terus ada. Panggilan hidup sehari-hari telah kehilangan arahan moral dan terus dimaknai ulang oleh norma sosial dan berbagai "-isme" -- kapitalisme, individualisme, konsumerisme, materialisme, dan ... pascamodernisme.

Pascamodernisme adalah kata yang sering digunakan untuk mendeskripsikan keadaan kita di dunia barat saat ini meski tidak selalu dimengerti. Sering kali, pascamodernisme didefinisikan sebagai relativisme -- tidak ada yang benar selain apa yang benar bagi saya. Namun, relativisme semacam itu bukan benar-benar gagasan baru. Kita dapat menemukan pandangan serupa dalam berbagai gerakan zaman dahulu, Renaisans dan Pencerahan -- kerap disebut Skeptisisme. Meskipun pascamodernisme dapat menuntun ke arah skeptisisme, ada yang lebih daripada itu. Secara sederhana, pascamodernisme menyatakan bahwa, entah kita menyukainya atau tidak, norma-norma lama yang terpercaya kini telah dipertanyakan. Apa yang kita sebut "fondasi" -- hal-hal yang dianggap menjadi dasar otoritas dan struktur kekuasaan, klaim kebenaran dan etis -- "fondasi" ini telah gugur. Dalam konteks ini, tidak ada yang objektif; segala sesuatu tergantung cara pandang kita; segala sesuatu hanyalah interpretasi; semua kesimpulan bersifat sementara. Tidak ada lagi satu bingkai referensi tunggal bagi pemahaman kita tentang diri sendiri atau dunia; sebaliknya, terus meningkat argumentasi bahwa kita hidup dalam jaringan narasi dan cerita, yang masing-masing saling bersaing untuk memberi makna bagi kita dan menjelaskan dunia. Kita memiliki kisah individual pribadi, tetapi juga cerita dan narasi budaya dan masyarakat -- metanarasi yang besar. Semua narasi dan kisah tersebut membentuk kita, mendefinisikan kita, memberi kita makna dan identitas, bahkan jika "kebenaran"nya tidak dapat dibuktikan sekalipun.

Gambar: The Eclipse of Biblical Narrative
The Eclipse of Biblical Narrative oleh Hans W. Frei.

Kebanyakan dari hal ini adalah reaksi terhadap keyakinan diri akan modernitas (itulah alasan kata "pasca" dari pascamodernisme) yang membangun fondasi rasio dan apa yang diketahui melalui observasi dan indra kita, mengabaikan pentingnya narasi dan kisah secara keseluruhan. Sebaliknya, narasi -- termasuk narasi Alkitab -- dianggap sebagai penghalang. Orang harus mencoba melihat apa yang ada di balik cerita untuk dapat menemukan kebenaran yang dapat diverifikasi, bersifat historis, rasional, dan dapat dipercaya. Hans Frei dalam bukunya The Eclipse of Biblical Narrative, secara mendasar menyebut pendekatan modern terhadap narasi sebagai "pembalikan penempatan". Dahulu, pada masa Reformasi, sebelum Abad Pencerahan, pembaca pramodern memandang Alkitab sebagai deskripsi yang akurat atas dunia mereka -- seperti yang ditekankan Frei, pembaca melihat "keberadaan dirinya, tindakan dan semangatnya, bentuk kehidupannya sendiri sebagaimana peristiwa dalam zamannya sebagai figur yang membentuk kisah dunia" dalam Alkitab. Dengan demikian, pembaca pada era pramodern menempatkan dunianya dan kisahnya dalam cerita Alkitab. Namun, pergeseran modernitas besar-besaran adalah "pembalikan penempatan": "Segala sesuatu sepanjang spektrum teologis telah mengalami pembalikan besar," kata Frei. "Interpretasi adalah soal menempatkan cerita Alkitab ke dalam dunia lain dengan kisah yang lain, bukannya menjadikan dunia lain tersebut sebagai bagian dari kisah Alkitab." Keberadaan kita saat ini menjadi hakim dan norma dan kunci interpretasi kisah Alkitab.

Namun, kita diperintahkan untuk hidup dalam "pascamodernitas". Dan, dalam konteks ini, sekali lagi kita sedang melihat pendekatan narasi dan cerita, dan kita dapat menyaksikannya dalam hampir tiap area: filsafat, etika, dan politik, serta -- dalam seperempat abad terakhir -- narasi juga menempati posisi sentral dalam teologi. Narasi, cerita, tampaknya sangat penting bagi kondisi pascamodern ... cerita adalah raja.

Namun, Luther telah sejak dahulu mengetahui hal ini. Atau, setidaknya, ia menjadi tahu sepenuhnya tatkala ia berjuang melawan keraguan dan ketidakpastiannya sendiri. Pada akhirnya, hanya kisah Kitab Suci, kisah Allah dan umat-Nya, kisah Kristus, yang memenuhi wawasan Luther dan menggantikan rasa aman palsu dan fondasi zamannya yang sedang runtuh dengan kepastian baru. Saya hendak mengajukan pendapat bahwa natur penggunaan Kitab Suci oleh Luther sebagai narasi -- sebagai kisah yang membentuk identitas -- adalah poin relevan yang layak diangkat kembali bagi zaman kita.

Dalam banyak hal, Luther adalah tipe penafsir Alkitab pramodern (meski intensitas pekerjaannya dengan Kitab Suci memisahkannya dari tradisi biara). Tetap saja, seperti orang sezamannya, Luther menemukan kesatuan narasi Alkitab sebagai penjelasan definitif bagi dunianya sendiri. Hubungan antara sejarah dunia dan sejarah keselamatan sudah diasumsikan meskipun tidak selalu terlihat jelas. Pada awalnya, ia mengikuti metode tradisional penafsiran Alkitab rangkap empat yang mencoba menghubungkan keduanya melalui serangkaian pembacaan Alkitab secara figuratif dan alegoris. Namun, belakangan, Luther menghindarinya karena metode tersebut mendukung pandangan sejarah keselamatan yang secara kontinu berubah, yakni bahwa Kristus dan Injil muncul hanya sebagai versi baru yang lebih baik dari Musa dan Taurat. Sebaliknya, Luther mulai menemukan metanarasi berbeda yang menjalar sepanjang Kitab Suci mengatasi pandangan tentang sekadar figur dan pemenuhan, atau kesesuaian dan pertentangan.

Gambar: Alkitab
Alkitab yang terbuka.

Dalam peristiwa apa pun, Luther memberikan pemikiran yang lebih terencana mengenai bagaimana Kitab Suci berperan sebagai Firman Allah. Ada pepatah mengatakan "ada buku yang Anda baca, ada juga buku yang membaca Anda". Bagi Luther, Alkitab adalah jenis yang kedua. Ia tidak memandang Kitab Suci terutama sebagai objek penafsiran kita, sebaliknya, kitalah objek yang diinterpretasikan oleh Kitab Suci. Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa Luther menganggap tidak perlu mencoba memahami teks (Alkitab), atau bahwa Kitab Suci tidak menuntut pembelajaran dan penjelasan. Hanya saja bahwa bagi Luther, fungsi utama Kitab Suci ialah untuk membentuk (menempa) kita, menyusun diri kita, memimpin kita menjadi ciptaan baru, mematikan dan menghidupkan kita kembali. Ia menulis, "Ingatlah baik-baik, bahwa kuasa Kitab Suci ialah: ia tidak akan berubah oleh karena seseorang mempelajarinya; sebaliknya ia mentransformasi orang yang mencintainya. Ia menarik seseorang ke dalam -- kepada dirinya -- dan kepada kuasanya". Kitab Suci menarik Anda -- ke dalam dunianya, sejarahnya, kisahnya -- sehingga kita membaca dunia kita, sejarah kita, kisah kita menurut latar belakang Alkitab. Narasi Alkitab menjadi kunci untuk memahami kehidupan kita, kisah yang mendefinisikan dan menginterpretasikan dunia kita. Bukan berarti kita melihat Alkitab bermakna bagi kehidupan kita, melainkan sebaliknya, makna kehidupan kita didapat dari Alkitab. Hal ini, tentu saja, sepenuhnya berlawanan dengan pendekatan modern, tetapi menariknya, tidak terlalu asing bagi pemahaman pascamodern mengenai narasi.

Bagi Luther, Kitab Suci bukan sekadar cadangan kebenaran ilahi yang proporsional. Memang ia berisi kebenaran, tetapi Kitab Suci lebih dari itu. Ia adalah kisah Allah Israel yang hidup, yang membuat raja-raja dan orang-orang besar menjadi tidak berarti, serta meninggikan orang kecil dan anak yatim, yang mengeluarkan mata air di padang gurun dan taman di tempat gersang, yang menjadikan bapa-bapa leluhur dari bangsa yang sesat, yang memangkas pohon zaitun dan membuat tunggulnya bertunas, yang memilih hal-hal yang diremehkan, membuat yang terpandang menjadi remeh. Dan, lebih lagi, kisah ini mengonfrontasi kita dengan klaim mencengangkan bahwa itu merupakan kisah kita juga.

Kita dapat melihat pandangan terhadap Kitab Suci ini dalam bagaimana Luther terus memahami peristiwa-peristiwa kontemporer di sekitarnya dalam terang sejarah keselamatan. Luther selalu melihat lebih daripada sekadar kaisar dan pembesar, buruh dan paus. Ia memandang tindakan mereka serta tindakannya sendiri dengan eskatalogi sebagai latar belakang sejarah keselamatan yang di dalamnya, seperti dikatakan Rasul Paulus, perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa ... melawan kegelapan saat ini -- Luther melihat dunia penuh dengan manusia, tetapi juga penuh dengan kuasa jahat! Pertimbangkanlah potret Prechtl tentang Luther lagi -- Luther penuh dengan figur dari sejarahnya sendiri -- buruh tani berbaris melawan prajurit bersenjata: Perang Petani yang mengerikan pada tahun 1525! Namun, bagi Luther, ini bukan kebangkitan sosial semata, pertempuran kelas sosial -- membaca sejarahnya dengan latar belakang kisah Alkitab, Luther melihat peristiwa ini dalam bentuk apokaliptik. Memang, apa yang bisa lebih apokaliptik daripada kekerasan besar yang mengubah dunia dan tatanannya? (Seorang ahli teologi Luther, Oswald Bayer, telah menunjukkan bahwa hal ini tidak meluputkan sang seniman yang melukis para ksatria dengan gaya lukisan Four Horsemen of the Apocalypse (Empat Penunggang Kuda Akhir Zaman) karya Albrecht Dürer.)

Akan tetapi, tidakkah paham apokaliptik Luther biasanya disoroti sebagai bukti jarak yang terbentang antara ia dan kita daripada sebagai relevansi kontemporer zamannya? Dan, bukankah pandangan terhadap sejarah semacam itu berbahaya? Bagaimanapun, inilah yang dilakukan salah satu orang sezamannya, Thomas Müntzer, dalam memimpin Perang Petani. Müntzer menggunakan Kitab Suci untuk menafsirkan peristiwa pada masanya secara apokaliptik, terinspirasi oleh kisah-kisah Alkitab yang menggambarkan perang yang akan pecah antara kebaikan dan kejahatan pada hari-hari terakhir. Sesungguhnya, kadang terlihat bahwa Luther juga dapat terjatuh dalam bahaya penafsiran apokaliptik semacam itu -- penilaiannya terhadap orang Yahudi menjadi contoh yang paling mengejutkan.

Namun, lebih sering, paham apokaliptik Luther tidak seperti Müntzer atau figur-figur profetik lain dari abad ke-16 yang mencoba mencengkeram kekang sejarah politik dalam nama Allah. Kata "apokalips" artinya membukakan apa yang tersembunyi, menyatakan apa yang sebelumnya tidak diketahui dunia. Hal tersebut menyatakan bahwa tanpa penyataan seperti itu, makna dunia yang sesungguhnya akan tetap tersembunyi. Dalam Disputation Against Scholastic Theology (Disputasi Melawan Teologi Skolastik) karyanya pada tahun 1517, dan bahkan lebih jelas lagi dalam Heidelberg Disputation (Disputasi Heidelberg) pada tahun 1518, Luther menolak teologi yang dibentuk tanpa apokalips, tanpa pewahyuan -- ketika seseorang dapat dengan mudah melihat hal dari Tuhan yang tersembunyi dan tidak terlihat. "Teologi kemuliaan" seperti itu, demikian ia menyebutnya, menekan dunia Alkitab menjadi dunia yang dipahami dengan logika, filsafat, dan pengalaman manusia. Dampaknya, pandangan semacam itu berusaha mencocokkan kisah Alkitab dengan kisah dunia, entah dunia filsafat dan sains, atau dunia buruh dan pembesar. Dengan pembalikan rasio dan pewahyuan, dialektik dan apokaliptik, kaum skolastik akan berusaha menyesuaikan kebenaran Allah dengan kebenaran manusia, dan orang seperti Thomas Müntzer akan mencari kekuatan eskatologis Allah dalam kekuatan tentara buruh.

Namun, pandangan apokaliptik Luther mengenai peristiwa pada sejarahnya sendiri sama sekali tidak dikendalikan oleh ketidakadilan paus atau pembesar, ancaman buruh maupun wabah, perang dan rumor perang, bahkan bukan oleh amukan kuasa jahat, melainkan itulah misteri yang tersimpan selama berabad-abad, hikmat yang disembunyikan dari orang bijak, tetapi dinyatakan pada orang-orang kecil, sebuah "teologi salib" yang menyatakan bahwa akhir zaman telah tiba dengan adanya Kristus yang Tersalib. Inilah apokalips yang, bagi Luther, menafsirkan dunianya dan akhir zaman: Yang Tersalib telah mengenakan seluruh kejahatan dan dosa pada Diri-Nya dan mengalahkan mereka di kayu salib. Mengikuti rangkuman Paulus tentang narasi Alkitab, khususnya sapuan sejarah besar keselamatan yang diceritakan dalam Surat Roma dan ditunjukkan dalam Surat Galatia, Luther berfokus pada kisah janji -- janji Allah. Sejak permulaan kisah Alkitab sampai akhir, Luther menyaksikan janji Allah secara terus-menerus, menembus kehidupan umat-Nya untuk mengklaim kata terakhir supaya segala sesuatu berakhir -- dosa, maut, iblis -- bahkan hukum. Hanya oleh janjilah Israel hidup dalam iman, dan hanya melalui iman dalam janji (Allah) orang non-Yahudi menemukan perhentian spiritual mereka, karena "Kristus adalah penggenapan seluruh janji Allah" (2 Korintus 1:20). Dan, kisah janji ini menantang kita sebagaimana sebuah janji -- Kristus bagi kita. Jadi, Kitab Suci menantang kita sebagai sebuah janji, menuntut dan menghasilkan iman. Karena itu, di tengah kehancuran, ketakutan akan maut, keraguan, dan pencobaan yang tampak bertentangan dengan kuasa dan belas kasih dan keadilan Allah, kematian dan kebangkitan Kristuslah yang tetap menjanjikan pengharapan dan memberi makna serta tujuan bagi kisah hidup tiap orang.

Gambar: Katharina von Bora
Katharina von Bora, istri Luther, oleh Lucas Cranach the Elder, 1526.

Tanpa adanya penyingkapan janji ini, tanpa kisah yang lain ini -- pernyataan dan tindakan Luther dapat terdengar absurd. Tentu Anda pernah mendengar pepatah yang secara tidak benar diatasnamakan kepada Luther, "Bila saya tahu dunia akan berakhir besok, saya akan menanam pohon apel hari ini." Kalimat ini bukanlah perkataan Luther, tetapi tampaknya mirip dengan pemikirannya. Yang mungkin lebih mengejutkan ialah kalimat berikut, yang benar-benar pernah ia katakan: di tengah kegelapan dan kebisingan Perang Petani, Luther melakukan sesuatu yang lebih absurd daripada menanam pohon apel -- ia memutuskan untuk menikah. Sembari menulis surat kepada seorang kerabat tentang kemungkinan kematiannya di tangan para petani, ia berhenti sejenak dan berkata, "Bila saya dapat mengaturnya, sebelum mati, saya tetap akan menikahi Katie untuk menghina sang Iblis, meski saya harus mendengar perang petani berlanjut. Saya percaya mereka tidak akan mencuri semangat dan sukacita saya." Suatu momen yang mengagumkan: secara paradoks, Luther memamerkan undur dirinya dari tengah dunia sekaligus pada saat yang sama keyakinan dan kebebasannya untuk hidup dan berinvestasi di dunia. Ia melakukan hal ini karena kisah Kitab Suci -- yang dibubuhkan pada tiap halaman dengan darah Kristus! -- menjanjikan padanya bahwa Allah yang menghancurkan kuasa dosa, maut, dan Iblis adalah Allahnya. Dalam iman ini, kisah keselamatan dari Alkitab menjadi kisahnya sendiri, memaknai dan membentuk setiap momen dalam hidupnya. Hanya dengan "kesadaran yang ditawan oleh Firman Allah" ia benar-benar menemukan kebebasan sejati.

Supaya jelas, Luther tidak memaksudkan agar setiap kisah dalam Kitab Suci harus disederhanakan menjadi peringatan "bertobatlah" dan "percayalah". Janji Allah dan iman yang dipanggil menjadi nyata tidak datang secara umum, melainkan di tengah kekhususan kehidupan dan sejarah manusia. (Pepatah "iblis berada dalam detail" betul-betul salah -- iblis jauh lebih baik dalam pernyataan yang bersifat umum; Allah itulah yang merendahkan diri ke dalam keringat dan darah sejarah manusia -- seperti dikatakan Luther, "Ke dalam debu dan kerja yang membuat kulitnya terbakar.") Dalam kehidupan nyata, dengan segala pertentangan dan ketidakpastiannya, Allah berbicara kepada kita, Ia mendekat kepada kita dalam inkarnasi Allah Anak.

Di sinilah, dalam kisah janji Allah, saya hendak mengajukan bahwa teologi Luther bahkan lebih penting dan mendesak bagi zaman kita. Meski benar bahwa penghancuran yang dilakukan pascamodernisme terhadap asumsi dan fondasi tradisional menyatakan kenaifan dan kesombongan manusia modern, hal tersebut juga telah meninggalkan masyarakat kita dalam keadaan hilang arah, kekecewaan, kecemasan. Tampaknya, ada budaya "Anfechtung" yang terus bertumbuh, yang secara simultan menolak segala otoritas, tetapi masih mendambakan kepastian. Di tengah iklim yang tidak pasti dengan segala kontradiksi dan keraguan hidup, hal itu meninggikan autentisitas melebihi otoritas, dan kepenuhan akan kebenaran melebihi kebenaran, teologi Luther menunjuk pada -- bukan seperangkat rasa aman, pegangan, atau fondasi objektif lain yang dapat diverifikasi -- melainkan sebuah janji, Firman yang sepenuhnya bergantung pada kasih dan kesetiaan Dia yang menyatakannya. Himne Luther Benteng yang Teguh mengatakan bahwa itu hanya "sepatah kata", tetapi kata dan cerita adalah satu-satunya yang kita miliki -- dan "penuh pun dunia dengan setan", terhadap pemerintah dunia ini, "kuasanya ditebang dengan sepatah kata".

Kisah dan janji -- tentunya, yang kita bicarakan tentang teologi Luther adalah Firman. Lagi pula, jika Luther memang masih berbicara kepada kita pada saat ini, bukan karena kata-katanya sedemikian penting, melainkan karena ia mengarahkan kita untuk mendengar Dia yang Firman-Nya menjanjikan pengharapan dan kehidupan bagi dunia. Di hadapan Firman inilah, kita, demikian tulis Luther dalam kata-kata terakhirnya, "aller Bettler" -- kita semua pengemis. Hal ini benar adanya. (t/Joy)

Diterjemahkan dari:
Nama situs:Lutheran Reformation
Alamat situs:https://lutheranreformation.org/wp-content/uploads/2015/10/ref500-paper-ReformationRemembered.pdf
Judul asli artikel:REFORMATION Remembered
Penulis artikel:Erik H. Herrmann
Tanggal akses:2 Oktober 2017
Viewing all 157 articles
Browse latest View live